Masyarakat Indonesia kembali mendapat hiburan. Kali ini bukan dari komedian, ataupun ulah para selebriti, melainkan langsung dari mantan Presiden RI anak beranak. SBY dan AHY kembali mendapat panggung untuk ditertawakan masyarakat Indonesia dengan polahnya yang makin lucu dan menggemaskan. Bakat melawak mereka kali ini benar-benar sukses memancing tawa.
Diawali dengan pernyataan amnesia AHY. Ketua Umum Partai Demokrat yang kini gemar bercambang sangar itu menyebut pembangunan infrastruktur di era Presiden Jokowi 80 persen di antaranya tinggal peresmian atau gunting pita saja. Sebab, pembangunan tersebut dianggap sudah berjalan sejak era SBY, ayah kandung AHY sekaligus juga pembangun candi mangkrak Hambalang.
Tentu saja pernyataan itu membuat banyak kalangan mengelus dada prihatin. Bukan saja karena di usianya yang belum ada setengah abad, pensiunan mayor yang juga gagal menjadi Gubernur DKI itu telah menunjukkan tanda-tanda kepikunan. Apakah kini kondisi keuangannya begitu buruk karena uang pensiun Mayor yang begitu kecil sehingga tidak cukup untuk membeli makanan bergizi pencegah penyakit pikun.
Belum selesai dunia tertawa dengan si anak, sang Bapak yang biasanya selalu menyanyi galau itu makin menggenapi kesan galau lahir batin bumi langit dunia akirat. Saat memimpin rapat pimpinan nasional (rapimnas) Partai Demokrat 2022, di Jakarta Convention Center (JCC) 15 September 2022, SBY melempar isu adanya tanda-tanda Pemilu 2024 akan berlangsung secara tidak jujur dan tidak adil. “Para kader mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilihan Umum 2024, saya mendengar mengetahui bahwa ada tanda-tanda pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil,” kata SBY seperti dilihat detikcom di akun Tiktok @pdemokrat.sumut pada 17 September 2022. DPD Partai Demokrat Sumatera Utara telah mengizinkan isi Tiktok itu untuk dikutip.
Melengkapi blunder yang dilakukan SBY, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera memuji sikap SBY turun gunung menghadapi isu Pemilu 2024 tersebut merupakan langkah bagus. “Bagus sekali. Kebijakan dan pengalaman Pak SBY dapat membantu kita meningkatkan kualitas demokrasi.” Maka pujian Mardani Ali Sera menggenapi semua tawa ngakak tentang SBY. SBY galau dan kacau, ditambah Mardani Ali Sera yang kndang suka asal serang Pemerintah. Logis tidak logis, yang penting lempar isu. Klop.
Bapak dan Anak, SBY dan AHY tanpa sadar telah membuka aibnya. Seketika mungkin kita akan kasihan melihat AHY, begitu muda, begitu polos dan naif. Atau jangan-jangan memang kurang cerdas.
Tanpa ragu, tanpa malu ia membeberkan data yang salah tentang klaim infrastruktur. Mungkin saat di sekolah dulu SBY tidak masuk saat pembelajaran Metodologi Ilmiah diberikan. AHY jadi gagal paham, bahwa pentingnya data yang valid. Dan di era informasi ini, data valid mudah didapat. Tinggal gunakan search engine. Hanya dengan mengetik kalimat kunci ‘proyek mangkrak era SBY yang diselesaikan Jokowi’, maka AHY akan mendapat fakta-fakta yang akan menusuk perasaannya. Ruas tol Pemalang-Semarang, ruas tol Cimanggis-Cibitung, Jembatan Merah Putih, 34 pembangkit listrik, Bandara Kertajati serta yang paling epic, Wisma Atlet Hambalang, menjadi bukti gagalnya pembangunan di era SBY. Dan publik makin tertawa karena AHY sudah sewa tempat mahal, bicara di hadapan 3.000 kader menggunakan sound system ribuan watt, diliput banyak media, namun sayang data yang disampaikan salah total. Sungguh kita patut kasihan, karena mungkin AHY telah ditipu mentah-mentah para pembisiknya.
Masalahnya, kalau masalah sepele dan dapat dilakukan sendiri seperti mencari data valid saja AHY luput, bagaimana kelak ia dapat mencari jalan ke luar dari permasalahan negara yang kian hari kian pelik seiring bertambah kompleksnya perkembangan peradaban?
Untuk info saja Mas Mayor AHY, jalan tol yang dibangun SBY di periode 2005 hingga 2014 mulai dari konstruksi hingga gunting pita total hanya 189,2 kilo meter. Sementara jalan tol yang di mulai konstruksi nya di pemerintahan SBY tapi di selesaikan oleh Jokowi total ada 222 kilo meter. Kalau total panjang jalan tol yang dimulai era Jokowi tahun 2015 hingga nanti 2023 total sepanjang 2.290 kilo meter. Jokowi membangun jalan tol 12 kali lipat lebih panjang.
Dari situ kemudian terkuak satu fakta yang tentu makin menyesakkan dada AHY: bahwa 24 Bandara yang diselesaikan SBY, sebagian besar telah dikerjakan konstruksinya oleh Presiden sebelum SBY. Proyek multi years yang kebetulan SBY ketiban untung, tinggal finishing dan gunting pita.
Sampai di sini AHY harus berhati-hati, berhadapan dengan masyarakat kritis, ia bisa digugat menyebar hoax dan terkena UU ITE.
Sementaraitu, Bandara yang ground breakingnya dilakukan SBY tapi akhirnya diselesaikan Jokowi jumlahnya ada 7 yaitu Kertajati, Tebelian, Muara Teweh, Buntukunik, Morowali, Miangas dan Namniwel. AHY tentu akan kaget bila mengetahui Bandara yang konstruksinya dimulai oleh Jokowi sejak 2015 total ada 31 Bandara. Siapkan sapu tangan Mas Mayor, untuk mengusap air mata kepedihan.
Beberapa Bendungan dimulai konstruksinya tahun 2014, hanya beberapa bulan sebelum masa jabatan SBY berakhir, yaitu Bendungan Tentip, Raknamo, Logung, Gondang dan Pidekso. Boleh dibilang SBY hanya sempat melakukan seremoni peletakan batu pertama saja. Seperti yang ditulis Adian Napitupulu, bermodal 1 sak semen dan beberapa buah batu saja. Karena memang masa jabatan SBY di tahun 2014 secara konstitusional hanya 10 bulan saja. 13 bendungan yang dikatakan SBY berperan cukup besar juga dibangun nyaris dari awal oleh Jokowi. Sejak 2015, total ada 39 Bendungan dibangun Jokowi.
Sekali lagi, kita perlu menyadarkan AHY agar menarik ucapannya, karena menyebar hoax itu bentuk kriminalitas yang bisa dijerat hukum. Malu kan Mas Mayor kalau sampai kena. Terpaksa pake baju orange lho…
Konon katanya, semua pernyataan AHY yang diungkapkan dengan teatrikal itu bertujuan sebagai kampanye menuju RI 1. Sayang AHY tidak sadar dua hal. Pertama, seorang Presiden seharusnya bukan penyebar hoax. Presiden adalah jabatan kepercayaan rakyat, mana mungkin diserahkan pada orang yang tak terpercaya. Bagaimana kita akan mempercayai laporan pertanggung-jawaban dari seorang Presiden yang nyata-nyata terbiasa berbicara tanpa fakta alias menyebar hoax.
Kedua AHY terkesan gagal move on, membangga-banggakan prestasi ayahnya. Tidak malu berlindung pada bayang-bayang ayahnya. AHY seperti abege yang baru pacaran dan membangga-banggakan mobil, gadget dan kartu kredit pemberian orang tua plus julid dengan prestasi orang lain. Ini mengindikasikan rasa percaya diri yang lemah, ketidakmandirian, leadership yang parah, dan ketidakmampuan berpikir otonom, alih-alih berinovasi. Kita patut menduga, seandainya AHY memimpin negeri ini, ia akan gemar berkeluh kesah sembari memegang dada dan berkata, “ saya prihatin..” sebagaimana sang ayah. Atau ia akan menyanyi lagu-lagu galau……
Dan yang paling memalukan, AHY gemar membanggakan sesuatu yang tak seharusnya dibanggakan.
Kini tentang pernyataan SBY turun gunung. Jejak digital telah membuat publik tertawa ngakak guling-guling karena tercatat lima kali SBY menyatakan akan turun gunung. Mulai dari turun gunung untuk mengatasi kisruh DPR dan jurkam Demokrat tahun 2014, turun gunung untuk memenangkan AHY di tahun 2017 hingga puncaknya menyebut Pemilu 2024 bakal tidak jujur sehingga ia harus turun gunung. Cikeas bukan nama gunung, SBY sebagai seorang doktor tentu paham makna kiasan dari kata ‘turun gunung”.
Mengapa demikian? Tentu karena SBY ingin mengesankan dirinya kini pertapa, menyepi berkontemplasi, sebagaimana raja-raja Pandawa setelah turun tahta dan mandeg pandita. SBY ingin terkesan sebagai Bapak Bangsa, negarawan bijak, agar didengar suaranya dan kemudian pelan-pelan menjadi king maker bagi putra mahkota Kanjeng Mayor AHY.
Sayangnya, kata-kata SBY tak pernah terkesan bijak. Justru kerap terlihat ambisius, terutama saat memaksakan seorang mayor, terlalu muda, kurang wawasan dan pengalaman untuk memimpin negeri ini. Pengamat politik Adi Prayitno bahkan menyebut apa yang dilakukan SBY sebagai upaya partai mengulang kejayaan di masa lalu. Mungkin SBY sebenarnya mengalami gejala post power syndrome.
Partai Demokrat di bawah komando SBY kerap mengkapitalisasi isu yang beredar di masyarakat, dengan tujuan memantik simpati publik. SBY dan AHY gemar sekali menyerang Jokowi, mendown grade segala prestasi Jokowi. Untuk kemudian menawarkan bahwa Partai Demokrat adalah jawaban dari semua masalah negara. SBY lupa bahwa kita sedang berurusan dengan masa depan negara dan tidak sedang membeli teh dalam botol yang bisa dinikmati bersama ‘apapun makanannya’. Semua ini dilakukan, SBY dalam rangka ‘turun gunung’ mempersiapkan kendaraan politik untuk sang anak, Kanjeng Mayor Purnawirawan Agus Harimurti Yudhoyono.
Masalahnya apa yang membuat SBY ‘maksa’ banget agar AHY menjadi Presiden? Karena AHY memang cakap dan berkompetensi, atau agar ‘dosa-dosa’ masa pemerintahannya tidak akan diungkit? Entahlah. Yang jelas, berpolitik yang baik itu bukan dengan menyebar hoax, bukan dengan menjelek-jelekkan lawan, tetapi dengan berbagi ide dan sumbangsih bagi negeri.
Nia Megalomania