Fenomena Gibran: Tentang Mundur dan Orang Dalam

Jangan salah paham. Saya tidak menyalahkan Gibran karena Ia berambisi menjadi cawapres. Itu hak politiknya meskipun diperoleh melalui drama di MK. Secara terbuka saya mengatakan bahwa Gibran belum layak untuk  itu dan belum waktunya. Dan saya tidak akan mengubah pendapat saya. Kalau harus mengarahkan telunjuk, kepada siapa lagi kalau bukan kepada Jokowi.

Sampai dengan saat ini, baru 2 tahun 8 bulan Gibran menjabat sebagai Walikota Surakarta. Belum selesai 1 periode jabatan, kalau menang pemilu ia akan langsung lompat sebagai Wakil Presiden. Ini tentu preseden yang buruk. Menjadi Wali Kota bukan karena panggilan pengabdian kepada masyarakat dan kota Solo, melainkan sebagai batu lompatan ke jenjang jabatan politik yang jauh lebih tinggi.

Sebagai warga kota Solo saya berhak untuk kecewa. Saya berharap Gibran bisa menjadi Walikota selama 2 periode. Namun apalah daya, godaan berkuasa di level nasional sangatlah menggiurkan. Tapi inilah realitas politik meskipun pahit dan getir.

Kalau anda masih ada hati secuil saja untuk masyarakat dan kota Solo, please segeralah mengundurkan diri sebagai Wali Kota Surakarta. Semakin cepat anda mundur akan semakin baik untuk kota Solo. Semakin anda menunda-nunda pengunduran diri anda, sama artinya anda menyandera kepentingan publik kota Solo.

Saya tahu dan paham bahwa menurut UU, anda tidak wajib mengundurkan diri melainkan hanya cuti. Namun meskipun begitu permintaan saya cukup rasional dan tidak berlebihan. Keputusan tetap di tangan anda.

Kalau hanya karena kerap disebut sebagai petugas partai lalu sakit hati dan melakukan balas dendam politik terhadap Megawati  sih saya rasa terlalu berlebihan. Namun, lebih masuk akal rasanya apabila ada kepentingan yang harus diamankan dan diakomodir dengan baik. Dan kepentingan itu tidak bisa dititipkan kepada Mega. 

Mengapa demikian? Karena ada benturan kepentingan yang dahsyat. Maka berpalinglah ia kepada salah satu Capres.

Apakah capres itu bisa dipercaya sepenuhnya? Tidak juga. Oleh sebab itu butuh “orang dalam” yang bisa menjamin kepentingannya aman dan terakomodir dengan baik. Kurang lebih sama sebagaimana yang terjadi pada sebuah parpol. Parpol ini mendeklarasikan setia kepadanya apapun keputusannya.

Apakah parpol tersebut bisa dipercaya sepenuhnya? Tidak juga. Oleh sebab itu butuh “orang dalam” yang bisa menjamin kepentingannya aman dan terakomodir dengan baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *