Anggaran Pembangunan Ibukota Baru: Bukan dari Jin Buang Anak

Edy Mulyadi berteriak-teriak bila calon ibukota negara yang baru berada di tempat jin buang anak. Pernyataan yang jelas melukai hati masyarakat Kalimantan. Tak hanya masyarakat Kalimantan, tetapi juga semua masyarakat NKRI yang selama ini hidup guyub rukun di bawah Pancasila. Wajar bukan hanya kecaman yang didapatnya, tapi juga ancaman pidana. Belum lagi ancaman teluh dan santet karena telah melukai masyarakat dan kearifan lokalnya.

Tapi Edymembuka mata kita. Ia mewakili pikiran sempit sekelompok orang yang tak paham konsep ibukota negara modern, pemerataan pembangunan dan mungkin takut kehilangan ‘jatah’ yang selama ini diperolehnya dari Jakarta. Tentang betapa modernnya IKN Nusantara yang akan dibangun dan bagaimana anggarannya diperoleh, jangan kaget. Ikuti terus kisah ini.

Langkah berani telah ditorehkan pemerintah Indonesia. Mewujudkan rencana yang telah diimpikan sejak masa Presiden Soekarno. Dengan dukungan DPR, ibu kota negara (IKN) diputuskan untuk dipindahkan di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Ditargetkan, sebelum perayaan kemerdekaan RI tahun 2024, Presiden dan Wapres RI sudah berkantor di Nusantara, nama IKN baru. Pemilihan nama Nusantara ini disetujui semua fraksi di DPR kecuali fraksi PKS. Alasannya, bisa jadi karena mereka terlanjur membranding diri sebagai oposan sehingga terpaksa harus selalu berseberangan dengan pemerintah. Terlanjur malu bila mengaku cinta….

Salah satu alasan pemindahan IKN adalah daya dukung lingkungan Jakarta yang tidak lagi memadai. Infrastruktur yang tersedia hanya cukup untuk 30 persen penduduk Jakarta. Jumlah penduduknya kini tembus 10 juta. Lebih ajaib lagi, Jakarta dihuni sekitar 15 juta orang di siang hari. Bisa dibayangkan betapa macet dan semrawutnya lalu lintas Jakarta akibat mobilitas penduduknya setiap pergantian siang menuju malam ataupun sebaliknya. Belum mobilitas lainnya.

Bandingkan dengan IKN Nusantara. Luasnya 4 kali Jakarta, dan penduduknya dibatasi maksimal 1,5 juta jiwa. Betapa leganya. Lalu 20 persen wilayahnya adalah perairan, yang berarti IKN Nusantara kelak adalah wilayah yang indah sebagaimana kota-kota di negara maju. Tapi ada satu yang cukup fenomenal. Membangun IKN baru adalah membangun kota di dalam hutan, building city in the forest. Bukan seperti lazimnya kota-kota lama yang makin kekurangan ruang terbuka hijau lalu berlomba-lomba building forest in the city.

IKN baru dikonsep sebagai sebuah kota yang ramah lingkungan. Green city dan smart city. Energi yang digunakan di IKN Nusantara kelak sepenuhnya adalah energi terbarukan. Energi hijau, green energy, yang ramah lingkungan. Kendaraan yang digunakan adalah kendaraan yang menggunakan energi terbarukan.

Warga didorong untuk menggunakan sepeda dan berjalan kaki. Bersepeda ini mungkin ini yang ditakutkan orang-orang seperti Edy yang terlanjur malas bergerak dan memilih berleha-leha di mobil mewah. Padahal pemindahan IKN tidak sekadar memindahkan pusat pemerintahan, melainkan pembentukan sebuah pola hidup baru. Mulai dari cara pandang baru, pola kerja baru, hingga gaya hidup baru. Mendorong setiap penghuni untuk memelihara lingkungan hijau, menjalankan pola hidup sehat, dan menerapkan digitalisasi dalam setiap kegiatan. Nusantara akan terus dirawat sebagai ‘city in the forest’. Pembangunan IKN baru berjalan seiring dengan reforestasi. Pemerintah pun mulai menyiapkan 12 juta pohon untuk IKN.

Ada masalah serius yang membuat Jakarta makin tak memadai sebagai ibukota. Selama 77 tahun menjadi ibukota, ditambah sebagai pusat pemerintahan di masa Hindia Belanda, membuat terjadinya kesenjangan yang sangat serius antara Jakarta dengan wilayah lain. Jakarta tak hanya menjadi  pusat pemerintahan, melainkan juga pusat kegiatan bisnis, pusat keuangan, pusat pendidikan, pusat kesehatan, dan pusat hiburan. Sebagian besar industri menumpuk di Jabodetabek. Jakarta menjadi tujuan utama urbanisasi.

Memindahkan IKN bertujuan untuk menciptakan pusat pertumbuhan baru. Saat ini, sekitar 58 persen PDB Indonesia dikontribusi oleh Jawa. Dengan memindahkan IKN ke Kaltim, pembangunan di luar Jawa akan mendapatkan momentum akselerasi. Provinsi Kalimantan Timur sendiri adalah provinsi terkaya nomor 2 di Indonesia setelah DKI Jakarta.

Membangun kota baru akan menggerakkan ekonomi secara signifikan. Pembangunan properti memberikan multiplier effect terhadap berbagai jenis industri. Dampak lain adalah tenaga kerja yang terlibat. Apalagi jika pembangunan IKN kemudian diikuti oleh pembangunan kota-kota di berbagai provinsi, dampak ekonomi akan sangat besar.

Pemindahan ibukota bukan hal baru di banyak negara. Perkembangan penduduk, bencana bahkan alas an-alasan geopolitik bisa menjadi penyebabnya. Sebagai catatan Brazil memindahkan ibukotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia pada tahun 1960. Brasilia dipuji sebagai kota berdesain modern dan terencana untuk setiap jengkal penggunaan lahannya. UNESCO bahkan memberi predikat World Heritage Centre pada Brasilia di tahun 1990. Masyarakat Brazil pun tak mengecam pemilihan nama Brasilia karena dianggap mengecilkan arti Brazil.

Sebenarnya wajar bila momentum pemindahan IKN mendapatkan sorotan serius mengingat pandemi yang belum usai. Tetapi tidak banyak yang sadar bila dana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) sepanjang tahun 2020 dan 2021 jauh lebih besar, bahkan dapat digunakan untuk membangun 3 kota seperti IKN. Mengapa?

Dana PC-PEN dua tahun tersebut berjumlah 1.200 triliun, sedang total anggaran biaya pembangunan IKN adalah  465 triliun. Dana Penanganan Covid bahkan hampir tiga kali lipatnya. Ini artinya pembangunan IKN bukan suatu yang sangat mahal, meski memiliki efek multiplier pada kemakmuran dan pemerataan kesejahteraan. Apalagi bila vaksinasi dan kesadaran masyarakat akan protokol kesehatan makin meningkat. Pandemi segera berakhir, dan anggaran negara lebih lega untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan.

Sumber utama pendanaan IKN sendiri adalah swasta, Pertama dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) sebesar 54,2 persen total biaya. Kedua, investasi langsung swasta dan BUMN, termasuk BUMD, sebesar 26,4 persen. Selebihnya, sebesar 90,37 triliun atau hanya 19,4 persen, berasal pembiayaan dari APBN. Itupun terbagi dalam beberapa tahun.

Dalam kacamata pembiayaan, anggaran IKN baru bukan isu yang sulit diatasi. Masih ditambah dengan banyaknya perusahaan, baik dalam dan luar negeri, yang berminat membangun IKN. Selain itu, IKN baru tidak dipaksakan untuk rampung dibangun dalam tiga tahun, melainkan bisa memakan waktu 10-15 tahun.

Konsep kota modern, sustainable, environment city, green city, smart city dan berada di paru-paru dunia ini menarik investor asing. Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor menyebut IKN Nusantara menarik minat investasi internasional. Ia menyebut Uni Emirat Arab, Inggris, Jerman, China, Korea, Jepang menawarkan diri berpartisipasi. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pun mengkonfirmasi bila Pemerintah Uni Emirat Arab menyiapkan investasi senilai 10 miliar Dollar atau setara142,8 triliun untuk proyek pembangunan ibu kota baru di Indonesia. Namun, pemerintah tetap selektif dalam memilih pihak-pihak yang akan bekerja sama.

Pada tahun 2024 nanti, akan ada sekitar enam kementerian yang sudah berkantor di IKN baru bersama Presiden dan Wapres. Termasuk juga kantor pusat Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kedutaan Besar berbagai negara.

Siapapun yang bilang IKN tempat jin buang anak, siap-siap pingsan. Nyesel nggak buru-buru pindah ke sana….

Vika Klaretha Dyahsasanti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *