Fenomena Gibran: Bukan Anak Ingusan Biasa

Makin tinggi suatu pohon makin kencang angin yang menerpanya. Makin sukses seseorang, makin banyak pula orang yang akan nyinyir dan julid. Ini juga terjadi pada Walikota muda yang sedang naik daun, Gibran Rakabuming Raka. Tak heran juga politikus senior PDIP Panda Nababan tergoda ikut nyinyir terhadap Mas Wali, sebutan populer warga Solo kepada Walikotanya.

Dalam diskusi ‘Adu Perspektif Detikcom dan Total Politik’, Opung Panda mengatakan Gibran belum pantas untuk maju di Pilpres 2024. Menurutnya, Gibran masih harus banyak belajar di dunia politik, dan yang terparah, Opung Panda menyebut Gibran anak ingusan. “Gibran anak ingusan kok, gimana? Nanti anak itu besar kepala, masih belajar dulu lah,” kata Opung Panda saat itu. Opung Panda menyebut majunya Gibran di  Pilpres 2024 akan memunculkan isu dinasti politik.

Benarkah Gibran anak ingusan?

Sebagai Walikota berusia muda, Gibran memang kerap terkena prasangka buruk. Ia dianggap walikota karbitan, bagian dari politik dinasti hingga yang terbaru yang dilontarkan Opung Panda: Gibran anak ingusan. Intinya mereka meremehkan kemampuan Gibran dalam memimpin kota Solo. Faktanya…….. Bisa jadi semua yang membaca akan kagum terperangah.

Sepanjang tahun 2022menjadi ajang Gibran membuktikan dirinya sebagai Kepala Daerah yang cakap mengelola dan membangun Solo. Pertumbuhan ekonomi Solo melesat di angka 6,25 persen. Angka kemiskinan Solo berkuranghingga 2.850 jiwa. Pertumbuhan ekonomi Solo pada 2022 itu diprediksi menjadi yang tertinggi se-Jawa Tengah. Bahkan angka pertumbuhan ekonomi Kota Bengawan tahun itu di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.

Pertumbuhan ekonomi Solo itu ditopang oleh pembangunan yang massif di kota Bengawan itu sejak dipimpin Gibran. 17 titik prioritas pembangunan di Solo bukan hanya menjadi penggerak ekonomi kota, melainkan menjadikan Solo kota destinasi wisata baru. Keberhasilan Gibran menjadikan Solo Destinasi Utama kunjungan wisata bahkan membuat kunjungan wisata di Solo melampaui Yogyakarta saat libur Lebaran. Dari data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Solo, selama liburan Lebaran 2023 lalu, Solo telah dikunjungi 274.190 pelancong. Sementara berdasarkan data Dispar Yogyakarta, tercatat sekitar 210.000 wisatawan menginjakkan kaki selama musim Lebaran.

Event-event musik besar, yang selama ini nyaris selalu digelar di Ibukota, kini ramai diselenggarakan di Solo. Sebut saja Dream Theater dan Deep Purple yang digelar di Area Parkir Stadion Manahan Solo. Ini masih ditambah event budaya lokal, mulai dari event literasi hingga seni tradisi.
Gibran, bahkan merevitalisasi Lokananta yang saat ini sedang berjalan agar event music di Solo makin bergairahIni masih ditambah dengan penyelenggaraan Paragames yang terbilang sukses di Solo. Piala Dunia U20, seandainya tak terkendala protes masyarakat yang berujung pelarangan oleh FIFA, bisa dipastikan diselenggarakan di Solo.  Semua usaha Gibran ini dilakukan demi menggeliatkan pertumbuhan ekonomi Kota Solo.

Ketika bicara perekonomian masyarakat, kepedulian utama Gibran adalah pada kemandirian ekonomi masyarakat. Ia tak pernah lelah mengembangkan UMKM agar naik kelas. Diplomasi perdagangan untuk UMKM bahkan dilakukan Gibran hingga ke Paris. Membuat kerja sama perdagangan UMKM lokal Solo dengan buyer dan retail besar di Paris. Gibran sadar betul Kota Solo tak memiliki sumber daya alam dan industri besar, perekonomian bertopang pada UMKM hingga lebih 70 persen.

Prestasi lain Gibran yang layak diapresiasi adalah kepeduliannya pada toleransi beragama. Pemkot Solo di bawah pimpinannya, membangun kehidupan yang harmonis antarumat beragama, etnis dan budaya. Prestasi ini memperoleh apresiasi dari lembaga SETARA Institute dengan mendapatkan peringkat ke-4 sebagai kota paling toleran di Indonesia.

Surakarta memperoleh skor 5,883 dan berada di posisi keempat dari 10 kota-kota yang paling toleran. Dalam Laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022 yang dilakukan oleh SETARA Institute. Surakarta menjadi salah satu kota yang memiliki tingkat toleransi yang baik. Membangun hubungan kerukunan umat beragama dan etnis tampak jelas diperlihatkan Pemkot Solo melalui kegiatan memberikan ruang dan kesempatan yang sama dalam merayakan hari-hari besar keagamaan.

Di akhir tahun, tepatnya Bulan Desember 2022, umat Kristiani diberikan kesempatan menggelar perayaan natal di Plaza Balai Kota, dengan menggelar lagu-lagu rohani. Ornamen Natal, seperti replika pohon Natal dipasang di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman. Pernak-pernik Natal pun juga ikut menghiasi kawasan sekitar Bali Kota Surakarta.

Pada perayaan Imlek 2023 giliran kawasan Balai Kota, Jalan Jenderal Sudirman hingga kawasan Pasar Gede dihiasi ornamen dan pernak-pernik Imlek. Di atas jembatan Kali Pepe yang berada di depan Pasar Gede juga bertabur hiasan khas Imlek. Pemkot Solo pun melakukan Festival Grebeg Sudiro, suatu event budaya berbasis tradisi masyarakat peranakan Tionghoa di Solo. Saat Nyepi, ibadah Nyepi dan Festival Ogoh-ogoh dilaksanakan untuk pertama kalinya di Plaza Balai Kota dan disaksikan warga lintas agama dan etnis. Penjor janur kuning dan ornamen Hindu Bali juga menghiasi sepanjang Jalan Jenderal Sudirman.Memasuki Bulan Ramadan 1444 H di tahun 2023, ornamen khas Ramadan kembali mengiasi Plaza Balai Kota. Sepanjang Ramadan juga digelar Kampung Ramadhan dengan tajuk Ramadhan Light Festival 2023.

Sebelum dipimpin Gibran, Solo hanya menduduki peringkat kesembilan dengan skor 5,783 dalam indeks kota toleran. Naiknya IKT ini memperlihatkan bahwa Pemkot Surakarta terus mengembangkan kehidupan yang rukun semua pemeluk agama, keyakinan dan etnis. Tradisi hidup rukun umat beragama di Solo sebenarnya sudah terjadi sejak dulu kala. Banyak rumah ibadah saling berdampingan dan hanya dibatasi oleh satu tembok, misalnya Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al Hikmah yang berada di Jalan Gatot Subroto Solo. Namun kesadaran toleransi itu menurun akibat kehidupan modern yang sibuk dan hedonis. Kini Gibran mengembalikan nilai-nilai luhur masyarakat Solo itu.

Prestasi Kota Solo dalam pencapaian peringkat keempat dalam IKT 2022 ini juga menjadi bukti kemajuan kehidupan ber-bhinneka dan kepatuhan terhadap nilai-nilai Pancasila yang menjadi pegangan hidup bangsa Indonesia. Kota Solo menjadi kota yang melakukan praktik-praktik kehidupan toleransi melalui kebijakannya terus menjaga iklim kerukunan dan selalu mempromosikan sikap hidup damai untuk semua pemeluk agama, keyakinan dan etnis.

Sampai di sini, layakkah Gibran disebut anak ingusan?

Rasa-rasanya tidak, apalagi ucapan Opung Panda itu membuat Opung terlihat tak paham Revolusi Industri 4.0 yang menghasilkan fenomena Generasi millennial atau Gen Z. Mungkin Opung masih memandang generasi muda dalam kacamata jadul yang memandang inferior pada kaum muda. Tipe generasi tua yang gemar mendikte, tidak mensupport dan memandang rendah yang lebih muda. Padahal sejak dulu kaum mudalah yang mempelopori gerakan kebangsaan yang melahirkan Indonesia. Kini peran Gen Z bahkan lebih luar biasa lagi. Karena mereka telah lahir di era digital, cara berpikir mereka menjadi lebih kompleks dan yang paling menonjol, mereka tidak asing dengan teknologi. Teknologi telah mandarah daging dengan mereka, sehingga secara umum mereka tumbuh sebagai generasi yang lebih rasional.

Baper politik? Tidak ada dalam pikiran Gen Z. Bukan Gen Z banget. Gen Z bukan lagi generasi yang gampang tertarik pada isu-isu intoleransi dan fundamentalisme yang menyebabkan Indonesia terjebak dalam polarisasi. Gen Z punya ciri utama sangat aware pada eksistensinya. Tentu saja eksis dalam hal positif seperti kreatif, selalu produktif, berprestasi, dan fokus pada masa depan. Bukan terpaku pada isu-isu yang berdampak pada perpecahan bangsa. Bila banyak politisi lain adalah generasi tua yang berusaha sok paham Gen Z, Gibran yang dibilang anak ingusan itu bagian dari Gen Z itu sendiri.

Yang menjadi pertanyaan, kenapa juga Gibran harus diserang Opung Panda kalau cuma anak ingusan?

Tak lain tak bukan karena banyak orang termasuk Opung Panda paham bila dalam pesta demokrasi nanti, para pemilih muda dan pemula menjadi kelompok pemilih terbanyak. Inilah salah satu efek bonus demografi. Diakui atau tidak, suara para pemilih muda itu menjadi rebutan. Baik oleh caleg maupun pasangan-pasangan bakal capres-cawapres. Mereka akan menjadi penentu siapa dan partai mana yang menduduki kursi kekuasaan pada Pemilu 2024.

Dan Gibran si anak ingusan itu, lagi-lagi selalu di hati para millennial karena ia bagian dari millennial itu sendiri. Bukan generasi sepuh yang kini terlihat mulai tertatih-tatih memahami pesatnya perubahan zaman.

Fatimah Wardoyo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *