Gebrakan Gibran: Menggerakkan Ekonomi dan Diplomasi Budaya

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka bikin hajatan besar lagi. Kali ini, Gibran menyiapkan konser grup band metal Dream Theater yang bakal digelar 10 Agustus di Stadion Manahan. Ia memastikan infrastruktur di Solo siap mendukung penampilan band metal asal Amerika Serikat itu. Semenjak menjadi Walikota Surakarta atau Solo, Gibran memang telah membuktikan bahwa infrastruktur Solo memang siap menyelenggarakan aneka event-event internasional. Mulai dari Piala Presiden hingga Asean Para Games, dan G20.

Mendatangkan Dream Theater bukan masalah kaleng-kaleng. Nama besar Dream Theater memang memiliki magnet tersendiri. Apalagi Dream Theater baru saja meraih Grammy Award di tahun 2021. Band metal satu ini terkenal selektif memilih tempat tournya. Untuk wilayah Asia, selain di Indonesia, band metal itu hanya akan menggelar konser di Jepang. Inilah yang menyebabkan fans Dream Theater dari negara tetangga berduyun-duyun ke Solo kali ini.

Konser Dream Theater di Solo tahun ini sebenarnya konser tahun 2020 yang tertunda akibat pandemi. Pemindahan lokasi konser ke Solo pun melalui proses pertimbangan yang juga tidak kaleng-kaleng. Bukan hanya kesiapan infrastruktur saja yang menjadi pertimbangan, tetapi kesiapan masyarakatnya. Baik dari segi ekonomi maupun budaya.

Konser Dream Theater memiliki berbagai dampak baik bagi kota Solo. Mulai dari percepatan ekonomi hingga menjadi alat diplomasi budaya. Konser ini juga menjadi bukti, tidak hanya Jakarta kota di Indoensia yang mampu menyelenggarakan event international. Banyak kota lain juga memiliki infrastruktur memadai dan mampu menyelenggarakan konser musisi internasional. Gebrakan dari Solo ini bisa diikuti daerah-daerah lain.

Yang menarik perhatian tentu saja bukan hanya Dream Theater-nya, tetapi sosok Gibran sebagai walikota muda. Ini kali kedua Mas Wali punya hajatan double impact, penggerak ekonomi sekaligus diplomasi budaya.

Di bulan Juni 2022, Gibran membuka pameran UMKM di Paris, Perancis. Bertajuk Java in Paris, kali ini Gibran melalui Pemkot Surakarta yang dipimpinnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Paris, Le BHV Marais, dan Shopee bekerja sama menghadirkan program apresiasi dan dukungan kepada UMKM. Ratusan jenis produk UMKM Indonesia akan dipasarkan di Le BHV Marais, sebuah department store jaringan Galery Lafayette selama Juni-Juli 2022. Melalui proses kurasi yang ketat, aneka produk batik Solo, kerajinan tangan, kopi lokal Indonesia, anyaman, fesyen lokal, hingga bahan organik dipasarkan di sana.

Gibran berharap, Java in Paris bisa menaikkan kelas UMKM Indonesia. Kegiatan tersebut merupakan momentum UMKM Indonesia menembus pasar dunia.  Java in Paris juga menjadi medium yang tepat bagi masyarakat luar negeri untuk mencari tahu budaya Indonesia. 

Java in Paris memberi kejutan masyarakat Paris dengan adanya parade pergelaran seni tari dan musik Jawa. Jalan sekitar Le BHV Marais sengaja ditutup dari lalu lintas kendaraan demi acara ini. Penyanyi Anggun C Sasmi pun ikut memeriahkan acara dengan menyinden diiringi gamelan. Inilah sisi diplomasi budaya hajatan Gibran di Paris ini.

Direktur Le BHV Marais, Amandine de Souza mengatakan kerja sama tersebut sangat ditunggu-tunggu oleh BHV Marais. “Kerja sama ini untuk menunjukkan kepada masyarakat Prancis sesuatu yang asli dari Indonesia yang modern, dengan budayanya dan dengan selera yang sesuai dengan budaya Prancis,” kata Amandine.

Seperti juga Java in Paris, konser Dream Theater diperkirakan menjadi event yang bisa mendatangkan banyak massa sehingga menggerakkan sektor pariwisata, mulai dari perhotelan, kuliner, wisata, transportasi, dan tentu saja wisata budaya. Termasuk UMKM yang punya peran besar mendukung sektor pariwisata.

UMKM naik kelas’ bahkan menjadi program utama Gibran untuk bangkit dari pandemi. UMKM selama ini memang menjadi penggerak terbesar perekonomian Solo. Mengingat wilayah Solo yang tak terlalu luas, tak memungkinkan untuk pertanian sekaligus tak memiliki pertambangan dan bukan kawasan industri. Menggerakkan UMKM artinya meningkatkan kesejahteraan warga, sekaligus meningkatkan pendapatan daerah.

Banyak kepala daerah meningkatkan pendapatan daerahnya hanya dengan memacu pajak dan retribusi daerah setinggi-tingginya. Akibatnya, produk-produk lokal menjadi berbiaya tinggi dan tak lagi berdaya saing. Gibran berbeda, ia menginginkan meningkatnya pendapatan daerah melalui makin menggeliatnya sektor riil. Dalam hal ini dengan menggerakkan UMKM.

Di sisi lain diplomasi budaya menjadi bagian dari pembangunan budaya. Tujuannya membangun kesadaran masyarakat dengan melakukan perbaikan yang berawal dari diri sendiri. Perbaikan itu dibiasakan hingga akhirnya menjadi  perilaku keseharian.

Bangsa-bangsa besar seperti Barat, Cina, Jepang, Korea dan India bercirikan adanya budaya yang kuat dan mengakar di masyarakatnya. Masyarakat berbudaya kuat tak mudah terombang-ambing, tidak rentan terhadap perpecahan. Meski terdiri dari berbagai etnis, semua budaya-budaya di Nusantara juga memiliki kearifan lokal yang menjadikan kita hidup rukun dan bijak terhadap alam sejak dahulu kala. Budaya-budaya di Nusantara terkenal humanis dan damai. Menerima keberagaman, mengedepankan musyawarah saat dihadapkan perbedaan pendapat.

Melalui Java in Paris dan konser Dream Theater, Gibran melakukan diplomasi budaya itu. Di Paris jelas ia memperkenalkan budaya Jawa. Dalam menyelenggarakan konser Dream Theater, apa yang dilakukan Gibran lebih kompleks lagi. Ia membuka kesempatan besar bagi para penonton konser Dream Theater yang mengunjungi Solo untuk mengenal budaya Jawa. Di sisi lain, Gibran pun memberikan kesempatan pada masyarakat Solo untuk mempelajari bagaimana manajemen pertunjukan kelas dunia dilakukan. Ini menjadi penting, karena Solo adalah kota budaya dengan iklim berkesenian yang tinggi. Ada banyak performer kesenian di Solo, baik kesenian modern,  tradisional, maupun hybrid. Para performer kesenian itu tentu bisa belajar dari Dream Theater.

Tentu saja meningkatkan gairah dan kualitas berkesenian ini tak semata demi pariwisata. Gibran sadar betul, sebagai kota budaya Solo dikenal sebagai kota pustaka, pusaka dan pujangga. Solo memiliki tradisi literasi yang kuat. Radya Pustaka, museum tertua di Indonesia serta Rekso Pustaka, perpustakaan milik Mangkunegaran yang sudah ada sejak lebih satu abad lalu, menjadi buktinya. Ditambah lagi dengan kehadiran Studio Lokananta yang menyimpan banyak dokumentasi audio dan video. Revitalisasi Lokananta sendiri menjadi salah satu dari 10 program pembangunan prioritas Gibran. Karena Gibran sadar, meningkatkan literasi adalah pondasi untuk membangun budaya.

Dari segi karya dan pujangga, Solo di masa lalu melahirkan banyak pujangga. Di antaranya Yasadipura, Paku Buwana IV  yang menulis Serat Wulang Reh, Mangkunegara IV yang menulis Serat Wedhatama, Paku Buwono V yang menulis Serat Centhini, Padmasusastra dan Ranggawarsita. Inilah yang akan dihidupkan kembali oleh Gibran. Meningkatkan literasi, melahirkan kaum muda kreatif berkesenian yang tak asing dengan budayanya sekaligus menjadi garda depan dalam pelestari budaya.

Mengapa kebudayaan dianggap penting? Dalam tradisi Jawa, sering kali ajaran moral atau budi pekerti disampaikan secara halus melalui kesenian. Ini semua karena seni mengasah kepekaan dan kehalusan budi pekerti. Nyaris semua budaya di Nusantara menggunakan prinsip ini, yang menjadi penyebab Bangsa Indonesia terbiasa hidup dalam keberagaman sejak berabad-abad lalu. Ajaran-ajaran luhur menjadi tameng ketahanan budaya di tengah derasnya paham-paham ekstrem seperti radikalisme dan terorisme.

Tentu saja berkesenian tak bisa serta merta dilakukan dengan perut lapar. Diperlukan pondasi ekonomi sebelum membangun budaya. Perekonomian harus digerakkan dulu. Di situ kita akan paham mengapa Gibran mengadakan kegiatan double impact seperti Java in Paris dan konser Dream Theater.

Kita semua tahu, setelah era Jokowi, sejumlah kepala-kepala daerah baru meniru mentah-mentah kiat-kiat Jokowi. Gencar dalam pembangunan infrastruktur. Konon bila era subsidi adalah era SBY, era pembangunan fisik dan kesejahteraan dasar adalah era Jokowi. Namun tantangan zaman terus berubah. Pembangunan budaya diperlukan agar masyarakat mampu beradaptasi menghadapi percepatan perkembangan teknologi. Masyarakat yang tidak gampang gagap teknologi dan gegar budaya. Hingga saat ini, tak banyak kepala daerah yang menyadari hal ini. Dan beruntung Gibran menjadi salah satunya. Bahkan mungkin yang terdepan.

Usia Gibran yang relatif muda pun dianggap sangat pas untuk menghadapi Bonus demografi, saat komposisi masyarakat didominasi kaum muda berusia di bawah 40 tahun hingga lebih 60 persen. Arah masa depan bangsa akan ditentukan oleh para milenial. Mereka harus dipersiapkan agar tak lepas dari akar budayanya agar mampu menggunakan kepekaan nurani dan budi pekerti. Namun kendalanya, bukan mudah memahami milenial bagi sebagian besar kita.

Gibran bukan hanya memahami milenial tetapi ia bagian dari milenial itu sendiri. Barisan milenial adalah barisan pemuda punya potensi perubahan yang sangat besar. Sebagaimana Presiden Soekarno pernah berkata “Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”.

Siapapun yang berniat menjadi pemimpin di masa depan perlu mempersiapkan kaum muda agar cakap berteknologi, kreatif, sekaligus berbudaya. Seseorang yang tidak canggung dengan modernitas tapi tetap menjunjung akar budayanya. Gibran memiliki itu. Sebagaimana Gibran menggemari lagu-lagu Dream Theater Spririt Carries On yang bermuatan spiritual.

If I die tomorrow

I’d be alright

Because I believe

That after we’re gone

The spirit carries on…”

Vika Klaretha Dyahsasanti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *