Berita paling hangat sore ini tentu saja tertangkapnya Munarman, mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI). Tokoh super garang, yang konon adalah aktor intelektual dibalik sejumlah kasus terorisme dan radikalisme di Indonesia. Seperti membenarkan dugaan banyak orang, Kabag Penum Divisi Humas Polri , Kombes Ahmad Ramadhan mengungkapkan bahwa penangkapan mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman terkait dengan pengembangan kasus dugaan terorisme di wilayah DKI Jakarta.
Ahmad mengungkapkan penangkapan itu terkait dengan rangkaian proses Baiat diduga ke jaringan teorris yang dilakukan di Jakarta, Makassar, Sulawesi Selatan dan Medan, Sumatera Utara. “Jadi terkait dengan kasus Baiat di UIN Jakarta kemudian juga kasus Baiat di Makassar dan ikuti Baiat di Medan,” terang Ahmad. Dari informasi yang dihimpun, Munarman ditangkap Selasa (27/4/2021) pukul 15.30 WIB di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan.
Banyak pihak berharap, penangkapan Munarman ini menjadi titik terang bebasnya Indonesia dari kasus-kasus terorisme dan radikalisme. Akankah penangkapan ini menjadi akhir kisah si tokoh kontroversial yang disinyalir menjadi dalang kasus-kasus terorisme Indonesia? Akankah pula penangkapannya akan menyingkap semua informasi tentang terorisme di tanah air? Mari teguk dulu informasi tentang Munarman berikut ini.
Meski pernah berstatus anggota Komnas HAM, tindakan-tindakan yang dilakukan Munarman justru seringkali terlihat jauh dari menghormati hak asasi manusia. Pada bulan September 2007 misalnya, Munarman pernah ditahan di Polsektro Limo, Depok dan menjadi tersangka kasus perampasan kunci kontak, SIM dan STNK sopir taksi Blue Bird. Ia diduga melanggar pasal 335 KUHP tentang perbuatan yang tidak menyenangkan, dan pasal 368 KUHP tentang perampasan.
Saat itu Munarman mobil Suzuki Grand Vitara miliknya bertabrakan dengan taksi Blue Bird. Munarman kemudian dengan paksa mengambil kunci kontak, SIM dan STNK milik sopir taksi, Paniran (40). Pihak Blue Bird kemudian melaporkan kasus itu ke Polsektro Limo. Pengacara Munarman Syamsul Bahri melakukan penolakan penahanan dan mengajukan penangguhan penahanan serta menjamin kliennya kami tidak akan kabur dari proses hukum. Munarman sendiri menolak menandatangani berita acara penahanan dan mengancam melakukan aksi mogok makan apabila pengajuan penahanan ditolak polisi. Gugatan ini kemudian dicabut dan sopir Blue Bird Paniran dan Munarman berdamai.
Berdamai…. Catat, arti berdamai ala Indonesia berarti perampasan dan perbuatan tidak menyenangkan itu benar-benar dilakukan Munarman, hanya saja korban baik hati dan mengakhiri pengaduan. Mengapa pihak Bluebird mendadak baik hati. Tentu kita tak tahu pasti penyebabnya, namun saya yakin kita semua bisa menduga.
Kemudian pada bulan November 2012 Munarman dikeroyok dua orang lantaran membunyikkan klakson berkali-kali di tengah kemacetan di kawasan Pondok Cabe dengan menggunakan mobil Mistubishi Pajero berwarna merah kearah ke Cinere. Kedua pengendara sepeda motor yang tidak menyukai tindakannya kemudian turun dan terjadi cekcok di tengah kemacetan yang segera dilerai masyarakat.
Munarman tak terima dan mengejar kemudian memepet pengendara motor. Ia kemudian berhenti dan turun dari mobilnya, namun dua pengendara motor tadi menarik kerah baju Munarman hingga ia jatuh terjengkang, telapak tangannya lecet terkena aspal.
Bukan sekali dua, Munarman tak bisa mengendalikan emosinya. Sejak dulu ia terkenal temperamental. Pada 28 Juni 2013, ketika tampil dalam live di TV One dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi yang membahas tentang pembatasan jam malam tempat hiburan di Jakarta, Munarman menyiram muka Sosiolog UI Tamrin Amal Tomagola dengan segelas teh setelah terjadi silang pendapat antara keduanya.
Hebatnya perlakuan Munarman itu dibalas dengan sangat ksatria oleh Tamrin, ia menolak untuk melaporkan tindakan tersebut ke polisi dengan alasan tidak mau melayani tindak premanisme.
Kasus yang paling kontroversial tentu saja kasus Insiden Monas. Saat itu Munarman menentang keberadaan Ahmadiyah di Indonesia bersama beberapa tokoh – tokoh Islam lainnya. Dalam Insiden Monas 1 Juni 2008 terjadi penyerangan dengan kekerasan yang dilakukan oleh FPI dan Laskar Islam terhadap massa Aksi Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) . Sekitar 500 orang memukuli peserta apel akbar AKK-BB dan merusak kendaraan bermotor di Monas. Dalam peristiwa itu, Munarman sempat tertangkap kamera sedang mencekik seseorang. Foto itu kemudian menyebar ke sejumlah media. Munarman disebut-sebut telah mencekik anggota AKKBB.
Munarman dalam rekaman pemberitaan di Metro TV pada bulan Juni 2008 menyatakan akan bertanggung jawab sebagai Panglima Laskar Islam yang menyebabkan insiden tersebut dan meminta polisi untuk tidak menangkap anak buahnya secara diam-diam, dan sebaiknya menangkap dirinya saja sebagai ketuanya. Tanggal 4 Juni 2008 sekitar 1.500 polisi diturunkan ke Markas FPI di Petamburan Jakarta setelah tidak ada dari pihak FPI yang menyerahkan diri.
Lucunya lagi, Munarman mengingkari pernyataannya itu. Munarman menghilang dan menolak untuk menyerahkan diri. Iapun menjadi buronan polisi setelah dijadikan tersangka, dan masuk menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) nomor teratas bersama beberapa orang yang terlibat dalam aksi tersebut oleh Kepolisian RI (Polri) dan jajaran-jajaran di bawahnya (termasuk seluruh Polda di seluruh Indonesia) untuk diperiksa dan dimintai keterangan akibat terlibat aksi dalam insiden tersebut. Ia juga dicekal untuk tidak boleh berpergian ke luar negeri selama masih menjadi DPO tersebut oleh Pemerintah Indonesia.
Saat masih masuk dalam DPO (daftar pencarian orang), Munarman sempat mengirim rekaman video berisi syarat agar dirinya menyerahkan diri. Salah satunya adalah meminta Surat Keputusan Bersama terkait pembubaran Ahmadiyah di Indonesia.Munarman kemudian divonis bersalah dan dihukum satu tahun enam bulan atas insiden ini.
Dari kejadian-kejadian itu kita dapat menangkap sifat asli Munarman. Ia bukan hanya temperamental, suka memancing keributan, namun tentu saja suka berbohong. Mengatakan siap ditangkap, namun kenyataannya melarikan diri.
Munarman memulai karir sebagai sukarelawan di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Palembang pada 1955, menjadi Koordinator Kontras Aceh pada 1999-2000, hingga pada 2002 ia terpilih menjadi Ketua YLBHI. Saat masih berkecimpung di YLBHI dan Kontras, sosok Munarman masih baik. Ia dikenal tegas, idealis, pemberani, bahkan antimiliterisme.
Kemudian ia menjadi anggota Tim Pengacara Abu Bakar Ba’asyir pada 2002 lalu. Setelah itu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menjadi tempat di mana Munarman mulai mengenal tokoh Islam garis keras, termasuk Rizieq Shihab.
Indikasi bahwa Munarman dan FPI ada di balik kasus-kasus terorisme di Indonesia mulai terkuak saat simpatisan atau mantan anggota FPI diringkus oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Indikasi makin jelas pasca FPI dinyatakan sebagai partai terlarang. Saat itu Munarman mendeklarasikan Front Persatuan Islam pada 30 Desember 2020.
Menyusul penetapan FPI sebagai organisasi terlarang, sejumlah rekening milik Front Pembela Islam dan afiliasinya diblokir sementara oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bertambah. “Jumlah rekening (yang sudah diblokir sementara) sampai saat ini berjumlah 79,” demikian penjelasan Kepala PPATK Dian Ediana Rae pada 8 November 2020. Pembekuan sementara rekening tersebut dilakukan sesuai kewenangan PPATK berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) serta UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Saat itu rekening Munarman juga masuk dalam pemblokiran rekening selain keluarga Pemimpin FPI Rizieq Shihab.
Pernyataan Achmad Aulia (30), terduga teroris Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang ditangkap oleh Densus 88, beberapa waktu lalu makin menguatkan keterkaitan Munarman dengan terorisme. Aulia saat itu mengaku sebagai anggota FPI. Tidak hanya itu, Achmad Aulia juga mengaku bahwa pada saat dirinya dan kawan-kawan dibaiat masuk jaringan teroris ISIS di Jalan Sungai Limboto, Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2015, hadir juga petinggi FPI Munarman.
Pernyataan Acmad Aulia ini kemudian ditanggapi Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) Petrus Selestinus pada 7 Februari 2021, dengan meminta Densus 88 melakukan pencekalan, tangkap dan menahan Munarman, eks Sekjen Front Pembela Islam (FPI). “Ini sesuai pengakuan Achmad Aulia (30), terduga teroris Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang ditangkap oleh Densus 88, beberapa waktu yang lalu,” kata Petrus Selestinus dalam keterangan tertulis.
“Ini terungkap dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tahun 2019, pada halaman 6, 18, 57 dan 70 yang bersumber dari keterangan Terdakwa Ade Supriadi, selaku terdakwa Teroris,” tegas Petrus.
Menurut Petrus, fakta lain juga tak terbantahkan mengungkap jejak kehadiran Munarman saat acara Tabligh Akbar dan baiat anggota FPI ke dalam jaringan ISIS pertengahan tahun 2015 yang lalu. Petrus menjelaskan alasan perlunya Densus 88 menangkap Munarman. Munurut Advokat Peradi ini, penangkapan Munarman dapat memastikan seberapa jauh peran dan keterlibatannya, sebagai Sekjen FPI dalam aksi-aksi terorisme jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang sudah dibaiat ke dalam jaringan ISIS.
Keterkaitan FPI dengan kasus-kasus terorisme sendiri terungkap bukan hanya dari baiat-baiat yang terjadi, tetapi juga fakta bahwa ada 37 terpidana kasus teroris adalah anggota FPI. Kepolisian sendiri melalui Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Purwanto membantah keras kepolisian sengaja mengaitkan ormas terlarang Front Pembela Islam (FPI) dengan aksi terorisme. Hal itu disampaikan oleh Wawan saat menjadi pembicara di acara Mata Najwa bertajuk ‘Di Balik Bom Bunuh Diri’ yang disiarkan di Trans7 pada Rabu (31/3/2021) malam.Wawan langsung membantah dugaan tersebut. Ia menegaskan kepolisian bekerja secara profesional.
Wawan menjelaskan, ada keterkaitan FPI dengan aksi terorisme yang belakangan terjadi.
Hal ini terbukti dengan adanya baiat ISIS pada 2015 lalu yang dilakukan di markas FPI di Sulawesi Selatan. “Dari runtutan kejadian memang ada kaitannya. Dari penangkapan 20 orang, 18 orang diantaranya merupakan anggota dan simpatisan eks ormas yang dibubarkan (FPI),” ujar Wawan. Tak hanya itu, dari temuan di beberapa tempat juga ditemukan beberapa atribut berkaitan dengan FPI.
Fakta-fakta ini tidak heran membuat pegiat media sosial, Denny Siregar menuliskan ulasan khusus tentang ormas terlarang Front Pembela Islam (FPI), yang menurutnya sebagai sarang pembibitan teroris. Dalam akun Facebooknya bertanggal 29 Maret 2021, Densi menulis: “Hati-hati, anggota FPI mau meledakkan banyak tempat ibadah di Indonesia. Mereka ingin ada pembalasan terhadap penangkapan Riziek…”
Pelarangan FPI, Pengangkapan Munarman…. Semoga terorisme segera lenyap setelah rangkaian kerja keras Kepolisian RI mengurai kasus-kasus terorisme yang selama ini sulit terungkap. Bravo…..
(Fatimah Wardoyo)