Impulsif? Tindak Kekerasan di RS Siloam

Christina Ramauli (27 tahun) alias CRS, seorang perawat di RS Siloam Palembang, mengalami tindak kekerasan oleh seorang pria berinisial JT. Peristiwa ini dipicu karena JT emosi melihat tangan anaknya berdarah setelah jarum infus dicabut dari tangannya oleh CRS. JT meminta CRS masuk ke kamar perawatan dan tidak lama setelah itu JT langsung menampar dan menendang CRS hingga tersungkur. Tak hanya itu, JT juga sempat menjambak rambut CRS. Perlakukan ini sangat disayangkan oleh banyak pihak karena sangat tidak etis. Selain tidak etis, mengapa seseorang bisa bertindak demikian?

Bona Fernando, Direktur Utama RS Siloam Sriwijaya, menyerahkan semua proses hukum ini kepada kepolisian. Ia meminta penganiaya CRS diusut sampai tuntas dan ditindak dengan tegas oleh polisi. JT ditangkap di kediamannya di Ogan Komring Ilir (OKI). Tidak terlalu banyak perlawanan ketika JT ditangkap dan digiring ke ruang penyidikan. Peristiwa ini tentu saja membuat trauma bagi CRS, dan secara tidak langsung membuat perawat-perawat lainnya merasa tidak nyaman. Di sisi lain, apakah rumah sakit di Indonesia perlu membuat pembaruan peraturan terkait dengan hal semacam ini?

Sedikit menelisik peristiwa ini dari sudut pandang pribadi. Secepat itukah seseorang akhirnya memutuskan melakukan tindak kekerasan atas apa yang dilihatnya? Ada banyak faktor yang bisa kita asumsikan untuk mendapatkan jawaban mengapa pelaku bisa secepat itu bertindak keras kepada CRS. Apakah mungkin pelaku sudah terbiasa impulsif? Atau, pada saat itu kondisi mentalnya sedang kurang baik karena punya masalah yang cukup berat dan banyak tekanan di sana-sini? Atau, pelaku punya trauma hebat ketika melihat darah atau mungkin membayangkan hal-hal terburuk berkenaan dengan darah? Atau, terlalu sayang kepada anaknya hingga tidak boleh ada seorang pun yang membuatnya terlihat menderita? Atau, karena sudah membayar, jadi semua pelayanan harus sempurna dalam pandangannya? Apa pun bisa menjadi perkiraan kita.

Sekadar ingin berbagi sudut pandang menyikapi berita miris seperti ini. Apa pun faktor penyebab kasus ini, baiknya tidak berujung pada tindak kekerasan semacam ini. Tidak hanya dalam ranah medis, dalam banyak ranah yang lain pun tindak kekerasan bisa saja terjadi, bahkan dengan pemicu yang sepele sekalipun. Namun, kembali lagi kepada bagaimana kita merespons hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan atau harapan kita. Memang tidak semua orang mudah merespons dengan bijak ketika berhadapan pada realitas yang sangat tidak kita inginkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *