Gibran Menang Banyak, Siap ke DKI?

Joko Widodo yang merupakan pengusaha kayu dan mebel maju dalam kontestasi Pilkada Kota Surakarta tahun 2005 berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo. Pasangan ini menang dalam 2 periode Pilkada. Jokowi dan Rudy membuat legacy pertamanya berupa pemindahan Pasar Klithikan di Monumen Banjarsari atau Monjari ke kawasan Semanggi, yang kemudian diberi nama pasar Klithikan Notoharjo. Untuk mengembalikan Monjari kembali menjadi ruang publik masyarakat Solo.

Di periode keduanya, pasangan Jokowi-Rudy memenangi lebih dari 90% total suara. Itu yang membuat PDIP berani mengusung Jokowi ke DKI Jakarta. Berpasangan dengan Ahok, Joko Widodo memenangi Pilgub DKI Jakarta, mengalahkan petahana Fauzi Bowo. Dan kemudian Joko Widodo maju di kontestasi Pilpres 2014 berpasangan dengan Jusuf Kalla, dan menang.

Tak dipungkiri, putra Jokowi Gibran Rakabuming juga menjadi magnet media seiring dengan dilantiknya sang ayah menjadi Presiden pada 2014. Ia anak pertama presiden Jokowi yang sebelumnya dikenal lebih menutup diri pada media. Gibran fokus menjadi pengusaha yang sukses di bidang kuliner, kemudian diikuti usahanya yang lain. Waktu itu Gibran Rakabuming sempat memberi pernyataan pada media bahwa ia tak tertarik pada dunia politik.

Enam tahun kemudian, pada tahun 2020 tiba-tiba ia muncul ikut memperebutkan tiket rekomendasi bakal calon Wali Kota dan bertarung di Pilkada Kota Surakarta Tahun 2020.

Pada sebuah kesempatan pertemuan dengan senior kelompok kultural PDIP ia menjawab pertanyaan seniornya mengapa ia tiba-tiba terjun di dunia politik. Bahwa ia bukan tidak tertarik pada dunia politik sama sekali, melainkan fokus membesarkan usahanya kala itu. Dan sebagai pengusaha ia berdiri di tengah, melayani semua kalangan.

Pilpres 2014 memunculkan polarisasi yang diwakili kata ‘cebong’ untuk pendukung Jokowi, serta ‘kampret’ untuk pendukung Prabowo. Kedua kutub ini bagaikan minyak dan air. Tak bisa bersatu, bahkan saling menyerang.

Gibran merebut tiket rekomendasi dari Ketua Umum PDIP untuk maju di Pilkada berpasangan dengan Teguh Prakosa. Gibran mampu menepis tuduhan bahwa tiketnya ke Pilkada Solo adalah privillese sebagai anak seorang presiden. Gibran nyata melakukan kerja-kerja politik saat itu untuk memenangi hati masyarakat Kota Solo. Hinggaa ia mampu meraih angka elektabiitas 3,5 kali lipat dari saat pertama mendapatkan rekomendasi partainya. Pasangan Gibran-Teguh menang atas pasangan Bagyo-Suparjo dengan perolehan suara 86,5%.

Sebagai magnet politik, magnet investasi dan terutama sebagai magnet media, sesaat setelah dilantiknya Gibran sebagai Wali Kota Solo, tak pernah sepi dari tamu. Baik tokoh maupun pejabat tinggi dari pusat. Masyarakat Solo diuntungkan dengan banyaknya program pusat yang dialokasikan di Solo. Belum genap setahun menjabat sebagai wali kota, beberapa tokoh petinggi partai pun datang menemuinya di Solo. Ini menyiratkan bahwa karpet merah tergelar untuk Gibran maju sebagai pemimpin daerah di tempat yang lebih tinggi lagi.

Tentu saja ini mengundang polemik di masyarakat yang sebagian besar berharap Gibran bisa fokus meletakkan pondasi lompatan untuk Kota Solo seperti ‘tagline’-nya saat kampanye. Suara-suara agar Gibran melaju di DKI Jakarta atau di Jateng di 2024 nanti cukup kencang. Hal ini diperkuat dengan komunikasi politik yang diperlihatkan Gibran akhir-akhir ini. Misal komunikasinya dengan Prabowo Subianto yang mengajarinya berkuda di suatu kesempatan saat berkunjung ke Hambalang.

Yang terbaru tiba-tiba Gibran berkunjung di kediaman Rocky Gerung. Bukan sesuatu yang aneh karena politik itu cair. Tapi cukup mengejutkan jika melihat latar belakang keduanya yang saling bertolak belakang. Rocky Gerung merupakan akademisi yang kemudian memutuskan terjun langsung dalam dunia politik, sebagai pendiri Partai Serikat Rakyat Independen dan duduk sebagai Majelis Pertimbangan di dalamnya.

Sebelumnya Rocky Gerung juga turut membidani berdirinya Partai Indonesia Baru. Sebagai seorang aktivis, bersama beberapa tokoh lain mendirikan Setara Institute for Democrasy and Peace, sebuah LSM yang melalukan penelitian dan advokasi tentang demokrasi, kebebasan politik dan hak asazi manusia. Rocky Gerung lebih banyak bergaul dengan tokoh yang beraliran sosialis. Terkenal juga sebagai dosen selalu kritis pada pemerinta sekarang. Rocky Gerung di mata teman-temannya dikenal sebagai sosok yang cerdas, intelek, elitis, fair. Walau tak sedikit juga yang memandang dia terlalu liberal untuk ukuran Indonesia pada umumnya.

Sementara Gibran Rakabuming adalah generasi milenial yang menempuh pendidikan di luar Indonesiaya. Nyaris tidak pernah bersinggungan langsung dengan kehidupan sosial di lingkungan sekitarnya. Tetapi Gibran punya penjalanan spiritual yang tak disadari orang lain. Ia salah satu orang yang beruntung bisa masuk ke Ka’bah dan mencium Hajar Aswad. Ia juga Wali Kota Solo pertama yang mengikuti ritual Malam 1 Sura dari Kraton Surakarta Hadiningrat maupun Pura Mangkunegaran. Bisa jadi Gibran tak kenal kitab-kitab yang menjadi bacaan aktivis sosialis seperti teman-teman Rocky Gerung. Maka ketika dua tokoh ini berbincang 2 jam, menjadi sangat luar biasa.

Lalu kira-kira apa yang membuat Gibran menemui Rocky Gerung? Yang jelas mereka berdua memang punya kesamaan. Mereka sama-sama berpikiran out of the box. Kedatangan Gibran Rakabuming bisa diartikan sebagai upaya komunikasi politik awal Gibran masuk ke DKI Jakarta. Rocky Gerung yang dicap sebagai orang yang rajin mengritisi presiden Jokowi menjadi penting untuk diajak berkolaborasi, mengakhiri polarisasi yang terjadi semenjak Pilpres 2014 dan berlanjut di Pilpres 2019 hingga sekarang.

Yang jelas pertemuan keduanya memang membuat publik kaget namun sekaligus menjadikan suasana sempat mencair. Terlihat dari aneka komentar di pemberitaan tentang bertemunya kedua tokoh yang berolak belakang latar belakang ini. Rata-rata komen bernada canda namun tersirat gembira. Ya… Gibran menang banyak.

Pada akhirnya semua bergantung pada partai politik pengusung dan Gibran pribadi untuk perhelatan pesta demokrasi 2024 nanti. Dan rasanya masih cukup waktu berharap ada legacy yang genuine ala Gibran di kota yang dipimpinnya saat ini, sebelum melompat dari Solo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *