Pasca Acara Mata Najwa on Stage yang menghadirkan 3 bacapres untuk memaparkan gagasannya, budayawan Goenawan Mohammad mengatakan bacapres Prabowo Subianto tidak menguasai seluk beluk desa dan tidak memahami dunia digital. Eko Kuntadhi kemudian juga menulis: yang kita khawatirkan dari Prabowo bukan masa lalunya. Tapi ketidakmampuannya beradaptasi dengan masa depan. Terlepas bahwa keduanya terlihat meng-endorse salah satu bacapres, benarkah apa yang dikatakan keduanya?
Prabowo Subianto sampai saat ini memang menjadi bacapres tertua dalam kontestasi Pilpres 2024 ini. Ini kemudian dijadikan sasaran para buzzer daribacapres kompetitornya untuk menyerang fisik yang dianggap sepuh. Menjadi Presiden sebenarnya bukanlah profesi yang menuntut kemudaan fisik. Justru kematangan mental yang lebih dituntut. Itu sebabnya usia tua tidak pernah menjadi hambatan, karena kematangan dan pengalaman selalu didapat seiring perjalanan hidup. Kemudaan justru kerap menjadi batu sandungan jika seseorang menduduki jabatan publik. Kemudaan fisik kerap kali bersisian dengan kesembronoan, emosional dan ketidakmatangan berpikir.
Bukan hanya menyerang fisik, Prabowo dianggap gaptek, dan tidak siap menghadapi tuntutan zaman. Tidak menguasai masa depan. Penuduhnya bisa jadi tidak paham Prabowo atau tidak mengikuti rekam jejak Prabowo. Pemahamannya tentang geopolitik terkini menunjukkan bila Prabowo jauh dari kata gaptek. Ia bahkan tanpa ragu memberi contoh tentang negeri-negeri yang telah memiliki cyber army, tak sekadar tentara konvensional. Prabowo bisa dibilang bacapres yang paling paham dan concern pada masa depan dunia yang semakin terancam oleh aneka krisis di depan mata. Mulai dari krisis energi, pangan, wabah penyakit, dan tentu saja ancaman perang nuklir di depan mata. Prabowo paham, tanpa ada persiapan yang serius pada pertahanan modern, ancaman perang akan membuat Indonesia lumpuh dalam beberapa jam. Demikian pula dengan aneka krisis lainnya.
Dalam hal Desa, 17 Program Prioritas Prabowo Subianto menggunakan Desa sebagai pijakan. Mulai dari swasembada pangan, energi, air, menjamin pasokan pupuk-benih-pestisida ke petani, hilirisasi dan industrialisasi serta menyediakan rumah murah bagi masyarakat desa. Termasuk juga penguatan UMKM dan pelestarian lingkungan hidup. Memberi ruang lebih besar bagi Desa untuk menjadi subjek dalam proses pembangunan. Membangun Indonesia dimulai dari desa, sebagaimana strategi banyak negara yang kini berhasil menjadi negara maju dengan strategi hilirisasi industri.
Ini semua menjawab tudingan bahwa Prabowo tidak akan mampu membawa masyarakat desa menghadapi disrupsi informasi. Prabowo sangat mampu melakukannya, apalagi ada Budiman Sudjatmiko dalam barisan Prabowo. Budiman Sudjatmiko, mantan aktivis pemberani penentang Orde Baru itu juga dikenal sebagai Innovator 4.0. Tokoh nasional kita yang terdepan menyiapkan arah baru perkembangan bangsa dan negara Indonesia dengan berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi.
Budiman menginisiasi banyak kelas inspirasi melalui berbagai platform media sosial seperti Instagram, Youtube, Twitter, dan Tiktok, dengan tujuan mendorong generasi muda untuk berpikir dan bertindak demi kemajuan Indonesia. Pandangan politik Budiman menunjukkan perlu lahirnya generasi baru yang memiliki kecerdasan serta keterampilan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Itu semua didorong perubahan pola pikir dari konservatif dan feodal menjadi progresif berbasis sains. Kepemimpinan di masa depan mutlak harus menguasai sains dan teknologi.
Penguasaan teknologi ini bukan hanya karena alasan populis: banyaknya pemilih muda akibat bonus demografi. Menguasai teknologi bukan sekadar mampu menggunakan teknologi atau membuat algoritma untuk menyelesaikan masalah yang ada, melainkan menggunakan imajinasinya untuk mengidentifikasi masalah baru yang akan timbul di masa depan atau bahkan menyelesaikan masalah yang belum ada. Di sinilah sains berperan. Sedangkan teknologi akan melahirkan inovasi-inovasi yang berorientasi untuk memudahkan cara hidup sekaligus meningkatkan kualitas hidup. Semua diawali dengan digitalisasi, tidak hanya dalam arti perubahan dari sistem analog ke digital, tetapi juga membimbing Masyarakat untuk mampu dan menguasai teknologi digital.
Bagi Budiman kepemimpinan strategis yang dimiliki Prabowo tergambar jelas dalam buku Prabowo Subianto, Paradoks Indonesia dan Solusinya. Sejalan dengan pendekatan yang diusung oleh Budiman tentang geopolitik global, inovasi teknologi, kebijakan berbasis sains, dan pengembangan institusi ekonomi yang inklusif, serta pengembangan desa. Ini semua menjadi jawaban bagi tudingan Eko Kuntadhi dan GM.
Nama Budiman Sudjatmiko sendiri identik dengan Desa. Sebagai anggota DPR RI sepanjang tahun 2009 hingga 2019, karya monumentalnya tentu saja adalah lahirnya UU Desa. UU Desa ini yang kemudian memicu lahirnya Desa-desa Mandiri, Pembangunan dari Desa serta bangkitnya perekonomian Desa yang digerakkan BUMDes.
Berawal dari keprihatinan pada paradigma pembangunan selama 50 tahun terakhir, dimana desa belum dilihat sebagai fondasi pembangunan yang kokoh dan berkelanjutan. Dampak dari peran Indonesia dalam ekonomi global yang hanya berkutat sebagai sumber bahan baku, perakit produk industri global, atau sekadar target pasar yang menggiurkan. Belum menjadi penentu kebijakan sehingga kerap terombang-ambing kepentingan-kepentingan global yang merugikan Indonesia.
Budiman kemudian menyadari, pola keberhasilan pembangunan yang membuat banyak negara menjadi maju, yaitu penekanan pada pengembangan ekonomi lokal yang didorong oleh aktor-aktor lokal dan diinisiasi lokal. Di sini Desa menemukan momentumnya untuk menjadi garda depan dalam pembangunan karena nyaris semua sumber daya berlimpah di Desa. Mulai bahan baku hingga tenaga kerja, dengan pelaku usaha yang didominasi UMKM dan bukan korporasi. UMKM ini kemudian akan diwadahi oleh BUMDes, koperasi dan asosiasi-asosiasi. Kelak kerja sama antar BUMDes memungkinkan holding yang melahirkan industry skala besar, bahkan Rumah Sakit dan Perguruan Tinggi.
Bagi Budiman, cita-cita menjadi negara maju dan makmur mulai tahun 2024, harus dimulai dari Desa. Membangun dari Desa terutama harus mampu mengembangkan penduduk dan UMKM setempat untuk mengolah dan mengelola sumber daya alam yang ada. Pemerintah bukan hanya harus membuat kebijakan berbasis teknologi yang mendukung usaha rakyat, tetapi sudah saatnya pemerintah mulai melakukan pengadaan-pengadaan teknologi untuk usaha rakyat sekaligus memberikan transfer pengetahuan. Mesin-mesin teknologi yang berguna menggerakkan perekonomian sesuai karakteristik dan kebutuhan Desa masing-masing dihadirkan melalui Dana Desa dengan pengelolaannya melalui BumDes. Inilah hilirisasi. Saatnya Indonesia tak lagi mengekspor bahan mentah.
Muara pembangungan dari Desa adalah kemandirian ekonomi bagi penduduknya sekaligus ketahanan budaya karena masyarakat Desa selalu mengakar kuat pada kearifan lokalnya. Ini semua menjadi salah satu solusi kegagalan pendidikan kita karena gagal mencetak masyarakat yang imajinatif, mengakar pada budayanya, sekaligus sekaligus memiliki critical thinking. Imajinasi dan budaya inilah yang menjadi filter masyarakat agar tak terlibas kemajuan Artificial Intelligence, yang diperkirakan akan menggerus banyak lapangan kerja.
Kita semua sedang berlomba dengan waktu. Kecepatan perubahan teknologi itu eksponensial, yang menyebabkan kecepatan perubahan sosial juga eksponensial. Sedang negeri kita masih berkutat dengan ‘drama-drama’ politik yang terkadang jauh sekali untuk menjawab persoalan riil masyarakat. Membuat kita nyaris mandeg. Sementara jarak kita dengan teknologi semakin berlipat jauhnya. Prabowo, dengan Budiman Sudjatmiko dalam barisannya akan mampu membawa masyarakat kita menghadapi ledakan-ledakan teknologi yang pesat. Sebagai capres, selayaknya Prabowo didampingi Budiman sebagai cawapresnya….
Jefferson Adji Nugroho