PJJ adalah Pembelajaran Jarak Jauh, sering juga disebut pembelajaran daring. Lebih dari setahun pandemi Covid-19 ini, PJJ makin digencarkan. Bukan perkara mudah untuk melalui masa sulit ini. Hampir 90 persen orang tua terlibat mendampingi anaknya belajar daring selama pandemi ini. Bagi sebagian orang tua, mendampingi anak melakukan PJJ atau pembelajaran daring menjadi pengalaman baru mereka. Awalnya, banyak orang tua tergopoh-gopoh beradaptasi dengan PJJ. Namun, sekarang sudah mulai akrab dengan sistem daring yang diberlakukan. Bagi orang tua yang baru perdana mendampingi anaknya mengikuti PJJ, perjuangan sedang dimulai.
Perjuangan apa? Banyak! Mempelajari, melatih, dan membiasakan diri untuk bersahabat dengan alat belajar dan sistem yang dipakai. Mulai dari mengisi presensi pagi hari, harus tertib. Menyiapkan peralatan untuk meeting/pertemuan daring. Mengecek tugas atau informasi penting lainnya di aplikasi. Mengecek waktu tenggat setiap tugas. Memastikan jadwal berikutnya. Menghafalkan seragam atau perlengkapan sekolah lainnya yang dibutuhkan, sampai yang terpenting adalah mendampingi anak belajar. Menyenangkan? Ribet? Banyak keluhan? Aneka respons bermunculan dari orang tua ketika dihadapkan dengan PJJ. Bahkan, banyak yang nyeletuk, “Anakku lebih nurut sama guru daripada sama ortu.”
Pembelajaran daring sebenarnya menjadi salah satu hal baik yang didapat dari pandemi. Orang tua, anak, dan pihak sekolah bisa mengakselerasi diri untuk terlibat dalam sistem pembelajaran daring dengan memanfaatkan perangkat gawai yang tersedia. Kesempatan baik lainnya dari PJJ ini adalah kita semua dituntut untuk bisa belajar dan berkomunikasi melalui daring. Belajar dengan rentang waktu yang banyak dan kesempatan memperluas wawasan untuk menunjang pendidikan pun semakin luas. Seberapa banyak keterlibatan orang tua dalam mendampingi anak-anak mereka dalam melakukan PJJ? Bagaimana peran orang tua dalam mendampingi anak-anak yang baru pertama kali menjajaki dunia pendidikan formal TK atau SD?
Tipe-Tipe Orang Tua ala PJJ
Pengalaman pembelajaran daring setelah 1 tahun pandemi ini ternyata memunculkan tipe-tipe orang tua terkait peran mereka dalam PJJ. Tipe-tipe orang tua ini terlihat oleh para guru ketika mengamati proses belajar dan hasil kerja anak didiknya. Ada 4 tipe orang tua yang dimunculkan dari pengalaman PJJ selama ini.
- Orang tua mendampingi.
Orang tua (bisa salah satu) selalu mendampingi anak belajar. Ketika anak mengerjakan, orang tua menolong sesuai bagiannya. Ketika anak mengalami kesulitan, orang tua mengarahkan supaya anak bisa belajar mencari solusi atas kesulitan tersebut. Orang tua terus memberi semangat. Anak tetap melakukan tanggung jawabnya dan orang tua mendampinginya dengan benar. Anak yang memiliki orang tua tipe ini akan punya daya juang untuk maju dan berkembang, memiliki rasa percaya diri, dan lebih mandiri.
- Orang tua membiarkan.
Ketika anak belajar, orang tua tidak mendampinginya. Anak dibiarkan mengerjakan tugas secara mandiri tanpa pendampingan, termasuk ketika ada kesulitan. Kondisi ini akan membuat anak mudah menyerah, kecewa, dan stres. Ketika menemui kesulitan, anak cenderung akan mengabaikan dan tidak mencari solusi karena tidak ada yang mengarahkan, tidak tahu bagaimana caranya. Anak dengan orang tua bertipe ini akan sulit untuk berkembang, gampang murung, mudah mengabaikan, dan tidak percaya diri.
- Orang tua menggantikan.
Ada pula tipe orang tua yang suka menggantikan peran anaknya. Biasanya, orang tua dengan tipe ini adalah orang tua yang tidak sabaran. Ketika anaknya tidak memahami sesuatu, orang tua tidak mengarahkan, tetapi malah menggantikan peran anaknya dengan mengerjakan tugas tersebut. Anak menjadi lebih santai, tidak ada keinginan untuk berjuang, tidak terbiasa mencari solusi, selalu mengandalkan orang lain, dan akan sulit untuk maju.
- Orang tua mewakilkan.
Tipe ini selalu meminta orang lain untuk menggantikan perannya dalam mendampingi anak belajar. Biasanya, orang tua akan meminta kakak atau anaknya yang sudah lebih besar, tante, bahkan nenek atau kakeknya untuk mendampingi anaknya belajar. Biasanya, kesibukan atau pekerjaan menjadi faktor penyebab mereka harus mewakilkannya kepada orang lain. Meski ada yang mendampingi, tetapi anak tetap memerlukan dukungan langsung dari orang tuanya. Jika tidak, perkembangan anak juga akan kurang maksimal. Respek anak kepada orang tua bisa jadi akan berkurang, dan anak akan lebih banyak mendengarkan orang lain ketimbang orang tuanya sendiri.
Pendidikan Berbasis Keluarga
Peran orang tua dalam PJJ mengingatkan kita akan satu tokoh terkenal di Indonesia. Ia sangat getol menggencarkan peran orang tua dalam pendidikan anak. Siapa dia? Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara. Ia sering menekankan konsep Pendidikan Berbasis Keluarga (PBK). “Pokoknya pendidikan harus terletak di pangkuan ibu bapa, karena hanya dua orang inilah yang dapat ‘berhamba pada sang anak’ dengan semurni-murninya dan se-ikhlas-ikhlasnya, sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang cinta kasih yang tak terbatas”, inilah yang menjadi peran orang tua dalam pendidikan. Orang tua sangat berperan penting, baik sebagai edukator dan motivator belajar bagi anak.
Konsep yang digagas dan ditekankan oleh Ki Hadjar Dewantara harus dilakukan oleh orang tua. PJJ tidak akan menjadi tantangan besar jika keluarga menerapkan PBK. Pendidikan anak bukanlah semata tanggung jawab pihak sekolah atau guru, melainkan tanggung jawab keluarga. Disadari atau tidak, PJJ membuka kesempatan dan kesadaran bagi keluarga, khususnya orang tua, untuk makin memaknai perannya sebagai orang tua dalam mendidik dan mendampingi anak.
PJJ dan PBK bukanlah dua hal yang berseberangan. Justru saling melengkapi, sudah akrab. PBK menjadi hal esensi bagi kelancaran dan kemajuan PJJ yang sedang digiatkan di Indonesia. Semakin akrab ya PJJ dan PBK. Jika keluarga menerapkan pendidikan berbasis keluarga dan belajar daring dilakukan dengan tepat, pendidikan dan generasi di Indonesia akan lebih mudah dimajukan.