Akad Nikah dan Sumbangan Bikin Cemburu

Dengarkan Versi Audio Podcast

Ramai sekali beberapa hari ini netizen Indonesia mengkritik Presidennya. Apa pasal? Hadirnya Presiden sebagai saksi di akad nikah Aurel Atta, lalu disusul pemberian bantuan kepada istri atau keluarga teroris menjadi pemicunya.

By the way, sebenarnya boleh dan aman gak sih mengkritik kepala negara? Boleh. Santai saja. Kritik itu boleh banget, bahkan dianjurkan di negara demokrasi, tidak dilarang, tidak bakal dikasuskan. Kritik loh ya, bukan nyinyir, bukan menghina apalagi fitnah.

Lalu kenapa sih dua hal diatas itu diributkan? Mari kita cleguk sama-sama.

Menghadiri sebuah akad nikah di tengah pandemi sebenarnya tidak menjadi masalah asalkan dibarengi prokes yang ketat, tidak berkerumun, dll sesuai dengan aturan. Masalahnya di sini, pertama, beliau adalah seorang Presiden. Kedua, yang dihadiri adalah seorang youtuber yang punya fans dan haters, dan masalah ketiga adalah yang punya acara orang kaya raya.

Mengundang seorang Presiden dalam sebuah prosesi pernikahan tentulah sangat istimewa, tidak sembarang orang mampu. Kenapa Presiden mau menyisihkan waktu untuk hadir? Ini yang jadi pertanyaan dan bikin cemburu.

Seorang youtubers atau selebgram punya jumlah fans yang bejibun, tapi juga yang tak kalah banyak adalah hatersnya. Kebayang gak suasana hati haters dan apa yang ada di benak mereka melihat Presiden hadir di pernikahan orang yang dibenci? Emosi pasti, ikut menyalah-nyalahkan Presiden iya.

Problem berikutnya, mereka itu orang kaya raya. Lagi-lagi soal kecemburuan. Muncullah sebuah pertanyaan, apakah hanya orang berduit tebal yang bisa mengundang seorang Presiden? Bayangkan jika yang dihadiri Pak Jokowi adalah pernikahan orang biasa, orang tidak punya, pasti akan ada cerita yang berbeda.

Kritik selanjutnya, nah ini penting, apakah acara pernikahan tsb agenda negara atau agenda pribadi seorang Jokowi? Kalau agenda pribadi, kenapa video rekaman dipasang di media milik sekretariat negara? Ini yang bikin bingung, harus bisa dibedakan dan dijelaskan.

Keributan berikutnya adalah soal pemberian santunan atau bantuan kepada istri teroris. Entah siapa pembisiknya, tindakan ini jelas tidak sensitive, tidak peka di tengah kecaman, hujatan dan perlawanan terhadap kegiatan terorisme. Berbagai upaya yang masif dalam memblokir aliran dana untuk kegiatan teroris, pembekuan rekening, gudang penyimpanan kotak amal yang disinyalir untuk pendanaan teroris pun digrebek. Sangat bertolak belakang jika sampai ada yang malah membantu keluarga teroris.

Lagi-lagi ini soal kecemburuan. Apakah tidak ada keluarga lain yang layak dibantu? Apakah harus menjadi teroris dulu sehingga bisa mendapatkan perhatian dan bantuan dari seorang Presiden? Meskipun kita juga sama-sama tahu, di pihak lain, keluarga korban teroris sudah mendapatkan bantuan dari negara selama ini. Entah dalam sudut pandang seorang Presiden apakah ini murni sebuah misi kemanusiaan atau dalam rangka deradikalisasi, kita tidak tahu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *