Jika ditanya apa yang membuat walikota terpilih Surakarta yang besok akan dilantik, Gibran Rakabuming Raka sangat diperlukan bagi Surakarta, maka jawabannya haruslah kita mulai dengan memahami arti milenial. Presiden pertama Indonesia, Soekarno pernah berkata “Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Kalimat itu menggambarkan pemuda punya potensi perubahan yang sangat besar. Dan sebagaimana kita tahu, di era ini, mereka yang masuk dalam kategori ‘pemuda’ adalah mereka yang akrab disebut milenial.
Prediksi menunjukkan, struktur demografi penduduk Indonesia akan terjadi perubahan cukup signifikan di tahun 2020an. Penduduk dengan rentang usia 20 hingga 40 tahun menjadi kelompok paling banyak, dengan proporsi mencapai 34 persen dari total keseluruhan penduduk Nusantara. Generasi Y atau Generasi Milenial, yaitu penduduk yang dilahirkan antara tahun 1981 hingga 2000. Wajah Indonesia ke depan akan ditentukan generasi ini.
Dari sini wajar bila kita melihat bahwa pemimpin masa kini yang berhasil tentulah yang memahami para milenial. Bila perlu memang bagian dari generasi milenial itu sendiri. Status ‘milenial’ menjadi pas saat disematkan Mas Walikota. Bukan saja karena ia dilahirkan sebagai generasi milenial, tetapi ia memang ‘connected, creative dan confidence’ seperti apa yang dipetakan sebagai karakteristik para milennials sukses.
Dengan sifat ‘connected, creative dan confidence’ nya, Mas Walikota, sebagaimana umunya para milenial, selalu terhubung dan senantiasa update dengan situasi-situasi yang terjadi di sekitarnya. Tentu bukan hanya sekadar terhubung dan memantau isu-isu di media sosial. Atau sekadar menangkis habis isu-isu bila tak menguntungkan kedudukannya, tetapi Mas Walikota juga luwes memanfatkan teknologi IT untuk tetap terhubung dengan situasi terkini masyarakat.
Salah satunya di masa pandemi ini. Ketika KPU menetapkan larangan kampanye baik rapat akbar, apel, pertemuan, konser, atau kegiatan luar ruangan dibatasi 50 orang, dirinya langsung mengeluarkan blusukan online. Kampanye Mas Walikota menjadi terobosan di antara banyak kampanya pilkada yang lain karena memanfaatkan ‘blusukan virtual’. Tanpa harus membuat kerumunan masyarakat, ia tetap tak terhalang untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Inilah yang dikategorikan kreatif ala milenial.
Sementara tidak jarang ia melakukan peninjauan ke lokasi sendiri dengan percaya diri, tanpa banyak menyita perhatian orang banyak, alih-alih membawa media. Inilah ‘confidence’ versi Mas Walikota. Para warga yang mendapatinya di suatu lokasi sering kaget.
Di tengah apa yang marak disebut era post-truth, era dimana citra-citra yang ditampilkan seseorang cenderung manipulatif. Politisi biasa, mediocre cenderung ‘the show must go on’ dalam setiap aksinya. Sedang yang beridealisme, lebih memilih ‘life must go on’ dalam setiap kegiatannya. Berkhidmat pada hidup sesama, pada kemanusiaan. Mas Walikota termasuk kategori ‘life must go on’. Ia bahkan tak pernah menyertakan istrinya dalam kampanye-kampanyenya, meski Mbak Walikota terpilih punya kualifikasi untuk menjadi vote getter super.
Dari blusukan virtual dan peninjauan lokasi dalam hening itu, banyak masukan dan gambaran tentang masyarakat yang akan didapat. Membuatnya mendapat ide penting tentang program-program Lompatan bagi Solo. Programnya terukur, dalam arti apa yang akan dicapai jelas, apa yang dilakukan pun jelas, biaya jelas, sasaran jelas, juga implikasinya pada kesejahteraan juga jelas.
Ia memulainya dengan bangkit dari pandemi. Program ini dibagi dalam dua kegiatan besar, memastikan program vaksinasi berhasil, agar tercapai kekebalan komunal bagi warganya. Memastikan agar cara-cara persuasif digunakan sebagai upaya meyakinkan warga akan pentingnya vaksinasi.
Lompatan kedua, fokus pada pemulihan ekonomi masyarakat akibat pandemi. Gibran meyakini, pemulihan ekonomi yang menjadi prioritas berikutnya, harus dimulai dari kesehatan warga. Vaksinasi dan memastikan protokol kesehatan dilakukan di semua kegiatan publik. Termasuk dengan menerapkan protokol dan sertifikasi CHS pada sektor pariwisata, yang selama ini menjadi salah satu andalan di Kota Solo. Sehingga sektor pariwisata yang terpuruk selama pandemi, perlahan akan bangkit.
Pemulihan ekonomi juga akan dititikberatkan pada UMKM, sebagai entitas bisnis yang menjadi penggerak terbesar Solo sebagai kota perdagangan dan jasa. Mengapa UMKM? Karena karakteristik perekonomian Surakarta yang bertumpu sektor perdagangan jasa. Untuk itu ia beride mendirikan Creative Hub sebagai suatu ekosistem bisnis. Bukan sekadar pelatihan bisnis biasa, ataupun gedung pemerintah yang berisikan showroom UMKM seperti yang banyak dibuat, tetapi benar-benar terminal on site maupun online sebagai ruang pelatihan, co working space. Tempat untuk pembinaan wirausaha dari nol, dimulai dari pengolahan, packaging, pemasaran dan terutama akses ke permodalan dan digitalisasi marketing yang menjadi salah satu concern utamanya.
Baru kemarin bersama Bank Jateng, Gibran menjalin kerja sama membentuk co working space di salah satu kantor cabangnya. Bukan saja tempat yang menarik, dengan roof top dan display produk yang baik, tapi juga ia menjanjikan akan menjadi tempat pendampingan dan pelatihan dengan pelatihan yang sustainable. Ia meyakini demikianlah cara UMKM dapat naik kelas dan bersaing pada pengusaha dan perusahaan yang lebih berpengalaman dan bermodal besar.
Yang menarik tentu saja perhatian utamanya pada digitalisasi pasar. Digitalisasi pasar, bagi Gibran punya dua fungsi. Pertama adalah sebagai solusi untuk tetap produktif di masa pandemi. Pasar-pasar di Surakarta akan segera hadir dalam platform digital, lengkap dengan delivery order dan sistem pembayaran cashless. Bukan saja mengurangi kerumunan massa yang berpotensi menyebarkan virus covid-19, tetapi digitalisasi juga melebarkan kepakan sayap UMKM tak lagi sebatas pasar domestik seputar Solo Raya.
Digitalisasi pula, sebagaimana kecenderungan para milenial yang luwes mengaplikasikan teknologi digital, akan membawa Mas Walikota mengawal birokrasi untuk bermigrasi ke administrasi digital. Mas Walikota juga sangat antusias pada pemanfaatan big data. Mendorong pelayanan pemerintah yang makin paperless, cepat, terjangkau, terintegrasi dengan semua sektor. Sehingga setiap data selalu dapat diakses cepat dan actual. Tak ada lagi seperti di masa lalu, kesulitan mengakses data kemiskinan. Semua ini memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan, kemudahan dalam evalusi. Data yang senantiasa ter-update juga menjadi pilar utama birokrasi modern yang senantiasa bertumpu pada transparansi.
Memahami dunia digital bukan sekadar mampu mengoperasikan suatu aplikasi. Inilah ranah ini para milenial, karena secara alamiah mereka telah lahir dan besar tak lepas dari teknologi IT. Inilah ranah Mas Walikota yang segera dilantik ini.
Tak banyak pula kepala daerah yang dapat menjabarkan pemulihan pandemi dalam aksi yang jelas serta berkesesuaian dengan karakteristik daerahnya. Berani bertaruh, masih banyak yang berkutat sebatas memastikan penyediaan sanitizer, masker dan thermo gun. Sedang Mas Walikota bahkan menghubungkan protokol dan pelayanan kesehatan ini dengan peluang Solo untuk mengembangkan strategi peningkatan pendapatan daerah melalui Wellness Tourism.
Bukan hanya menaikkan pariwisata, tetapi juga memajukan khazanah kearifan budaya local melalui pengembangan bisnis produk-produk herbal dan jamu dalam wellness tourism. Ini pun masih ditambah dengan agenda jangka pendek untuk menyelenggarakan dengan segera CHSE tourism sebagai platform standar bisnis pariwisata setelah pandemi. Luar biasa..
Sudah lama kita melihat ada kemandegan besar dari kegiatan-kegiatan kepala daerah di Indonesia. Tak menyasar pada program yang jelas dan terukur. Hanya menawarkan dagangan ‘klasik’ seperti reformasi birokrasi, peningkatan pelayanan satu pintu, penambahan ruang terbuka hijau, blablabla…
Reformasi birokrasi hasilnya nanti hanya sebatas gerakan seratus hari dalam bentuk Kepala daerah yang baru terpilih berkunjung ke segala instansi sambal marah-marah, mencitrakan serius bekerja. After that? Nothing seriously to do.
Peningkatan pelayanan satu pintu hanya akan berakhir dengan menyediakan gedung besar untuk pelayanan, dekorasi mewah lengkap dengan baliho besar bergambar sang kepala daerah sumringah. Faktanya mengurus segala sesuatu masih bertele-tele dari meja ke meja, ribet, hanya bedanya kita setiap petugas terlihat gagah dengan pakaian indah dan di depan komputer canggih berlayar besar. Tanpa peningkatan kinerja yang berarti. Dan tetap tak sesuai semangat zaman yang semakin paperless dan mobile.
Ruang terbuka hijau? Ini lebih menggelikan lagi. Lomba-lomba membuat aneka taman, tanpa konsep jelas. Tak berkonsultasi dengan ahlinya, alih-alih ada diskusi dan studi budaya yang intensif, sehingga public space tersebut tidak lepas dari akar budayanya. Hasilnya jangan kaget melihat robot Avengers di tengah taman, bersisian dengan patung dinosaurus dan menara Eiffel. Semuanya ditanggung anggaran pemerintah, termasuk bunga semusim warna warni yang akan mati dan tak tumbuh lagi seiring bergantinya tahun anggaran baru.
Dibanding kekonyolan di atas, program-program yang ditawarkan Gibran Rakabuming Raka, walikota Surakarta terpilih, menjadi mengagumkan. Mas Walikota yang sering dilirik sebelah mata oleh publik Indonesia dan nyaris tiap detik menjadi sasaran hoax bahkan juga terlihat sangat paham dan concern dengan isu-isu yang menjadi target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs). Terutama pada prinsip ‘tak ada yang akan ditinggalkan (no one left behind)’. Secara khusus Mas Walikota akan melakukan perbaikan besar pada system sanitasi dan pengadaan air minum. Baik dengan menyatukan sanitasi masyarakat yang tak terjangkau system sanitasi perkotaan dengan saluran Ipal Comunal, maupun dengan memperbarui kerjasama Solo Raya untuk meningkatkan mutu dan jangkauan penyediaan air minum. Ia selalu menyadari terbatasnya wilayah Solo, yang tak memungkinkan bagi kota ini untuk memproduksi hasil pertanian ataupun memiliki akses ke sumber air minum, serta ketergantungan pada bahan baku dari daerah-daerah sekitar, membuat kota Solo tak bisa tidak harus bekerja sama aktif dengan wilayah-wulayah di sekitarnya. Sesuatu yang sering diabaikan banyak kepala daerah, sehingga program-programnya tak terintegrasi dengan wilayah-wilayah sekitar.
Kesemua program-program itu, dalam standar capaian yang terukur, membuat setitik harapan bagi perkembangan Solo di masa datang. Namun bukan berarti Mas Walikota tak punya kendala yang mungkin akan dihadapinya. Banyak…. dan terutama berawal dari program-programnya yang banyak tak populis bagu awam. Asing bagi kebanyakan masyarakat kita yang sudah kadung terbiasa dengan program-program Sinterklas, bagi-bagi bansos ala Baim Wong yang berbagi uang dan diexpose gila-gilaan dalam acara entertain yang luar biasa populer. Politisi dan kepala daerah sering terjebak hanya melakukan kegiatan-kegiatan serupa itu. Mudah, gampang, dan dalam waktu singkat akan mematri warganya bila mereka telah memiliki pemimpin dermawan, utusan surgawi yang akan membawa mereka menuju gemah ripah loh jinawi. Gemah ripah apa yang kita harapkan dengan paket sembako atau uang tunai tanpa program kesehatan dan pemulihan ekonomi yang jelas? Tanpa sarana dan prasarana kota yang baik?
Tapi mereka tak peduli. Citra serupa mimpi tentang pemimpinnya tetaplah yang dicari. Pemimpin yang tampil serasi dengan busana warna warni dan bernyanyi campursari di sana sini, lalu berorasi penuh basa basi. Pemimpin model begini, tanpa karya nyata, seringkali menjadi idola warga. Termasuk juga jajaran birokrat yang ada di dalamnya. Menjadikan banyak kegiatan pejabat publik dipenuhi acara seremonial yang tak efisien, dan juga tak efektif karena seringkali tak berkaitan langsung dengan pelayanan publik dan kesejahteraan.
Mas Walikota mungkin akan semakin tak populis bila ia tak banyak melakukan kegiatan seremonial tersebut. Yang membuat jajaran birokrasinya diam-diam sebal karena birokrasi sering kali memang identik dengan pro status quo, dan tak pernah menyukai perubahan. Tetapi percayalah, karya nyata pada suatu titik akan berbuah manis. Dan bila saat itu tiba, tanpa terasa mereka yang dulu membenci dan menyepelekannya akan berbalik. Lepas dari itu semua, diterima atau tidak, Solo yang lebih berseri dan sejahtera adalah impian kita semua. Dan kita percaya, sedikit hari lagi impian ini akan terwujud.
#VKD