Awal Februari, publik dihebohkan dengan pernyataan Agus Harimurti Yudhoyono bahwa ada pejabat negara di lingkaran istana yang terlibat dalam upaya kudeta di tubuh partai Demokrat. Dalam konferensi pers pada 1 Februari 2021, AHY menyatakan telah berkirim surat kepada Presiden untuk meminta klarifikasi dan konfirmasi atas hal yang dituduhkan itu.
Tuduhan tersebut mengarah pada keterlibatan Kepala Staf Kantor Presiden (KSP), Jenderal (purn) Moeldoko. Beberapa hari kemudian, Moeldoko sempat membantah tuduhan tersebut. Namun kemudian keterlibatan itu terkonfirmasi dengan kesediaan dan terpilihnya Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa yang diselenggarakan di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat, 5 Maret 2021.
Andaikata Moeldoko bukan merupakan pejabat negara di lingkaran istana, tentu tidak akan banyak komentar miring atau serangan yang tertuju padanya. Justru karena Moeldoko merupakan ketua KSP, maka banyak spekulasi yang berkembang liar bahwa istana dalam hal ini presiden melakukan intervensi di tubuh partai demokrat.
Manuver politik Moeldoko ini tentu tidak bisa dilepaskan dari ambisi politiknya supaya panggung politik dan kekuasaan pada 2024 terbuka lebar untuknya. Membajak partai politik tentu merupakan tawaran yang menggiurkan dan sulit untuk dilewatkan. Sayangnya, untuk memuluskan ambisinya, Moeldoko berlindung di balik istana melalui KSP yang dipimpinnya.
Nasi sudah menjadi bubur. Moeldoko sudah bersedia dan dipilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB. KSP dan nama baik Presiden tercoreng. Presiden perlu bertindak untuk mencegah kerusakan lebih luas lagi. Caranya ? Dengan meminta Moeldoko mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua KSP secara efektif dan segera. Kalau tidak bersedia, berhentikan yang bersangkutan. Dengan demikian presiden menegakkan keadaban politik dan memulihkan marwah lembaga kepresidenan dan nama baik presiden.
Musa Akbar