Ingat perseteruan eks Menteri Kesehatan, Letjen TNI Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad dengan IDI–Ikatan Dokter Indonesia? Kini perselisihan kedua belah pihak tersebut memasuki babak baru. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) resmi memberhentikan dr Terawan dari keanggotaan IDI dalam muktamar IDI 2022 yang berlangsung di Aceh. Ini pemberhentian secara permanen alias berlaku seumur hidup. Artinya, Pak Terawan tidak akan dapat surat izin praktik lagi sebagai dokter di Indonesia, tidak bisa praktik sebagai dokter lagi di seluruh fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit, klinik, di Indonesia. Jika tetap nekad membuka praktik sebagai dokter, bisa disebut illegal.
Bukan kali ini saja pemecatan dialami oleh dokter Terawan. Total sudah tiga kali beliau mengalaminya. Yang pertama, dipecat sementara dari anggota IDI tahun 2018. Tetapi Pak Terawan masih bisa praktik sebagai dokter. Malahan di waktu itu oleh Pak Jokowi diangkat menjadi Menteri Kesehatan. IDI kala itu mengajukan protes namun Pakde tak bergeming. Rupanya Pak Jokowi memang ingin membuktikan, di balik populer dan kontroversialnya Pak Terawan, kapasitasnya sejauh mana jika diberi kesempatan.
Yang kedua, dokter Terawan dipecat oleh Presiden Jokowi dari jabatan Menkes karena dianggap kurang sigap mengatasi pandemi. Bahkan beberapa kali dia melakukan blunder dengan statemen-statemennya yang memicu keriuhan. Satu yang cukup terkenal tentu saja menganggap covid sebagai flu biasa, nanti juga sembuh sendiri. Seorang Menteri Kesehatan bersikap begitu santai dan meremehkan virus mematikan itu, ketika sebagian besar negara yang mengalami lebih dulu begitu panik.
Dan yang ketiga, Maret 2022 ini dokter Terawan dipecat permanen atau seumur hidup dari keanggotaan IDI.
Tak pelak, keputusan IDI ini menuai banyak protes, termasuk yang terjadi saat muktamar masih berlangsung. Sebagian netijen di dunia maya, yang sejak lama sudah menaruh hati dan simpati terhadap dr Terawan pun ramai-ramai membelanya. Dari urusan vaksin nusantara yang katanya dihalang-halangi sampai praktik terapi cuci otak yang kontroversial dibawa-bawa, dijadikan alasan bahwa dr Terawan selama ini adalah korban a.k.a dizodlimi.
Narasi pembelaan netijen masih terus bergulir. Yang makin gak nyambung juga ada. Dari soal etika profesi kedokteran sebagai masalah utama kini IDI disamakan dengan MUI bahkan pembela teroris. Adalah pernyataan Satgas IDI yang merupakan pernyataan pribadi dipersepsikan sebagai pernyataan mewakili organisasi. Pernyataan yang sengaja diframing untuk menyudutkan IDI sehingga publik makin benci.
Yang terbaru, ketua IDI 2022 terpilih dan dikukuhkan di muktamar Aceh, Muhammad Adib Khumaidi SpOT, ternyata diketahui adalah Ketua Lembaga Kesehatan MUI sejak tahun 2021. MUI akhir-akhir ini beritanya lebih dominan bercitra negatif di masyarakat. Akhirnya isu ini menjadi gorengan baru. IDI disejajarkan dengan MUI. Apalagi beberapa waktu lalu ada pengurus tertangkap Densus 88. Makin miringlah prasangka netijen terhadap para pengurus IDI.
Tentu saja IDI sangat berbeda dengan MUI. IDI hanya mengurus anggotanya, sedangkan MUI mengurus juga orang lain yang bukan anggotanya, tepatnya umat Islam. Walau kadang sampai offside senggal-senggol urusan umat agama lain. MUI eksklusif pengurus dan anggotanya umat Islam, sedangkan anggota IDI berlatar belakang berbeda-beda dari beragam agama.
Di media sosial, yang menyatakan keputusan IDI sudah tepat ,juga tidak sedikit. Akun dokter-dokter yang paham etika profesi kedokteran dan masyarakat yang melek literasi prosedur kesehatan ikut menyoroti. Mereka berpendapat ada prosedur yang harusnya dilakukan Terawan tapi nyatanya tidak dijalankan sebagaimana mestinya sebuah SOP wajib sebagai seorang dokter.
Lalu, seberapa parah sih sebenarnya pelanggaran yang dilakukan dr Terawan sehingga IDI sampai mengambil keputusan untuk melakukan pemecatan? Berikut pelanggaran etika yang diperbuat oleh dr Terawan:
- Terawan belum menyerahkan bukti telah menjalankan sanksi etik sesuai SK MKEK Nomor 009320/PB/MKEK – Keputusan 02/2018 tertanggal 12 Februari 2018 hingga hari ini (hari di mana surat dr MKEK dikirimkan kepada ketua umum PB IDI pada 8 Februari 2022).
- Terawan melakukan promosi kepada masyarakat luas tentang Vaksin Nusantara sebelum penelitiannya selesai.
- Terawan bertindak sebagai ketua dan Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI) yang dibentuk tanpa melalui prosedur yang sesuai dengan tatalaksana dari organisasi (Ortala) IDI dan proses pengesahan di muktamar IDI.
- Terawan menerbitkan surat edaran nomor 163/AU/Sek/PDSRKI/XII/2021 tertanggal 11 November 2021 yang berisikan instruksi “kepada seluruh kepala cabang dan anggota PDSRKI di seluruh Indonesia agar tidak merespons ataupun menghadiri” acara PB IDI.
- Terawan telah mengajukan permohonan perpindahan keanggotaan dari IDI Cabang Jakarta Pusat ke IDI Cabang Jakarta Barat yang salah satu syaratnya adalah mengisi form mutasi keanggotaan yang berisi pernyataan tentang menjalani sanksi organisasi dari/atau terkena sanksi ikatan dokter Indonesia.
Lalu bagaimana dengan praktik “cuci otaknya” yang dipercaya bisa menyembukan stroke? Entahlah. Yang jelas IDI tak akan memberi izin. Mungkin bisa dicoba lanjut sebagai praktik pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif di Indonesia juga banyak peminatnya. Itu akan tetap bisa laris, apalagi ada tokoh-tokoh terkenal yang sudah “berhasil” disembuhkan.
Atau alternatif terakhir adalah mengurus izin praktik di negara tetangga. Pilih negara yang kurang maju dibandingkan Indonesia misalnya Papua Nugini, Timor Leste misalnya. Untuk negara yang sejajar macam Malaysia, Filipina apalagi Singapura kemungkinan ditolak.
Pertanyaan terakhir, bukankah dulu Pak Terawan juga dipecat oleh Pak Jokowi. Kenapa tidak heboh dan dibela semasif seperti sekarang ini? Bukankah pemecatan dokter Terawan dari jabatan Menteri Kesehatan adalah suatu bukti bahwa ada yang tidak beres dari beliau?