Nasionalisme Ridwan Kamil: Fenomenal Untuk Jawa Barat

Ridwan Kamil baru-baru ini membekali ribuan siswa SMU, SMK dan SLB se-Bandung Raya dengan nilai-nilai wawasan kebangsaan di Youth Center Sport Jabar Arcamanik, Bandung, 4 Agustus 2022.

Acara yang digagas bersama Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah memberi materi wawasan kebangsaan dengan mengombinasikan tausiah dan humor milenial. Tema ‘Moderasi Beragama dan Berbangsa yang Menyenangkan’ dipresentasikan sesuai karakter anak muda yang selama ini rentan terhadap asupan informasi, baik dari media sosial maupun lingkungannya, sehingga berpotensi melemahkan wawasan kebangsaan. 

“Mudah-mudahan orasi kebangsaan ini menjadi penguat agar kita jauh dari pertengkaran, selalu menjadikan Jawa Barat damai dan toleran oleh narasi-narasi seperti tadi,” ujar Ridwan Kamil yang kerap disapa Kang Emil. “Mereka nantinya bisa meneruskan ke lingkungan terdekatnya. Inilah investasi, nanti panennya kedamaian dan kondusivitas yang kita cita-citakan,” harapnya.

Jabar menjadi provinsi pertama di Indonesia yang mempunyai kurikulum anti-radikalisme. Ketahanan ideologi ini bertujuan agar masyarakat tak lagi gemar memperbesar perbedaan sehingga menimbulkan permusuhan antara satu kelompok dengan lainnya. Di penghujung acara, Kang Emil dan Gus Miftah menyerahkan 10 juta lembar bendera merah putih untuk masyarakat secara simbolis kepada perwakilan siswa.

Sebelumnya di tahun 2021, Kang Emil melalui Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat mencanangkan Sekolah Toleransi pertama di Indonesia melalui SMA Negeri 1 Kota Depok, sebagai upaya membumikan jiwa nasionalisme kebangsaan melalui Pendidikan. Di Sekolah Toleransi, terdapat pendidikan antikorupsi digagas Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat. Dalam mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) ada tagline yang berbeda setiap hari. Sbagai contoh, di hari Senin siswa harus bercerita tentang kebangsaan, Selasa tentang persatuan, Rabu tentang budaya lokal, Kamis tentang musyawarah, Jumat tentang keagamaan. Semuanya sebagai implementasi dari budaya Pancasila. yang harus dilakukan siswa-siswi. Sekolah serupa kemudian juga diadakan di Garut.

Tak banyak yang sadar bahwa Kang Emil seorang yang sangat berjiwa kebangsaan. Banyak masyarakat hanya memahaminya sebagai kepala daerah populer atau Gubernur Gaul. Media sosial Kang Emil digemari anak muda karena banyak menampilkan hal-hal menarik dalam bingkai kekinian. Akibatnya, sisi nasionalisme Kang Emil tertutup canda-canda yang kerap dilontarkan Kang Emil dalam postingannya atau pemberitaan-pemberitaan ringan seputar Ibu Cinta istrinya, atau Arka putranya yang masih balita dan menggemaskan.

Nasionalisme Kang Emil sudah terlihat sejak masih menjabat Walikota Bandung di tahun 2016,  Saat Kang Emil memimpin jajarannya untuk memperingati Hari Pancasila dan Hari Pidato Bung Karno, Kang Emil memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila telah diimpelementasikan dalam program di Kota Bandung. “Tugas kita menerjemahkan, bukan dihapal dan ritual saja. Kalau di Bandung sila pertama kita perkuat dengan pembelaan kepada kaum minoritas agama tentang membangun tempat ibadah. Meski sempat didemo warga mayoritas, tapi menurut saya itu sudah sesuai prosedur jadi dilanjutkan,” ucap Kang Emil di Balai Kota Bandung saat itu.

“Sila keempat kita terjemahkan dengan membuat ruang demokrasi informal dengan membentuk dewan pendidikan, dewan budaya, cagar kebudayaan, tim ahli bangunan, dewan smartcity dengan begitu rakyat punya ruang untuk menyuarakan haknya. Kita buka ruang dengan media sosial agar warga bisa memberi kritik, demikian lanjut Kang Emil.

Dalam Seminar Kebangsaan bertema “Dengan Semangat Kebangsaan, Menjaga Tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia di Tengah Arus Globalisasi” Kang Emil dengan tegas mengatakan Indonesia harus fokus pada masa depan dengan modal way of life yang dimiliki yakni Pancasila. Bangsa Indonesia memang tengah diuji seiring bertambahnya usia kemerdekaan. Di antaranya tekanan arus-arus informasi yang tidak bisa dibendung akibat Revolusi 4.0. Diperlukan perekat bagi Bangsa Indonesia terutama melalui penghayatan sila ketiga Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia”. Selebihnya masyarakat Indonesia juga harus lebih berkemampuan di dalam memilah informasi. Agar Indonesia unggul di tahun 2045, Pancasila harus selalu menjadi perekat kebangsaan.

“Telah banyak negara hancur karena hanya memaksakan diri berdasarkan satu agama, satu etnis, ataupun karena menjalankan pemerintahannya dengan melupakan aspek keadilan sosial,” tegas Kang Emil. Jiwa kebangsaan Kang Emil inilah yang membuatnya kini menjadi salah satu tokoh yang dipertimbangkan untuk memimpin Indonesia di tahun 2024. Entah sebagai Presiden atau wakil Presiden.

Kang Emil seperti antitesis bagi kebanyakan pemimpin daerah di Jawa Barat sekaligus juga harapan besar agar di sana Partai-partai dan tokoh-tokoh radikalis tak berkembang pesat. Jawa Barat punya akar gerakan Islam garis keras DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang muncul era 1950- an (tepatnya 1949). Gerakan ini disatukan oleh visi dan misi untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara Indonesia. Gerakan DI terhenti setelah semua pimpinannya ditangkap pada awal 1960an. Sungguhpun demikian, bukan berarti gerakan semacam ini lenyap dari Indonesia. Era reformasi, dengan eforia kebebasan yang terjadi, gerakan radikalis ini kembali bermunculan.

Pada awalnya, alasan utama dari radikalisme agama atau gerakan-gerakan Islam garis keras tersebut dilatarbelakangi oleh politik lokal: dari ketidakpuasan politik, keterpinggiran politik dan semacamnya. Agama sebenarnya bukan pemicunya, melainkan menjadi faktor legitimasi maupun perekat. Inilah yang kemudian disebut politik identitas. Kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama untuk meraih simpati, memanfaatkan kecenderungan masyarakat kita yang relijius.

Gerakan radikalisme ini awalnya juga kerap menyatakan sebagai bentuk perlawanan terhadap komunisme di Indonesia. Belakangan, perlawanan itu beralih mengecam sistem demokrasi Pancasila sebagai haram hukumnya dan pemerintah di dalamnya adalah kafir taghut, suatu istilah bahasa arab merujuk pada “setan”.

Sebagai catatan, pada Pemilu 2019, pasangan Prabowo-Sandyaga Uno menang di Jawa Barat, terutama karena pasangan tersebut didukung tokoh-tokoh yang banyak mengkampanyekan politik identitas. Pada pemilu legislatif di tahun yang sama, Gerindra menjadi peraih suara terbanyak serta PKS di tempat ketiga. Bagi banyak pihak, hasil Pemilu 2019 itu sedikit menjadi warning bahwa Jawa Barat adalah wilayah yang dekat dengan tokoh-tokoh intoleran.

Tapi Ridwan Kamil memang beda. Kemenangan Ridwan Kamil menjadi Gubernur Jawa Barat sendiri juga fenomenal. Ia mengalahkan calon dari PKS, meski Gubernur sebelumnya  Ahmad Heryawan atau Aher berasal dari PKS. Kang Emil juga mengalahkan pasangan populer Deddy Mizwar yang mantan wakil Gubernur dan Dedi Mulyadi yang juga Bupati Purwakarta. Selama ini Pemilihan Gubernur Jawa Barat kerap dimenangkan oleh pasangan artis ataupun politisi yang gemar mencitrakan diri super agamis. Bahkan dalam Pilgub 2013, tiga artis selebritis Indonesia menjadi peserta Pilgub yaitu Deddy Mizwar, Dede Yusuf dan Rieke Diah Pitaloka. Kang Emil mengubah mindset warga Jabar dalam memilih Gubernur. Seorang yang jelas torehan prestasinya, bukan hanya tampilan agamis atau artis.

Kang Emil sama sekali bukan dari kalangan artis ataupun agamis. Ia seorang arsitek profesional lulusan dari universitas-universitas bergengsi: Arsitektur ITB dan master of urban design dari Universitas California Berkeley. Urbane, perusahaan jasa konsultan arsitektur yang didirikan Kang Emil pun memenangkan berbagai penghargaan dari media internasional seperti BCI Asia Awards sepanjang tahun 2008, 2009 dan 2010, dan juga BCI Green Award pada tahun 2009 atas proyek desain Rumah Botol yang dibuat dari 30.000 botol bekas. Karya-karya Kang Emil juga mendapat pengakuan dunia, mulai dari Museum Tsunami di Aceh, proyek Marina Bay Water Front Master Plan yang menjadikan Gedung Marina Bay menjadi salah satu ikon Singapura. Adalagi Beijing Finance Street Super Block yang menjadi pusat bisnis di Beijing, Tiongkok. Termasuk juga Masjid Syaikh ‘Ajlin di Gaza, Palestina.

Kiprahnya di dunia pemerintahan, merebut apresiasi positif dari publik. Saat menjadi Walikota Bandung prestasinya yang paling menonjol adalah membuat ruang publik di Kota Bandung jauh lebih banyak, nyaman dengan banyak ruang terbuka hijau. Mulai dari pembuatan Taman Bermain Babakan Asih Kopo Bandung, Komunitas Bandung Berkebun, Deklarasi Babakan Siliwangi sebagai Hutan Kota Dunia PBB, serta Bandung Creative Park Project: Taman Cikapayang Dago.


Program “Smart City” atau kota cerdas, yang banyak diadopsi pemerintah daerah di seluruh Indonesia adalah gagasan Kang Emil. Bandung Command Center, menjadi pusat kendali Kota Bandung, didukung dengan GPS tracking dan CCTV di berbagai tempat untuk memantau kondisi Kota Bandung.


Menjadi Gubernur Jawa Barat berarti Kang Emil memimpin hampir 50 juta warga Jawa Barat, provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak se-Indonesia. Sebagai Gubernur, Kang Emil memberi perhatian pada tenaga pendidik, melalui program rumah bersubsidi khusus guru. Bersama Presiden RI Joko Widodo, di tahun 2020 Kang Emil meraih penghargaan Asiabusinessinfo International Award 2020. Presiden Jokowi memenangkan kategori The Best 7 Asia Leader 2020. Sementara Kang Emil kategori The Best 7 Asia Governor 2020.

Di kancah nasional, Kang Emil membawa daerah yang dipimpinnya meraih peringkat tertinggi di Ajang Anugerah Meritokrasi yang diadakan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). DKI Jakarta di bawah Gubernur Anies Baswedan mesti puas di peringkat 10 dengan 290 poin. Sementara Jawa Tengah yang dipimpin Ganjar Pranowo, hanya menempati posisi 11 dengan 289 poin. Provinsi Jawa Barat dengan torehan 375.5 poin, berhak menjadi yang terbaik dalam penerapan Sistem Merit bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup pemerintahannya. “Jadi tidak ada lagi orang dalam-orang dalam. Tidak ada lagi Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) pada manajemen ASN di Jawa Barat,” demikian penjelasan Kang Emil.

Kang Emil sebagai pemimpin adalah paket komplit. Ia perencana wilayah yang sangat baik, eksekutor program-program pemberdayaan yang handal dan teruji, memiliki kemampuan komunikasi yang renyah dan gampang dipahami, dan tentu saja nasionalisme, hal langka yang belakangan ini kerap digerus populisme berbalut politik identitas. Ia pun relijius, dengan pemahaman keagamaan yang dalam namun moderat, merangkul perbedaan dan damai.

Rahasia lainnya dari Kang Emil, tak banyak yang tahu pula bila Kang Emil sangat mengidolakan Presiden Pertama RI, Sukarno atau Bung Karno. Semenjak menjadi Walikota hingga kini menjadi Gubernur, di pendopo, kantor, hingga kediamannya terpajang lukisan sang proklamator tersebut. Kang Emil ini bahkan mengisahkan, terkadang lukisan-lukisan Bung Karno itu ‘menegur’ dirinya ketika lalai dalam bertindak. “Kalau saya lupa diri maka saat buka pintu saya langsung diingatkan oleh si Bung itu, ya Bung Karno,” ujar Kang Emil.

Menurut Kang Emil, Bung Karno dikenal sebagai sosok pemimpin yang sangat dekat dengan rakyat, bahkan sering turun langsung melihat masyarakat agar bisa mengetahui permasalahan apa saja yang tengah dihadapi. Bung Karno rajin turun ke bawah, hingga akhirnya bisa merumuskan marhaenisme.

Ridwan Kamil atau RK dan Bung Karno atau BK sama-sama arsitek lulusan ITB. Tetapi bila BK berhasil menjadi arsitek bagi nilai-nilai kebangsaan negeri ini, akankah RK akan mengikutinya? Setidaknya sebagai arsitek, bila kelak diberi kesempatan menjadi salah satu pemimpin negeri ini, RK akan bisa berperan besar mewujudnya IKN Nusantara menjadi etalase Indonesia.

Nia Megalomania

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *