CARUT MARUT FORMULA E DAN ANIES BASWEDAN

Tidak lama lagi event Formula E akan digelar di Jakarta. Bukan rahasia lagi bila event yang menjadi kebanggaan Anies Baswedan itu punya banyak masalah. Pemerintah Pusat juga dibuat sport jantung karena perencanaan yang kurang matang, pembangunan yang tertunda-tunda, dan tentu saja mengkhawatirkan kualitas pembangunan sirkuit karena begitu dekat dengan waktu penyelenggaraan. Hanya dibangun dalam 60 hari pula! Dan herannya Anies dan panitia lainnya membanggakannya sebagai pembangunan sirkuit tercepat di dunia.

Presiden akhirnya harus turun tangan langsung memeriksa kesiapan Formula E karena event ini tentu saja akan berbahaya sekali bila track yang dibangun tidak aman dan membahayakan. Bukan rahasia pula bahwa pemerintah pusat ada di belakang eksekusi pembangunan sehingga pembangunan sirkuit dapat segera rampung. Lagi-lagi karena Gubernur Ahli Tata Kata hanya bisa pamer tanpa pernah bisa mengambil keputusan dengan benar dan bijak.

Yang sering tidak kita sadari, sirkuit formula E ini sebenarnya hanya semipermanen. Tinton Suprapto ketua pelaksana steering committee Formula E pada 21 Februari 2022 mengatakan, “Habis balap copot lagi.” Dua puluh lima persen kawasan sirkuit bahkan merupakan bagian dari sirkuit Ancol yang telah dibangun sejak tahun 1969.

Pembangunan sirkuit formula E ini pun tak serumit trek MotoGP di Mandalika, Lombok. Formula E sebenarnya memang tipikal balapan di jalan raya. Aspalnya pun aspal jalan raya sebenarnya. Kualitas aspal lintasan Formula E pun disebut Tinton tak jauh beda dengan jalan protokol Sudirman-Thamrin. Kalau biaya pengaspalan per meter Jalan Sudirman-Thamrin ternyata berlipat kali lebih murah dari pengaspalan sirkuit Formula E, artinya Anies lebih bayar lagi dong. Doyan amat…

Dibanding sirkuit Formula E yang kontroversial, Sirkuit Mandalika merupakan proyek yang dimulai dengan perencanaan matang sejak awal dibangun. Semua aspek diperhitungkan mulai dari peningkatan kemakmjran warga sekitarnya hingga terbentuknya ikon baru pariwisata Indonesia. Mandalika juga dibangun secara permanen. Sebaliknya, Formula E adalah balapan yang direncanakan hanya berlangsung 5 tahun. Awalnya direncanakan di Monas dan dipaksakan masuk APBD Perubahan dengan menabrak aturan. Tanpa perencanaan matang. Rencana penyelenggaraan di Monas dibatalkan karena Monas ternyata wilayah cagar budaya. Anies pun dengan terburu-buru Anies memindahkannya ke Ancol, menggunakan lahan rawa-rawa bekas tempat pembuangan lumpur hasil pengerukan sungai dan waduk di Jakarta. Kontur tanahnya lembek dan tidak rata.

Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI-P Pandapotan Sinaga sempat mempersoalkan pengerjaan sirkuit yang hanya dijadwal dalam 2 bulan. “Saya orang di bidang konstruksi, saya semakin tidak yakin bahwa sirkuit ini akan jadi. Perlu pengerasan di bagian rawa yang jadi tempat buangan lumpur, sulit untuk jadi dalam 3 bulan!” ujarnya. Bukan tidak sedikit yang mengeluarkan pendapat serupa.

Perencanaan abal-abal serta pengerjaan terburu-buru akhirnya membuat pembengkakan biaya 10 miliar rupiah, sehingga total menjadi 60 miliar rupiah

dari anggaran awal 50 miliar rupiah. Di sinilah masalah kemudian timbul. Ada aturan yang (lagi-lagi) dilanggar. Penyelenggaraan Formula E sekali lagi menghamburkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 

Dalam penyelenggaraan Formula E,  Pemprov DKI Jakarta menugaskan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku pihak yang bertanggung jawab untuk penyelenggaraan Formula E Jakarta. Jakpro pula yang dituding anggota DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono, telah membuat kontrak abal-abal karena nilai kontrak dengan mudah diubah dari 50 miliar jadi 60 miliar rupiah. Seharusnya, jika ada perubahan nilai kontrak, maka tender harus diulang. Karena nilai kontrak dengan mudahnya diubah, dicurigai sudah ada kesepakatan terselubung antara Jakpro dan Jaya Konstruksi selaku pengembang sirkuit.

Tak cukup di situ, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah menegur Anies, karena dalam penyelenggaraan Formula E belum ada kejelasan pembagian tanggung jawab antara PT Jakpro dan Pemprov DKI tentang pendanaan mandiri. Dalam kesepakatan awal, keterlibatan PT Jakpro diperlukan untuk pengaturan akomodasi dan pembiayaan. Dalam pelaksanaannya, PT Jakpro mengajukan perkiraan biaya pelaksanaan senilai lebih dari 1,2 triliun rupiah. Ini di luar biaya untuk penyelenggara yang dibayarkan Pemerintah DKI melalui Dinas Pemuda dan Olahraga. Artinya pemyelenggaraan Formula E murni seratus persen dibiayai APBD DKI, baik melalui anggaran Dispora maupun Penyertaan Modal Daerah kepada PT Jakpro. Pendapatan penyelenggaraan Formula E pun belum diatur secara jelas dan rinci yang menjadi hak daerah maupun yang menjadi hak PT Jakpro.

BPK juga mencatat Pemerintah DKI telah mengeluarkan dana nyaris Rp 1 triliun pada 2019-2020, untuk balap mobil Formula E yang belum digelar tahun itu. Pembayaran yang telah dilakukan kepada penyelenggara balapan setara 983 miliar rupiah. Wow, mungkin baru kali ini ada lomba balapan yang biaya terselubungnya berlipat kali biaya pembangunan sirkuitnya.

Anies Baswedan pun makin dagdigdug karena ternyata KPK tak kunjung berhenti terus menelusuri kasus Formula E Jakarta. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyebutkan, penyelidik KPK masih mendalami berbagai informasi terkait Formula E. Terutama tentang commitment fee dan kelayakan bisnis dalam penyelenggaraan Formula E. Termasuk juga apakah ada semacam commitment fee dalam penyelenggaraan Formula E di negara-negara lain. KPK juga sedang mengupayakan untuk meminta keterangan dari pihak yang menerima transfer dana dari Pemprov DKI.

Urusan commitment fee memang menjadi salah satu fokus penyelidikan KPK karena sudah ada kucuran dana dari Pemprov DKI sebesar 560 miliar. Menjadi sorotan karena total commitment fee yang ditanggung APBD DKI berbeda jauh dengan commitment fee di kota-kota belahan dunia lain yang juga menyelenggarakan Formula E. Bahkan penyelenggaraan Formula E di Kota New York, Amerika Serikat, tidak dikenai commitment fee. Sekali lagi, ini mungkin karena Anies selalu gemar lebih bayar.

Berbeda dengan dua ajang balap mobil seperti Formula E dan Formula 1, ajang balap motor seperti MotoGP justru memiliki commitment fee paling murah. Dikutip dari Sportbussiness.com,  jumlah commitment fee untuk seri MotoGP Indonesia di Mandalika, Lombok diketahui setara 133 miliar rupiah per musim. Commitmen Fee Formula E jauh diatasnya yaitu 560 miliar rupiah per tiga tahun, atau sekitar 187 miliar rupiah.


Masalah lain yang diusik KPK adalah tentang masa jabatan Anies. Diketahui Anies Baswedan dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2017. Sesuai aturan masa jabatan 5 tahun, seharusnya Anies akan purna tugas pada 16 Oktober 2022. Menjadi masalah karena Pemprov DKI melakukan pencairan commitment fee Formula E untuk 3 tahun.

Pembayaran commitment fee yang sudah dilakukan saat ini sebesar 560 miliar rupiah digunakan penyelenggaraan selama 3 tahun ke depan, yaitu 2022, 2023, 2024. Ini melampaui periode masa jabatan Anies.

Ada ketentuan bahwa seorang pejabat itu tidak boleh mengikat suatu kontrak yang menggunakan anggaran yang melewati masa jabatan yang bersangkutan. Sehingga seharusnya pembayaran-pembayaran kontrak untuk periode 2023 dan 2024 tentu saja bukan menjadi kewenangan Anies lagi.

Pembayaran biaya komitmen sebesar 560 miliar itu juga sempat membuat DPRD DKI melakukan interpelasi Formula E. Prasetyo Edi Marsudi, Ketua DPRD DKI, sempat beberapa kali dimintai keterangan oleh KPK. DPRD pun kerap menyoroti transparansi anggaran Formula E. Termasuk mengkritisi perihal target kursi penonton Formula E yang kerap berubah-ubah.

Anggara Wicitra Sastroamidjojo, Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI blak-blakan mengkritik tender perlintasan Formula E yang dinilai tidak transparan dan patut diduga ada rekayasa-rekayasa lainnya.

Menurut Anggara, tanggal 5 Januari 2022 Jakpro mengumumkan lelang, lalu beberapa saat kemudian dinyatakan gagal tanpa alasan. Setelah itu  tiba-tiba sudah ada pemenangnya. Bisa diduga ada upaya sistematis meloloskan Formula E yang sudah banyak masalah dari awalnya. Pengumuman tender yang diulang seharusnya mengundang peserta yang mendaftar tender sebelumnya.

Bicara tentang Formula E dan Anies Baswedan, cuma ada satu kesimpulan: Ruwet dan penuh tipu-tipu. Mau Indonesia dipimpin orang ruwet dan penuh tipu-tipu? Saya mah ogah…..

Iwan Raharjo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *