Harga Pertalite Tetap, Kurang Apa Coba?

https://awsimages.detik.net.id/visual/2018/10/11/120e2ef3-b26c-4c20-88e3-57c667be6cda_169.jpeg

Tak hanya sekali Presiden Joko Widodo menyinggung harga Pertalite. Mei 2022 soal ini pun pernah diangkatnya. Mengapa? Mungkinkah ini sebagai isyarat agar khalayak memahami realitas sebenarnya?

Kita tak bisa menutup mata. Kondisi ekonomi dunia tengah sulit. Bahkan, pada 2023 mendatang, kondisi ekonomi dunia akan lebih sulit lagi dibandingkan tahun ini. Prediksi ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo berdasar rangkumannya dari berbagai informasi yang ia dapat dari para pemimpin dunia, mulai dari semua kepala negara G7, para kepala lembaga internasional, sampai Sekjen PBB.

Gejolak ekonomi global ini pasti akan memengaruhi melonjaknya inflasi. Dampak inflasi ini membuat harga bahan bakar minyak di Amerika Serikat mengalami kenaikan dua kali lipat. Kondisi serupa juga dialami Eropa. Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkap bahwa harga minyak mentah dunia saat ini di level US$ 100 sampai US$ 120 per barel. Mirisnya lagi, kondisi ini juga mendatangkan penderitaan kelaparan akut yang menimpa 320 juta orang di dunia.

Bagaimana Indonesia menyikapi kondisi sulit ini? Tentu bukan perkara mudah ketika harus memikirkan kesejahteraan rakyat, sementara dunia sedang bergejolak. Soal bahan bakar minyak memang menjadi urusan krusial. Menjadi titik pijak yang akan memengaruhi banyak aspek lainnya. Coba di negara kita bayangkan Pertalite yang saat ini seharga Rp7.650,00 naik jadi Rp17.100,00 demonya berapa bulan? Naik 10% saja saya ingat, demonya 3 bulan. Kalau naik sampai 100% lebih demonya berapa bulan? Kata Pak Jokowi.

Sedikit mengulik tentang demo, bisa jadi Indonesia sudah cukup kenyang dengan demo. Sebelum kemerdekaan, aksi unjuk rasa ini tidak langsung turun ke jalan seperti sekarang ini. Masih dalam ranah pemikiran dan berkutat pada buku saja. Pada 1908, mahasiswa memang sudah terlibat dalam pergolakan politik dan mendirikan Boedi Oetomo. Di sana, mereka seperti memiliki tempat berpikir kritis. Seiring perkembangannya, mereka tak hanya berkutat pada pemikiran, tetapi mulai turun ke jalan. Pada 1966, aksi demo saat itu ternyata mulai menyinggung harga sembako, selain menuntut dibubarkannya PKI dan perombakan kabinet Dwikora.

Pada 1974, terjadi gerakan demo dari mahasiswa, yang memprotes soal besarnya investasi Jepang ke Indonesia. Sayangnya, aksi ini berujung kerusuhan dan penangkapan sejumlah mahasiswa. Berlanjut dengan demo besar-besaran pada 1998 yang menuntut adanya reformasi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Tak hanya itu, beberapa kali terjadi demonstrasi terkait buruh, penolakan Omnibus Law, dan sering kali terkait BBM! Indonesia cukup kenyang dengan demo bukan? Apalagi jika menyangkut kenaikan BBM, sudah pasti demonya akan makin antusias.

Melihat fenomena ini, betul juga apa yang dikatakan Presiden Jokowi. Pertimbangannya dalam memutuskan soal ini dirasa tepat juga. Bagi Presiden Jokowi, harga Pertalite menjadi hal penting. Apabila harga Pertalite naik, pastinya ini akan memicu kenaikan harga barang-barang lainnya. Tak bisa dibayangkan jika Pertalite benar-benar naik lebih dari 100%. Untuk mempertahankan harga Pertalite saat ini dengan memberikan subsidi melalui APBN. Karena itu, pemerintah Indonesia menyiapkan anggaran subsidi Rp502 triliun. Jumlah yang fantastis bukan? Sekarang bagaimana? Masihkah mengeluhkan hal ini? Akankah mengkritik pemerintah untuk soal ini? Siap-siap akan berdemo lagi?

Harga minyak dunia sudah melambung tinggi. Pemerintah sudah berusaha untuk mengendalikan harga Pertalite supaya tidak naik. Namun, bisa jadi ini tidak akan menjadi solusi terbaik selamanya. Ada subsidi belum tentu akan membawa kenyamanan terus bagi kita. Menyoal BBM, tak hanya melulu terkait harga, siapa yang layak menikmati subsidi, atau harus ada demo jika ternyata harga BBM naik.

Ada krisis energi yang perlu untuk dipikirkan bersama. kita tidak bisa menutup mata begitu saja. Krisis energi tidak bisa diramalkan akan selesai kapan. Bagaimana kita mengantisipasinya? Apa yang bisa dilakukan? Bagaimana pula dengan kondisi titik-titik infrastruktur BBM dan Gas Bumi di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang merupakan milestone penting bagi Indonesia? Mungkin, ini PR yang harus terus diupayakan dan dimaksimalkan sebaik-baiknya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *