Sedang ramai berita tentang Taliban di media sosial. Masyarakat khawatir bila rezim otoriter seperti Taliban berkuasa di Indonesia. Kekhawatiran ini semakin terasa karena para politisi yang bernafsu untuk memegang tampuk kekuasaan di Indonesia sungguh tak menjanjikan, tak bisa menjual, hanya menjual populisme. Seringkali tanpa sadar pamer kebodohan. Masyarakat menjadi antipati pada mereka.
Mari kita lihat salah satunya, Pangeran-pangeran Cikeas, AHY dan Ibas yang sedang bertubi-tubi mendapat pukulan berat. Pukulan berat dirasakan bagi Cikeas setelah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak gugatan yang diajukan Agus Harimurti Yudhoyono terkait aktivitas penyelenggaraan Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang digelar di Deli Serdang. Gugatan ditolak lantaran kubu AHY sebagai penggugat tidak beritikad baik. AHY tidak pernah menghadiri sidang mediasi.
Berbagai persoalan mendera perjalanan politik kakak beradik pangeran Cikeas. Dimulai dari dugaan keterlibatan Ibas dalam berbagai kasus korupsi di era SBY. AHY yang ejakulasi eh maaf pensiun dini sebagai tentara untuk berambisi menjadi Gubernur DKI namun gagal. lalu kegagalan AHY memimpin Partai Demokrat dan berujung gugatan ditolak itu. Sungguh rekam jejak yang aduhai.
Belum lagi deraan cibiran karena Nyonya AHY yang hedon, nyinyir dan salah kutip ayat. Hingga yang terbaru: ucapan ulang tahun Ibas pada kakaknya yang ia sebut sebagai ‘my one and only’. Semuanya membuat khalayak menilai kedua kakak beradik Cikeas ini sebagai politisi yang tak layak. Apakah ini juga mempengaruhi putusan hakim pada Putusan Pengadilan untuk gugatan AHY?
Di dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences, dijelaskan bila kecerdasan memiliki banyak bentuk, mulai dari kecerdasan musikal, logis-matematis, empatis dalam hubungan antar manusia dan tentu saja kecerdasan politik (political intelligence). Kecerdasan politik sangat penting bagi para politisi, supaya mereka bisa menjadi politisi yang baik. Sedang masyarakat seperti kita pun perlu memahami kecerdasan politik agar bisa mengenali politisi busuk, ataupun politisi kaleng rombeng.
Pertanyaannya apakah duo Cikeas memilikinya?
Ellen Vrana, psikolog politik, merumuskan kecerdasan politik, yakni integritas, kesadaran diri, empati, strategi dan eksekusi. Mari kita bahas dua saja dulu: integritas dan kesadaran diri.
Integritas adalah kemampuan orang untuk berteguh pada prinsip luhur kemanusiaan, seperti jangan mencuri, jangan membunuh, berbohong dan memfitnah. Masih ingat semboyan ‘katakan tidak pada korupsi’ yang dipopulerkan Ibas dalam iklan Partai Demokrat? Semboyan itu menjadi tertawaan dunia ketika kemudian kader-kader Partai Demokrat menjadi terpidana korupsi, dan beramai-ramai bersaksi bila Ibas terlibat. Sinyal keras bila intergritas Ibas dipertanyakan.
Kesadaran diri artinya memahami kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri. Seorang politisi harus paham, kapan ia perlu berbicara, dan kapan ia perlu diam. Mampu mengamati keadaan yang ada. Ia tidak perlu terus berkomentar tentang beragam hal yang justru semakin menunjukkan kedangkalan, kebodohan serta kesombongannya.
Untuk kesadaran diri ini, AHY dan Ibas sungguh sangat diragukan. Ucapan mereka sering tanpa didukung data, alih-alih dengan riset. Komentar mereka kerap memperkeruh keadaan, dan merendahkan martabat mereka sendiri yang seharusnya teladan rakyat. Kedua kakak beradik itu tidak terlihat banyak berkegiatan sosial tapi justru menuduh Indonesia sebagai negara gagal. Sontak komentar Ibas dilabrak masyarakat Indonesia. Ibas dianggap tidak peka, hanya punya empedu namun tidak punya empati.
Kali lain, mantan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie, yang notabene rekan separtai AHY membuat kritik cukup pedas. Menurutnya, kepemimpinan AHY hanya sebatas narasi, diksi, dan pencitraan bukan karena kinerja. Demikian penjelasan Marzuki pada CNN Indonesia pada Selasa 2 Februari 2021.Pencitraan yang mereka lakukan terbatas pencitraan level permukaan saja. Dangkal. Berusaha memperlihatkan diri hebat dan keren, tapi hasilnya justru ditertawakan.
Salah satu peristiwa yang sebenarnya menyedihkan tetapi membuat AHY ditertawakan banyak orang terjadi saat AHY harus pidato melepas kepergian ibundanya, Ibu Ani Yudhoyono. Suasana duka seharusnya diiringi dengan pidato yang lirih, menyiratkan duka cita mendalam, namun AHY justru tampil dengan suara menggelegar persis seperti anak-anak sedang berdeklamasi. AHY memang selalu bersuara lantang cetar gempar menggelegar saat berorasi, apapun situasinya. Bahkan diduga ia dulu melamar istrinya dengan lantang hingga seluruh tetangga mendengar.
Bagaimana dengan Ibas? Sebelas dua belas dengan sang kakak, Ibas bahkan lebih memancing tawa lagi. Ia sepertinya memiliki bakat melawak, sekaligus bakat berbahasa Inggris yang menjadikannya setara Vicky Prasetyo. Ucapan ulang tahunnya pada sang kakak baru-baru ini membuat masyarkat Indonesia terpingkal-pingkal.
“Hai, hai, it’s me Ibas, Mas AHY, Mas Agus Harimurti Yudhoyono yang saya sayangi dan dan saya banggakan, you are my brother, my one and only, selamat ulang tahun, semoga panjang umur, sehat dan senantiasa dilindungi Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT,” kata Ibas di akun Instagram-nya pada 13 Agustus 2021.
“Sebagai adik tentunya di hari yang berbahagia ini aku hanya bisa mendoakan. SBY family, we always support you, no matter what. Once you always said to ask all, Mas AHY selalu mengatakan dream big, work hard and never give up,” ujarnya.
Mengapa semua yang mendengar tertawa? Pertama tentu saja karena bahasanya. Sungguh khas artis Vicky Prasetyo. Campur-campur Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, namun dalam logat yang kaku. Tidak luwes seperti anak Jaksel. Ya iyalah, Ibas kan anak Cikeas.
Menjadi pertanyaan besar mengapa Ibas harus meniru Vicky Prasetyo, tidak menentukan jati dirinya sendiri. Bayangkan bila kelak Ibas digugat Vicky untuk perkara melanggar hak cipta, karena Bahasa campur-campur ala Vicky ternyata telah didaftarkan hak ciptanya oleh Vicky. Tidakkah Ibas paham tentang hak atas kekayaan intelektual?
Di samping itu, berbahasa Indonesia secara total, akan menunjukkan bila Ibas memiliki jiwa nasionalisme yang kuat. Kalaupun ingin menggunakan Bahasa Inggris, gunakan dalam seluruh percakapan. Sehingga tidak menimbulkan kesan ia sebenarnya tak bisa berbahasa Inggris. Ini membuktikan pula bila Ibas jarang mengamati sekitarnya. Seperti apa kualitas Bahasa Inggris mereka yang biasa cas cis cus…. Tentu bukan hasil belajar one night only. Sedang English-nya Ibas terasa you know lah… little banget.
Maksud hati terlihat keren dan intelek, apa daya malah terlihat jelek. Ia juga ingin terlihat sebagai adik yang baik tapi justru dianggap sebagai pencitraan. Sama konyolnya saat AHY membuat flyer ucapan selamat pada pasangan peraih emas Olimpiade Tokyo, dengan foto diri jauh lebih besar dari Greysia-Apriyani.
Makanya, kalau belum unggul, jangan dipaksa. Memaksakan diri di luar kemampuan itu tidak baik, apalagi dinilai banyak. orang. Malunya bisa bertahun-tahun, akan terus membekas dan diungkit lagi di kemudian hari. Simpel itu tidak berarti tidak bagus, kadang bisa lebih bagus jika dikerjakan dengan maksimal. Tapi apa mau dikata, maunya yang lebih keren tapi tak mampu, jadinya memalukan.
Tampillah apa adanya. Ketulusan itu citra terbaik yang tak perlu dibuat-buat. Memo up there will proud of you…
Eh tapi mungkin cita-cita Ibas sebenarnya mau jadi komedian kali ya. Kita aja yang terlalu berpikir positif mengira dia pengen jadi presiden.
Nia Megalomania
Manuver Cikeas Cari Popularitas: Berhasilkah Cara Ibas Tiru Vicky Prasetyo?

Recommendation for You

Banyak rumor yang beredar tentang partai legend satu ini. Partai paling ideologis di Indonesia, selain…

Kecerdasan Sosial: Bukan Kemampuan Supranatural Tapi Mampu Mempengaruhi Orang Lain dan Sulit Tertipu
Selalu menjadi pertanyaan saya, seberapa supranatural-kah manusia… atau apakah pada dasarnya manusia punya mempunyai kemampuan…
Politik cawe-cawe makin hari makin membawa masalah. Bukan saja dalam skala nasional, di level regional……