ADE ARMANDO DAN MOMENTUM MENYUDAHI AKSI MASSA

Sudah waktunya demo unjuk rasa mahasiswa dengan pengerahan massa besar-besaran turun ke jalan dilarang. Karena eksesnya berupa kerusuhan, kerusakan sarana umum, bahkan kekerasan yang memakan korban manusia. Belum lagi gangguan aktivitas ekonomi yang ditimbulkan tidak pernah menjadi tanggung jawab penyelenggara maupun inisiator gerakan. Jadi apa namanya kegiatan yang dari awal tidak didesain mempertanggung jawabkan akibatnya?

Saya, dan banyak elemen masyarakat lainnya, tentu tidak akan berpikir seperti ini seandainya tatanan dan situasi demokrasi serta hukum di negeri ini masih mentah dan cenderung otoriter.  Sewenang-wenang seperti dulu kala. Pembiaran demo dan unjuk rasa dengan massa besar yang mengandung resiko terjadinya ekses sosial dan masalah keamanan besar itu pertanda kemunduran pencapaian demokrasi kita. Apa yang sudah terjadi di jalanan pada tahun 98 berupa pembakaran-pembakaran properti (privat dan publik), korban jiwa, pelecehan bahkan pembantaian adalah peristiwa-peristiwa dehumanisasi yang niscaya akan terjadi kalau situasi yang sama dibiarkan kebablasan. Apalagi situasi dan kondisi demokrasi kita sudah tidak sama lagi!

Siapapun anda, yang saat ini menikmati kemenangan dari pergolakan sosial di tahun 98, jangan pernah lupakan para korban! Janganlah menepuk dada, karena penderitaan dan trauma mereka tidak akan pernah menjadi milik anda! Kalau anda saat ini mahasiswa, hapus mimpi anda untuk meraih sukses di panggung politik dengan berusaha menciptakan situasi yang sama seperti pada jaman mereka. 

Demonstrasi unjuk rasa dengan pengerahan massa turun ke jalan saat ini adalah langkah mundur demokrasi. Mereka tidak menghormati pilihan publik (disrespect people’s choice). Negara melalui penegak hukumnya seharusnya melindungi pilihan publik bukan hanya di saat pemilu, tetapi setiap hari. Publik telah memilih wakilnya untuk berpikir dan membuat tatanan, publik telah mempercayakan  kepada para pemimpin untuk melindungi dan menyelenggarakan tatanan. Setiap penduduk harus menghormati pilihan publik itu. Apa artinya kalau masyarakat melihat aparat penegak hukum dipukuli, terluka, apalagi hingga terbunuh? Melindungi aparat penegak hukum adalah simbol melindungi hukum, melindungi tatanan dan melindungi aset negara. Apalagi semuanya dibayar dengan pajak juga. Melindungi mereka di lapangan saat aksi massa jelas lebih sulit dan berbahaya. Bagi siapapun. Dan tentu saja sudah terlambat….. Perlindungan terbaik adalah pencegahan kontak fisik. Menjaga jarak dengan massa.

Apa yang terjadi dengan Ade Armando dua hari yang lalu adalah konflik di antara massa. Ekses dari aktivitas pengumpulan massa. Semoga bung Ade Armando sadar dengan peristiwa ini dan sependapat dengan saya, sehingga tidak lagi mendukung aksi pengerahan massa dari manapun arahnya.

Bagi orang asing yang tidak mengerti bahasa lokal,  melihat demonstrasi unjuk rasa itu maknanya jelas: sedang terjadi perbedaan pendapat! Sebab kalau tidak ada perbedaan pendapat, pengerahan massa itu hanya sekadar crowd, konser, karnaval, atau pertandingan olahraga.  Pegiat media sosial seperti Ade Armando semestinya percaya kekuatan sosial media. Biarlah perbedaan pendapat cukup terjadi di ranah kata-kata dan logika. Bahwa nantinya akan bermuara pada sikap politik, manivestasinya ada pada pilihan suara. Bukan pada kerusuhan.

Demokrasi kita saat ini sudah berada di tengah pusaran kemajuan teknologi digital. Saat ini perwujudan kehendak manusia sudah cukup diwakili secara maya. Sekeras-kerasnya orang berkata-kata didunia maya tidak akan mewujudkan luka tubuh yang menganga. Apalagi darah yang mengucur nyata. Kalau di aras content  saja kita sudah melangkah pada pengaturan hukum, ditata batas-batas etikanya, sudah saatnya di aras fisik, kegiatan berupa aksi massa manusia mulai ditinggalkan, dicegah. Mengumpulkan massa untuk unjuk rasa adalah tindakan menekan (pressure group). Intimidasi. Maka sekali lagi, itu adalah langkah mundur pencapaian demokrasi modern kita.

Kita masyarakat tidak pernah mengambil suara untuk mahasiswa. Tidak ada partai mahasiswa, kita tidak memilih mereka mewakili pendapat kita. Ungkapan terimakasih untuk kaum cendekia, sudah saya ujubkan untuk generasi di atas saya. Di masa lalu ketika kran demokrasi belum dibuka seperti saat ini. Kita tidak akan lagi membuat panggung politik di jalan raya. Saat ini saya dan anda masyarakat semua, sudah bisa bicara dan mengungkapkan opini kita sendiri secara langsung di media. Kurang demokratis apa coba?

Di  era ini, ukuran dukungan sosial sudah bergeser ke followers dan subscribers, bukan lagi jumlah massa yang terkumpul sesaat saja. Mahasiswa, apalagi para milenial mestinya paham dan lebih cepat beradaptasi dengan perubahan situasi dan teknologi ini. 

Tatanan demokrasi dan peradaban teknologi yang ada saat ini sebagian besar adalah pencapaian era generasi kita. Semakin hari semakin memanusiakan manusia, makin baik, dan semakin maju. Jangan dibawa mundur lagi.  Jadikan ruang publik steril dan aman bagi setiap orang. Sudah saatnya aksi massa di jalan raya tinggal jadi legenda. Adalah hak setiap penduduk untuk mendapat ruang publik yang aman sekaligus berkegiatan tanpa rasa was-was adanya kerusuhan massa.

T. Sunu Prasetya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *