Tahun 2024 masih dua tahun lagi, tapi keributan-keributan di dunia politik sudah mulai ramai sejak sekarang. Tak hanya yang menyangkut suksesi tingkat nasional, tetapi juga suksesi di tingkat kepala daerah. Yang masih hangat adalah pelaporan dua putra Presiden Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK. Pelaporan kontroversial itu dilayangkan oleh Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang juga merupakan aktivis 98, Ubedilah Badrun. Gibran diduga terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang dan KKN. Hanya karena kedua anak Presiden itu kebetulan menjalin kerjasama bisnis anak dengan Sinar Mas. Grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.
Sontak masyarakat tertawa. Tuduhan terasa mengada-ngada dan kental nuansa politiknya. Apalagi nama Partai Keadilan Sejahtera diduga ada di balik laporan itu, karena Ubed adalah simpatisan partai yang pernah terlibat kasus korupsi pengadaan sapi dan pengadaan Al Quran itu.
Ada apa di balik pelaporan itu?
Tuduhan Ubed berawal dari kejadian di tahun 2015, saat grup Sinar Mas menjadi tersangka pembakaran hutan. Di tahun 2019, Gibran dan Kaesang bekerja sama dengan grup tersebut. Ubed menjadi julid setelah mendengar perusahaan milik Gibran dan Kaesang mendapat suntikan dana penyertaan modal lebih dari 90 Milyar. Dan dibuatlah laporan yang tak jelas kebenarannya itu. Laporan yang lebih kental nuansa ghibah daripada nuansa ilmiahnya.…..
Lalu siapakah Ubed? Fakta tentang Ubed ternyata cukup membuat segalanya terang benderang. Ubedillah pernah diusulkan menjadi panitia seleksi cawagub DKI dan menyatakan kesediaannya. Tak pelak lagi, publik mencium bila PKS ada di belakang laporan ini. Apalagi kemudian Zainudin Paru, Wakil Sekretaris Jenderal PKS berkomentar sinis, meminta KPK mengedepankan persamaan di mata hukum (equality before the law). Menggiring opini bila KPK berlaku tak adil karena Gibran pejabat publik dan anak Presiden. Partai yang satu ini memang sering berada di belakang pernyataan-pernyataan yang memojokkan pemerintah, serta sering kedapatan memberi dukungan pada gerakan-gerakan radikalisme dan intoleransi.
Tak hanya PKS, nama Rizal Ramli juga disebut ada di belakang pelaporan ini. Pegiat media sosial, Chusnul Chotimah mengatakan bahwa Ubedillah adalah buzzer Rijal Ramli (RR). Ubed bahkan pernah menulis bahwa RR adalah orang yang paling pantas menjadi RI 1.
Terlepas dari siapa di balik pelaporan tersebut, tentu banyak dari kita bertanya mengapa harus Gibran? Seorang baru di kancah politik Indonesia dan ‘hanya’ Walikota Surakarta. Bukan kandidat capres yang sering memenuhi pemberitaan media.
Bukan tidak kebetulan bila pelaporan dilakukan saat popularitas dan elektabilitas Gibran tinggi. Seperti diketahui, baru-baru ini banyak lembaga survei merilis, popularitas dan elektabilitas Gibran tertinggi di antara para tokoh di Jawa Tengah. Mengungguli Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin Maimoen serta Wali Kota Semarang, Hendar Prihadi. Mudah sekali ditebak, latar belakang dan tujuan dari pelaporan itu.
Pelaporan Gibran Rakabuming ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sebagai upaya menurunkan elektabilitas Wali Kota Surakarta itu. Seperti diketahui, nama Gibran juga mencuat sebagai salah satu calon Gubernur DKI Jakarta sebagai pengganti Anies Baswedan. Hasil sejumlah lembaga survei menempatkan Gibran potensial jadi calon gubernur di ibu kota, sama seperti di Jawa Tengah.
Sampai di sini paham kan? Ketika menyebut DKI Jakarta, maka peluang PKS di belakang pelaporan Gibran ke KPK makin besar. Bahkan pada 7 Januari 2022 lalu, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS DPRD DKI Jakarta Ismail mengatakan pengganti Anies Baswedan harus bisa melanjutkan grand design pembangunan Jakarta yang telah dibuat Anies. Halooo…..
Melanjutkan carut marut banjir? Sumur resapan yang meresap sampai ke hati? Rumah DP nol yang diduga korupsi? Atau formula E yang membengkak?
Terlepas dari itu, jabatan Gubernur DKI Jakarta itu seksi sekaleeee….APBD nya hampir 80 Trilyun Rupiah. PAD nya lebih dari 50 Trilyun. Angka yang luar biasa besar untuk dikelola. Di tangan pemimpn tak Amanah, anggaran besar bisa untuk membeli massa.
Belum lagi kedudukan kota Jakarta sebagai ibukota RI membuat kota tersebut menjadi pusat kekuasaan di negeri ini. Termasuk juga pusat perekonomian dan bisnis. Kompleksitas masalah di Jakarta membuat pemimpinnya akan mudah memahami Indonesia. Jakarta bisa dibilang representasi Indonesia dalam bentuk mini. Pemimpin Jakarta seringkali hanya selangkah menuju RI 1.
Perolehan PKS cukup menonjol di DKI, dibanding di banyak provinsi lain. Dalam Pemilu 2014 dan 2019, PKS berhasil menjadi tiga besar. Tidak heran bila partai ini memiliki ambisi untuk menempatkan kadernya sebagai Gubernur. Nama Gibran yang mendadak mencuat sebagai calon potensial gubernur DKI tentu sangat mengusik rencana besar mereka. Dan kita pun tak akan kaget bila demi memenuhi ambisi mencetak Gubernur dari partainya itu, PKS akan melakukan segala cara.
Ingat bagaimana mereka memenangkan Anies Baswedan pada Pilkada 2017? Mereka tega menggunakan isu SARA untuk menjegal Ahok, seorang gubernur yang nyata-nyata berprestasi dan dicintai rakyat. Hingga kini, efek perpecahan yang ditimbulkan Pilkada paling penuh SARA itu masih terasa.
Prestasi Gibran yang terlihat mulai menonjol sejak memimpin Kota Solo itu membuat banyak pihak yang berkepentingan untuk menguasai Jakarta makin panik. Gibran menunjukkan ketegasannya saat memimpin Solo. Tidak segan-segan mencopot Lurah yang terbukti salah. Jakarta konon memerlukan pemimpin yang tegas sebagaimana Ahok dulu.
Ketakutan ini makin menjadi-jadi saat Gibran terbukti visioner dan melakukan lompatan-lompatan kuantum khas anak-anak muda jaman milenial ini. Dari awalnya sebagai pengusaha biasa, seiring waktu dan berkembangnya wawasan dan spiritualnya, ia mulai merintis bisnis rintisan (start up) dan merangkul UMKM. Apa yang dilakukan ini cerdas. Sudah semestinya diikuti banyak pengusaha lain. Baik muda atau tua.
Keberpihakan Gibran jelas. Pertama sektor riil, yang menyerap banyak tenaga kerja; lalu orientasi ekspor; dan kemudian mendorong usaha kecil kerakyatan yang biasanya baru mulai (startup) berinovasi untuk mengembangkan keragaman usaha dan kreatif. Mampu membuat UMKM dilirik perusahaan-perusahaan modal ventura yang berani mengambil resiko karena usaha-usaha yang dikembangkan berprospek bagus dan tak asing dengan teknologi termutakhir.
Singkat kata, pelaporan yang dilakukan untuk menjegal Gibran itu adalah bentuk kepanikan. Fitnah untuk menghalagi Gibran maju. Tak heran Gibran tidak sedikitpun panik karena pelaporan itu. Ia malah mempersilahkan KPK untuk memeriksanya. Karena bisa jadi pelakunya, baik langsung maupun yang di belakang layar, adalah kelompok ‘panik bilang, Boss ’. Orang-orang yang tak mampu melakukan inovasi dalam berkampanye. Masih teknik lama dengan menjual hoaks. Isu SARA atau mengatasnamakan agama. Duh…
Sekadar info, bonus demografi membuat jumlah penduduk Indonesia berusia di bawah 40 tahun akan mendekati 60 persen pada 2024. Ini artinya arah masa depan bangsa akan ditentukan oleh kaum muda. Generasi tua yang selama ini merasa sebagai penentu arah politik dan kebijakan nasional siap-siap tersingkir kalau tidak paham pergerakan zaman, alih-alih perkembangan teknologi. Tanpa harus menjegal Gibran pun, cara-cara politik usang dengan menebar hoax dan fitnah tak akan mempan lagi bagi milenial yang lebih rasional.
Iwan Raharjo