Dua pekan menjelang penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, 17 dari 20 pemimpin negara anggota telah mengonfirmasi akan hadir. Pertemuan puncak negara-negara G20 di bawah presidensi Indonesia tersebut akan digelar di Bali pada November 2022 mendatang. Dua pemimpin baru negara anggota G20 yaitu Perdana Menteri (PM) Inggris Rishi Sunak dan PM Italia Giorgia Meloni juga menyatakan akan hadir.
Ini artinya KTT G20 kali ini akan dihadiri minimal 85% pemimpin negara anggota. Angka kehadiran yang cukup tinggi ini menjadi kehormatan bagi Indonesia, mengingat dunia saat ini berada dalam situasi yang masih belum normal pasca pandemi dan krisis perdamaian di kancah geopolitik. Apalagi KTT G20 ini berdekatan waktunya dengan perhelatan besar lain yaitu KTT ASEAN di Phnom Penh, Kamboja dan KTT APEC di Bangkok, Thailand.
Dunia memang sedang mengalami krisis perdamaian akibat rivalitas di antara sejumlah negara dalam memperebutkan pengaruh ekonomi dan politik, kehadiran yang tinggi pada KTT G20 itu menyiratkan kepercayaan dan harapan-harapan negara-negara lain pada Indonesia. Apalagi pertumbuhan ekonomi global menurun, inflasi dunia meningkat dan negara-negara maju mengalami krisis pangan. Presiden Jokowi bahkan menggambarkan krisis ini sebagai, “Kita mengerti banyak kepala negara pusing, di negara manapun betul-betul pusing. Dunia memang sedang tidak baik-baik saja. Pusing, sing…”
KTT G20 kali ini memang menjadi forum dialog sehingga bisa mencari solusi bersama, mencairkan kebekuan yang selama ini terjadi di antara negara-negara yang saling bersitegang dan berivalitas. Indonesia menjadi jembatan untuk menumbuhkan optimisme bahwa perselisihan bisa diselesaikan, dan harapan akan perdamaian dunia mulai terbit. Indonesia mengajak para mitra di G20 untuk mengedepankan collective resposibitily (tanggungjawab bersama) karena agenda prioritas pada KTT G20 ini adalah mencari solusi untuk pemulihan ekonomi global yang terus menerus dihantam dari satu krisis ke krisis lainnya.
Ukraina sebagai penghasil gandum terbesar di dunia, juga telah melakukan pembicaraan dengan Indonesia meski negeri tersebut dilanda krisis perang. Dalam akun twitternya, Presiden Volodymyr Zelenskyy mengunggah cuitan bahwa pembicaraannya dengan Presiden Jokowi mendiskusikan keberlanjutan Black Sea Grain Initiave, kebersediaan Ukraina menjadi penjamin ketahanan pangan global.
Sehari sebelumnya dalam pembicaraan via telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Rusia pun menjanjikan akan meneruskan kesepakatan tentang Black Sea Grain Initiative dan juga keberlanjutan ekspor produk pertanian dan pupuk dari Rusia. Sebagaimana dikutip dari kantor berita TASS Rusia, dalam pembicaraan via telepon Presiden Jokowi dan Presiden Putin itu, Rusia menyatakan kesiapan Rusia memasok gandum dalam jumlah signifikan ke negara-negara miskin. Tanpa ongkos, sebagai bantuan kemanusiaan. Untuk mendukung keamanan dan ketahanan pangan dunia. Tentu saja dunia merespon usaha perdamaian Presiden Jokowi ini dengan sangat positif.
G20 merupakan kumpulan negara dengan PDB besar. Merepresentasikan 80% ekonomi dunia, 75% perdagangan internasional, dan 2/3 populasi dunia. KTT G20 kali ini diharapkan mampu menunjukkan pada dunia bahwa seberapa besarnya perbedaan yang ada, semua dapat dipersatukan untuk kerja-kerja demi kesejahteraan dunia. Di sinilah peran Indonesia. Apalagi di bawah Presiden Jokowi, yang dikenal dunia sebagai salah satu pemimpin jenius yang perlahan membawa Indonesia berperan sentral di dunia.
Malcolm Turnbull, Perdana Menteri Australia mengungkapkan Jokowi adalah role model kepemimpinan dalam organ pemerintahan modern. Turnbull menggenapi pujian Kishore Mahbubani tentang kemampuan kerja sama Jokowi dalam artikelnya, The Genius of Jokowi, yang menghebohkan itu.
Pangeran Charles dari Kerajaan Inggris pernah menyampaikan apresiasinya kepada Presiden Jokowi di hadapan pemimpin dunia pada KTT G20 di Italia. Pangeran Charles percaya Jokowi mampu menyelesaikan masalah perubahan iklim dalam kepemimpinannya di Presidensi G20, karena upaya harus dilakukan dengan kerja sama. Presiden Jokowi, menurut Pangeran Charles, terbukti berulang kali mampu melakukan kerja sama dengan berbagai macam kelompok dan kepentingan.
Dalam KTT G20 di Roma setahun lalu, Presiden Jokowi menekankan kerja sama, dalam hal ini kemitraan global. Menciptakan kerja sama yang saling menguntungkan. Di bawah presidensi Indonesia, G20 mengutamakan perspektif negara berkembang. Sebuah perubahan positif karena selama ini G20 dinilai lebih condong pada kepentingan-kepentingan negara maju. Dalam G20, Indonesia akan mendorong pemulihan global yang lebih merata, karena selama ini dampak yang jauh lebih besar ditanggung oleh penduduk yang berada di negara berkembang dan berpenduduk miskin. “Pemulihan ekonomi dunia yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan,” demikian kata Presiden RI Jokowi dalam KTT G20 di Roma.
Sesuai dengan perkembangan ekonomi terkini, Indonesia akan mengangkat isu mengenai pangan. Pangan dan energi, memang menjadi isu yang sangat serius saat ini, karena semua negara dihadapkan pada ancaman krisis global dan ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang membuat pasokan pangan dan energi terhambat dan kemudian memicu inflasi yang tinggi di sejumlah negara.
Indonesia sendiri termasuk salah satu yang beruntung, karena tingkat inflasi masih terjaga pada level 5,71% per Oktober 2022. Jauh lebih rendah dari Amerika Serikat yang berada pada level 8,2%. Inggris di level 8,8%, Jerman 9%, dan Turki yang mengalami inflasi hebat hingga 83,5%.
Forum G20 sangat penting dalam menentukan arah kebijakan ekonomi dunia. Sebagai satu-satunya negara ASEAN yang menjadi anggota G20, Indonesia telah diakui menjadi kekuatan pasar baru (new established emerging market) dengan PDB di atas 1 Triliun US Dollar. Peran Indonesia menjadi penting dalam pemulihan kesehatan dan perekonomian dunia, apalagi karena Indonesia menduduki peringkat 10 dalam daftar Paritas daya beli (purchasing power parity) di antara anggota G20. Kegiatan Presidensi G20 di Indonesia selama setahun ini meningkatan PDB nasional hingga 7,4 Triliun rupiah.
Dampak pelaksanaan Presidensi G20 bagi perekomian Indonesia sendiri sangat banyak. Seluruh agenda pertemuan yang akan dilaksanakan sesuai sektor pembahasan isu di atas akan menghasilkan komitmen dan pernyataan bersama tentang isu global terkini dan hasil konsensus para anggota forum G20 kepada publik. Komunike yang dihasilkan mengandung berbagai manfaat, terutama bagi perekonomian Indonesia, diantaranya peningkatan konsumsi domestik hingga Rp1,7 triliun, di sektor pariwisata terjadi peningkatan wisatawan mancanegara hingga 1,8 juta – 3,6 juta dan juga terbukanya 600 ribu – 700 ribu lapangan kerja baru ditopang tak hanya di sektor pariwisata tetapi juga sektor kuliner, fashion, dan kriya. Rangkaian kegiatan G20 di Indonesia melibatkan UMKM dan menyerap tenaga kerja sekitar 33.000 orang, termasuk juga menurut Menteri Koperasi dan UMK, Teten Masduki, Presidensi G20 juga akan mendorong investasi pada UMKM dalam negeri, mengingat saat ini 80% investor global berasal dari negara-negara G20. Semua momentum ini tak lepas dari adanya UU Cipta Kerja, untuk meningkatkan kepercayaan investor global. Ini dari sisi dalam negeri.
G20 juga menyebabkan Indonesia berperan dalam mendesain kebijakan pemulihan ekonomi dunia. Bila perekonomian dunia membaik, maka kita akan menerima dampak positifnya, pemulihan ekonomi dunia dan domestik juga akan meningkatkan konsumsi masyarakat, peningkatan investasi dan kegiatan ekspor-impor yang tumbuh pesat. Dampaknya, penerimaan pajak menjadi tumbuh lebih dari 18 persen, penerimaan bea cukai tumbuh lebih dari 24 persen, dan penerimaan PNPB tumbuh lebih dari 23 persen.
Sejauh ini, perhelatan Presidensi G20 selama setahun ini memang salah satu capaian positif Indonesia dalam hubungan internasional. Semuanya dibangun melalui kepercayaan para negara mitra dan rekam jejak politik luar negeri Indonesia di era Presiden Jokowi. Presiden Jokowi sebagai representasi Bangsa Indonesia terkenal selalu menjembatani perbedaan dan tak pernah bersikap intrusive, atau menyerang negara lain. Kolaborasi selalu menjadi kekuatan utama Jokowi. Dunia kagum karena Presiden Jokowi bahkan tak ragu untuk bekerja sama dengan rivalnya sekalipun. Pihak-pihak yang selama ini berseberangan dengannya. Suatu komunikasi politik yang mengedepankan kerendahan hati.
Namun demikian, bukan berarti Indonesia dapat dipaksa dan diintimidasi untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip kenegaraan NKRI. Di tingkat dunia, kemampuan kerja sama yang dibangun Presiden Jokowi ini amat diperlukan dalam mengelola perdamaian dunia. Apalagi di tengah perubahan geopolitik pasca invasi Rusia ke Ukraina.
Perubahan geopolitik dunia memang berubah drastis setelah itu. Terjadi polarisasi anggota G20 yang lagi-lagi harus dijembatani Indonesia. Di satu pihak ada Amerika Serikat dan para sekutu tradisional, di sisi lain ada kubu Rusia. Beberapa negara lainnya tidak langsung mendekat ke salah satu kubu, tapi punya kadar kedekatan yang berbeda-beda dengan kedua kubu itu. Lagi-lagi di sinilah peran Indonesia, peran Presiden Jokowi, mengingatkan dan menegaskan bahwa keanggotaan G20 berdasarkan soliditas dan mengusung nilai inklusif. Tujuannya adalah memperbaiki masa depan dunia.
Di situlah Indonesia kemudian mengundang kedua kubu, sekaligus menjalin komunikasi internasional dengan negara-negara yang saling bertikai tersebut. Sampai sejauh ini, komunikasi berhasil. Bukan saja tingkat kehadiran yang tinggi di G20, tetapi juga pembicaraan-pembicaraan antar kepala negara yang berujung pada komitmen untuk mengatasi krisis pangan dunia. Mencairkan ego negara-negara yang bertikai di situ.
Sekali lagi, masa depan adalah kolaborasi sebagaimana kemampuan komunikasi Presiden Jokowi yang telah diakui dunia, plus politik bebas aktif yang telah digagas para pendiri Bangsa Indonesia. Pemimpin dunia kini mulai mengakui….
“Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
Vika Klaretha Dyahsasanti