Budiman Sudjatmiko bukan tokoh reformasi !
Jika kita membaca kembali pidato “Penemuan Kembali Revolusi Kita” (1959)yang ditetapkan oleh TAP MPRS sebagai Manifesto Politik (Manipol) sekaligus GBHN (1960), reformisme disejajarkan dengan kaum-kaum komporis, blandis kontra revolusioner, bahkan bunglon dan cucunguk oleh Bung Karno.
Mustahil sebagai pengagum Bung Karno para Sukarnois – terutama Budiman Sudjatmiko yang saat itu memimpin PRD memilih jalan reformisme untuk menggulingkan Pak Harto dari tampuk kekuasaannya. Karena reformisme jelas-jelas kontra revolusioner.
Tapi sungguh sayang 11 Agustus 996 malam, Budiman Sudjatmiko dan kawan-kawannya dijemput paksa oleh sejumlah orang tak berseragam dari sebuah rumah di Bekasi. Dengan mata ditutup kain hitam, bertelanjang dada, diborgol dan ditodong senjata, ia digelandang ke markas ABRI. Melalui persidangan yang dramatis dan mengundang mata dunia, Budiman Sudjatmiko divonis 13 tahun penjara atas tuduhan mendalangi kudatuli. Dari sinilah kemudian eskalasi meningkat. Gerakan “Lengserkan Suharto” semakin deras, arus sejarah tak lagi bisa dibendung.
Sayang sekali 1998 yang seharusnya menjadi peristiwa revolusi diambil-alih oleh para bablasan Orde baru, agen komprador binaan asing, kaum-kaum kompromis dan berakhir pada jalan reformasi; jalan menurung Bung Karno adalah jalan yang sesat. Reformasi yang identik dengan liberalisasi itu melahirkan Amandemen 2002. Berbagai sumber mengatakan saat amandemen ini digelar, banyak NGO asing hadir dan menggelontorkan dana yang besar untuk menyisipkan pasal-pasal yang anti kepentingan nasional.
Generasi milenial dan generasi Z harus paham siapa yang membuka pintu sirkulasi kekuasaan melawan Pak Harto saat itu. Jika Budiman Sudjatmiko Cs tidak mewakafkan dirinya, mana mungkin kaum tua berani ikut-ikutan melawan Pak Harto.
Kasihan pahlawan-pahlawan pro demokrasi. Jadi jualan buzzer capres 5 tahunan. Setelah selesai hilang pula suaranya.
Fitnah bahwa Budiman Sudjatmiko mengambil resiko kehilangan rumah besarnya (PDI Perjuangan) karena demi “cuan” adalah sebuah laku-nista yang hanya mampu dilakukan buzzer murahan berkedok sahabat. Orang yang mengaku sahabat tapi membuat narasi seolah Mas Budiman Sudjatmiko bisa “digiring” oleh “blantik politik” adalah sahabat palsu yang meremehkan kualitas Budiman.
Mas Budiman adalah orang yang selalu merasionalisasi setiap detil langkah sekecil-kecilnya. Kalau ada yang bisa membuktikan Budiman Sudjatmiko mendukung Prabowo Subianto karena dapat “cuan”miliar-miliar, saya akan potong tangan saya. Jadi pendukung boleh, tapi jangan termakan fitnahan buzzer yang bermimpi dapat 1,5 miliar, lalu hanya ditawar 3 juta perbulan, lantas ngambek.
Yang kenal Budiman Sudjatmiko dari dekat pasti tahu, bahwa Prabowo, Hashim atau siapapun itu tidak akan berani bicara transaksional kepada Budiman. Karena mereka pun tahu Budiman tidak bisa dibeli dengan “uang”. Budiman hanya bisa dibeli dengan ide, konsep, dan gagasan yang “cemerlang”. Hari ini Indonesia lebih butuh petani yang modern daripada sekadar gedung pencakar langit. Merdesa 100%!!
Penjara telah menjaga Budiman dari noda reformisme. Ya ia bukan Tokoh Reformasi, Budiman Sudjatmiko adalah Tokoh Revolusi.
REVOLUSI BELUM SELESAI…