Berita yang ramai minggu ini adalah perjalanan Presiden Jokowi ke luar negeri. Mulai dari menghadiri KTT G20 di Roma dimana Indonesia menjadi Presidensi G20, juga perjalanan ke Skotlandia dan rencana perjalanan ke Uni Emirat Arab. Banyak kisah menarik yang bisa disimak.
Kisah paling ringan tentu tentang kesederhanaan pemerintahan Jokowi. Ada yang berbeda dalam kunjungan ke luar negeri kali ini. Presiden dan rombongan menggunakan pesawat berbadan lebar milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia dan bukan pesawat kepresidenan. Pertimbangannya adalah efisiensi waktu, penghematan anggaran, dan juga protokol kesehatan.
Dengan menggunakan pesawat berbadan lebar, perjalanan menuju Roma selama 13 jam ini bisa dilakukan langsung tanpa perlu transit. Protokol Kesehatan menjadi lebih sederhana. Efisiensi anggaran juga dimaksimalkan karena pesawat berbadan lebar mampu mengangkut Presiden dan semua Menteri-menteri yang ikut serta dalam KTT G20.
Kehormatan besar juga diterima Indonesia karena di bawah pemerintahan Jokowi, Indonesia dipercaya menjadi Presidensi G20. Sebagai tuan rumah penyelenggaraan pertemuan G20 ditahun 2020, Indonesia akan ikut berperan aktif mendorong upaya bersama untuk pemulihan ekonomi dunia dengan tema besar “Recover Together, Recover Stronger”. Pemulihan ekonomi dunia yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan. Presiden RI Jokowi dalam KTT G20 di Roma, mendorong pemulihan global yang lebih merata, karena selama ini dampak yang jauh lebih besar ditanggung oleh penduduk yang berada di negara berkembang dan berpenduduk miskin.
Dalam sejarahnya, G20 menjadi forum yang sangat efektif menyelesaikan permasalahan global dan menjadi representasi perekonomian dunia karena negara-negara yang tergabung di G20 ini menguasai 85% PDB dunia, 80% investasi global, 75% perdagangan dunia, dan 66% populasi dunia. Dari sisi pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi, kegiatan Presidensi G20 di Indonesia selama setahun penuh itu diperkirakan akan meningkatan PDB nasional hingga Rp7,4 Triliun.
Di sela-sela KTT G20, Presiden Jokowi juga masih sempat menghadiri KTT Rantai Pasok Global, dan menyampaikan pentingnya semua negara bekerja sama mendukung investasi dan kerjasama teknologi terutama bagi negara berkembang.
Dalam penanganan perubahan iklim dan lingkungan hidup di KTT G20, Jokowi kembali menegaskan pentingnya kerja sama dan bukan saling menyalahkan. G20 juga harus menjadi penggerak pemulihan hijau dan memastikan tidak ada satu pihak pun yang tertinggal, dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Penanganan perubahan iklim harus mempersiapkan negara berkembang untuk melakukan transisi energi, termasuk menjamin transisi ke energi terbarukan tersebut aman, mudah diakses dan yang terpenting: terjangkau.
Pidato Jokowi sepanjang KTT G20 di Roma itu, tak ayal menarik perhatian publik dunia. Pemimpin-pemimpin dunia meyakini Jokowi sangat menguasai masalah, terutama bila berkait masalah kerja sama dan menyuarakan kepentingan negara berkembang. Berbagai ungkapan kekaguman dilontarkan para pemimpin dunia. Malcolm Turnbull, Perdana Menteri Australia mengungkapkan Jokowi adalah role model kepemimpinan dalam organ pemerintahan modern. Turnbull menggenapi pujian Kishore Mahbubani tentang kemampuan kerja sama Jokowi dalam artikelnya, The Genius of Jokowi, yang menghebohkan itu.
Pangeran Charles dari Kerajaan Inggris juga menyampaikan apresiasinya kepada Presiden Jokowi di hadapan pemimpin dunia pada KTT G20 di Italia. Integritas Jokowi dalam menyelamatkan alam Indonesia membuat Pangeran Charles percaya Jokowi mampu menyelesaikan masalah perubahan iklim dalam kepemimpinannya di Presidensi G20. Pangeran Charles melihat upaya penyelamatan planet dari bencana perubahan iklim membutuhkan biaya besar. Tak ada satu pun pemerintahan yang akan mampu melakukan penyelamatan planet dengan sikap individualis. Harus dikerjakan bersama secara bergotong-royong. Presiden Jokowi menurut Pangeran Charles, terbukti berulang kali mampu melakukan kerja sama dengan berbagai macam kelompok dan kepentingan.
Kemampuan kerja sama itu pula yang membuat Pemerintah RI di bawah Jokowi banyak meraup investor dari luar negeri. Salah satunya dengan Uni Emirat Arab. UEA terpantau gencar menanamkan modal di Indonesia. “UEA sedang giat-giatnya menaruh uang di Indonesia,” kata Duta Besar Indonesia untuk Uni Emirat Arab (UEA) Husin Bagis pada 1 November 2021. Faktor utama penggerak investasi di Indonesia karena dirasa kondisi Indonesia di bawah Jokowi dianggap kondusif. Qatar, Oman, Bahrain, dan Arab Saudi pun menyusul ikut berinvestasi di Indonesia.
Perjanjian kerjasama CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) dengan UEA diperkirakan akan meningkatkan sektor perdagangan dan jasa hingga 2-3 kali lipat. Kerja sama inilah yang membuat Presiden Jokowi dijadwalkan akan mengunjungi Abu Dhabi dan Dubai pada 3-4 November 2021.
Setelah KTT G20 di Roma, Jokowi juga melanjutkan perjalanan ke Glasgow, Skotlandia untuk menghadiri KTT Perubahan Iklim COP 26 yang berlangsung pada 1 – 2 November 2021. Konferensi perubahan iklim ini memiliki tujuan agar negara-negara dunia menjaga tingkat kenaikan suhu tak melebihi satu setengah derajat celcius dalam 50 tahun ke depan, serta mengatur pendanaan untuk perubahan iklim. Negara-negara kaya berjanji untuk menyalurkan $100 miliar per tahun kepada negara-negara yang kurang kaya untuk mencegah kenaikan suhu lebih lanjut. Dan semua tantangan untuk mengatasi krisis iklim ini harus dilakukan dengan bekerja sama. Membangun kolaborasi antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat sipil.
Ketika diminta pendapatnya mengenai penanganan iklim, Presiden Jokowi menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan antara negara maju dan berkembang mengenai perubahan iklim. Negara-negara maju, harus menunjukkan langkah lebih konkret terutama dalam hal dukungan pendanaan untuk negara-negara berkembang dalam melakukan transisi ke energi terbarukan.
Apa yang diungkapkan Jokowi ini senada dengan apa yang menjadi pidato Jokowi dalam KTT G20 beberapa hari sebelumnya. Kerjasama, dalam hal ini kemitraan global, bagaimana menciptakan kerja sama yang saling menguntungkan. Kolaborasi selalu menjadi kekuatan utama Jokowi. Jokowi bahkan tak ragu untuk bekerja sama dengan rivalnya sekalipun. Pihak-pihak yang selama ini berseberangan dengannya. Suatu komunikasi politik yang mengedepankan kerendahan hati.
Di tingkat dunia, kemampuan kerjasama yang dibangun melalui komunikasi politik ala Jokowi ini amat diperlukan dalam mengelola perdamaian dunia. Hanya Jokowi yang mampu merangkul rival-nya untuk masuk dalam kabinetnya. Hanya Jokowi pula yang dapat merangkul orang dengan pandangan politik jauh berbeda menjadi wakilnya. Ia juga membina komunikasi politik dengan Parpol dan banyak kelompok masyarakat lewat prinsip: “Rendahkanlah hatimu sampai orang yang membencimu tak bisa menjatuhkanmu lagi”.
Seperti yang telah ditulis Mahbubani dalam The Genius of Jokowi, kemampuan diplomasi dan bekerja sama inilah yang amat diperlukan bagi negara-negara dunia. Dunia masih sarat dengan konflik dan memerlukan orang sekualitas Jokowi untuk memimpin negara mereka masing-masing. Pemimpin yang mau merendah dan bersikap rendah hati dalam melakukan diplomasi yang bisa membawa langkah panjang perdamaian.
Selain Kerja Kerja Kerja…sesungguhnya kekuatan Jokowi adalah kerja sama.
Vika Klaretha Dyahsasanti