DAHLIA LAGIIII… LAGI-LAGI DAHLIA: Fenomena Pers yang Makin Meragukan

“Dahlia Yati dari Suku Paser Balik, penduduk asli tempat calon berdirinya IKN, mengaku kaget lahan rumahnya tiba-tiba sudah dipasang patok lahan rencana pembangunan ibu kota baru tersebut. Yati menyebut lahan tersebut dipatok setelah sebelumnya datang surat edaran dari pemerintah Kalimantan Timur.

Yati mengatakan, pemasangan plang dan patok itu membuat dirinya dan warga setempat resah. Sebab, lahan yang tiba-tiba diklaim milik pemerintah itu sudah digunakan oleh Yati dan penduduk lainnya untuk berkebun selama bertahan-tahun.

“Masyarakat adat minta kejelasan soal lahan adat agar tidak terdampak pembangunan IKN yang dipaksakan. Pemasangan plang yang terjadi ini bentuk pengambilan secara sepihak, tidak pernah bertemu atau koordinasi dengan kami,” ujar Yati dalam webinar ‘Bersihkan Indonesia’ pada Selasa, 15 Maret 2022.

Yati mengatakan lahan rumahnya berada sekitar 10 kilometer dari titik nol IKN atau tempat Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkemah bersama rombongan. Namun, alih-alih bertemu dengan warga sekitar yang terdampak pembangunan IKN, Jokowi justru melakukan ritual Kendi Nusantara dan berkemping di sana.”

Demikian berita yang tertulis di laman Tempo.co bertanggal 15 Maret 2022.

Berita bernuansa sama, dengan narasumber sama, Dahlia Yati, dimuat oleh beberapa laman berita online di hari tersebut. Tercatat CNN Indonesia, Kompas.id, Republika.co.id, bbc, wartaekonomi.co.id dan masih banyak lagi.

Parahnya, Dahlia Yati, atau ada yang menuliskannya sebagai Yati Dahlia ini, telah dikutip pula pendapatnya sejak 2020 lalu.

Tercatat VOA Indonesia, sebuah kanal berita online menuliskan artikel pada tanggal 27 Oktober 2020. Artikel yang berjudul “Potensi Bencana Mengiringi Pemindahan Ibu Kota Negara” ini menuturkan apa yang terjadi pada suatu diskusi yang diselenggarakan oleh sejumlah lembaga masyarakat di Kalimantan Timur. Seorang warga setempat yang dimintai pendapat dan kemudian dituliskan dalam berita Voa Indonesia adalah Dahlia Yati. Dahlia Yati mengungkapkan,

“Kami sangat keberatan, khususnya masyarakat Paser Baliq, kalau IKN di sini, pembangunan yang ada saya rasa enggak melibatkan masyarakat adat yang ada di sini. Bahkan pemuda-pemudinya kesusahan untuk mencari pekerjaan,” demikian ungkap Dahlia Yati.

Pada 16 April 2021, suatu kanal berita media Turki (berkode tr) bertajuk AA (Anadolu Agency), menuliskan artikel berjudul “Warga Kaltim Khawatir Terpinggirkan Proyek Ibu Kota Baru Indonesia”, menuliskan kekhawatiran penduduk desa Sepaku PPU yang khawatir tak mampu bersaing kemudian tersisih dengan adanya pembangunan ibu kota negara. Sebagai narasumber adalah warga desa Sepaku bernama Dahlia.

“Tidak ada yang akan bisa bersaing, kami tidak punya keterampilan seperti masyarakat di Jakarta,” ujar Dahlia seperti ditulis oleh AA saat ditemui di rumahnya, Desember 2020. Dari artikel ini terungkap profesi Dahlia adalah penari generasi terakhir Suku Paser Balik, salah satu suku asli di daerah itu, selain suku Dayak.

Dahlia juga khawatir mengenai dampak yang ditimbulkan proyek besar-besaran berbiaya lebih dari Rp400 triliun bagi lingkungan hidup. Dampak lingkungan ini penting sebab penduduk Desa Sepaku sangat bergantung kepada hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dia mencontohkan bagaimana masyarakat kerajinan dari kayu hingga menanam singkong untuk makanan sehari-hari.

“Kami bikin solong penias (sejenis bakul), semuanya dari hutan, dari rotan. Kalau hutan sudah tidak ada, kami mau ke mana?” ucap Dahlia.

Belum lagi, tutur dia, warga Suku Balik, juga masih mencari obat tradisional dari tumbuh-tumbuhan di hutan.

“Kami cari obat di hutan, kami jarang ke rumah sakit atau puskesmas,” jelas dia.

Adapun Tribunnews Kaltim pada tanggal 9 Desember 2021 menuliskan berita berjudul “Dibayar Berapapun, Warga Sepaku PPU Menolak Pindah Jika Ibukota Baru Dibangun”. Artikel tersebut menuliskan tentang kunjungan Najwa Shihab ke Penajam Paser Utara dan menemui dua orang warga, Dahlia dan Becce. Dalam wawancara untuk acara ‘Mata Najwa’ yang diberi judul ‘Menelusuri Ibu Kota Baru’ tersebut, Dahlia mengungkapkan kegelisahannya terkait rencana pembangunan ibukota baru. Video pengakuan kedua orang ini diputar di acara Mata Najwa pada awal Desember 2021.

“Saya sangat tidak setuju, dengan adanya IKN ini kami tidak pernah diberitahu secara musyawarah, masyarakat-masyarakatnya tidak ada yang diberitahu,” ujar Dahlia, Tribunnews mengutip dari kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (9/12/2021). Selain mewawancarai Dahlia dan Becce, Najwa juga mewawancarai Sibukdin, Kepala Adat Suku Balik Kelurahan Sepaku.

Demikianlah, setiap kita mencari berita tentang IKN baru dan tanggapan warga setempat tentang IKN tersebut, kita seolah selalu menemukan satu nama yang sangat dominan yaitu Dahlia Yati, atau Yati Dahlia. Terkadang Kepala Suku Balik, Sibukdin juga dimintai opininya, tapi tak banyak berita yang memuat pendapat Sibukdin tidak seperti terhadap Dahlia. Kata-kata Dahlia dikutip oleh banyak pihak, berbicara di banyak even pihak-pihak yang memang kontra dengan kebijakan-kebijakan pemerintah, laksana senjata utama dan satu-satunya. Even-even itu belakangan kita tahu diadakan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan lembaga pemerhati lingkungan. Seperti konferensi pers yang mengambil judul cukup provokatif, yang dituliskan sebagai berita oleh Suarakaltim.id “Camping Oligarki di IKN: Gimmick Elit Saat Rakyat Menjerit”, yang diselenggarakan oleh suatu elemen masyarakat yang menyebut diri “Bersihkan Indonesia” dengan pembicara dari WALHI, YLBHI, Jatam Kaltim dan Trend Asia. Acara-acara pertemuan tersebut diadakan secara online (lewat zoom) oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat itu, dengan mengundang jurnalis dari berbagai macam kanal berita. Dari acara-acara zoom yang diadakan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat inilah DIDUGA KUAT rupanya jurnalis-jurnalis mendapatkan beritanya. Mereka membiarkan dirinya terpapar suatu informasi dengan versi tertentu, tanpa upaya untuk mencari versi yang lainnya.

Fenomena dimana Dahlia Yati ini seolah menjadi narasumber tunggal untuk berita terkait pendapat warga setempat tentang IKN baru, cukup menerbitkan keraguan pada berita-berita yang mendominasi ruang maya, bahkan yang berasal dari kanal-kanal berita ternama. Pertanyaannya selalu kembali pada: Kenapa selalu Dahlia Yati yang diwawancarai? Apakah tidak ada manusia lain di Penajam Paser Utara selain Dahlia Yati ini yang bisa dimintai pendapat? Benarkah kanal-kanal berita tersebut menerjunkan wartawannya ke lokasi untuk mencari berita? Atau yang mereka lakukan sebatas riset sana-sini, copas dari bermacam sumber, sedikit mengirim pesan dan bertelpon, menghadiri zoom-zoom meeting yang telah dirancang oleh pihak-pihak kontra pemerintah dan sisanya mengembangkan berita agar mencukupi prasyarat muat mengejar deadline. Jika mengingat cerita seorang teman, bahwa budget kanal-kanal berita sekarang ini tidak cukup besar, dan kapasitas wartawan jaman sekarang tidak cukup baik karena kemampuan kantor berita menggaji tidak kuat lagi, sangat dimungkinkan kecurigaan-kecurigaan tersebut memang terjadi.

Tapi bukankah fenomena ini cukup mencurigakan sehingga perlu diulik. Karena kalau benar kecurigaan tentang sistematika kerja wartawan di atas, maka hal ini akan sangat menyedihkan. Wartawan yang merupakan garda terdepan penyampai informasi tentang peristiwa yang terjadi pada masyarakat, gagal melakukan tugasnya. Wartawan seolah membiarkan dirinya menuliskan suatu versi peristiwa yang telah dimaui oleh satu pihak. Lalu apakah masyarakat Indonesia akan dibiarkan menjadi menerima informasi-informasi tidak akurat, makin bodoh dan mudah dimanipulasi? Jika memang benar, maka tentu saja kebiasaan tersebut tak bisa lagi dibiarkan. Meminjam istilah orang Jawa: 2 orang laki-laki – Two Man – Ndak Tuman!!! Dan masyarakat Indonesia makin mundur kebelakang.

Rani Rumita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *