Kisah Kutuk Keris Mpu Gandring Masih Belum Selesai

Saya yakin, mayoritas dari kita, tentu pernah mendengar kisah tentang keris Mpu Gandring.

Alkisah, Ken Arok ingin membunuh Tunggul Ametung yang sakti, maka dia butuh sebuah senjata yang bisa menembus kesaktian Tunggul Ametung. Sehingga kemudian, pergilah Ken Arok, menemui seorang ahli pembuat senjata yang bernama, Mpu Gandring. Mpu Gandring menyanggupi permintaan Ken Arok. Mereka sepakat agar Mpu Gandring bisa menyelesaikan keris sakti itu, dalam satu kurun waktu tertentu.

Waktu berlalu dan Ken Arok mendatangi Mpu Gandring, untuk meminta keris yang dia pesan. Apa yang terjadi? Ternyata Mpu Gandring memberitahu Ken Arok, bahwa kerisnya belum siap. Kerisnya sudah jadi, tetapi sarung kerisnya belum dibuat.

Di situlah kemudian terjadi pertengkaran. Mpu Gandring menolak untuk memberikan keris itu, sebelum sarungnya selesai dia buat. Ken Arok yang merasa diburu-buru oleh waktu, memaksa Mpu Gandring untuk memberikan keris itu, saat itu juga. Dalam puncak kemarahannya, Ken Arok merebut keris itu dari tangan Mpu Gandring dan menusuk sang mpu, berkali-kali dengan keris buatannya sendiri.

Mpu Gandring mati.

Namun di saat-saat terakhirnya, Mpu Gandring masih sempat melontarkan sebuah kutukan. Keris itu, akan meminta korban. Darah dari keturunan Ken Arok, turun temurun, akan tertumpah oleh keris yang sama.

***

Itu sebuah cerita masa lampau yang kebenarannya dipercayai sebagian orang dan bagi sebagian orang yang lain, hanyalah sebuah mitos. Namun sebagai sebuah cerita yang bertahan selama ratusan, bahkan mungkin akan terus bertahan sampai ribuan tahun ke depan, dia menyimpan nilai dan ajaran yang masih relevan, hingga saat ini.

Berapa banyak dari kita yang berperan sebagai Ken Arok dalam kisah itu? Kita melihat sosok Ken Dedes (mewakili harapan dan cita-cita) dan ada Tunggul Ametung dalam kehidupan kita, sebuah penghalang besar dalam meraih yang kita cita-citakan.

Kita membutuhkan “senjata sakti” untuk memusnahkan penghalang-penghalang itu. Lalu dalam ketidak sabaran kita, kita hanya fokus menginginkan kerisnya dan menolak menunggu. Menolak peringatan dari orang bijak yang mengingatkan kita, bahwa keris itu harus dibuatkan sarung yang sepadan.

Makin sakti kerisnya, maka sarungnya juga harus makin sakti pula. Jika tidak, maka tajamnya keris itu, bisa melukai diri sendiri. Keris dan sarung keris, adalah sebuah simbol akan kekuasaan dan alat kontrolnya. Simbol tentang kecanggihan sebuah alat dan kebijaksanaan dalam membendung kerja alat itu.

Keris yang tajam dan tidak terkontrol, akan menjadi berbahaya. Dalam upaya kita menggunakan keris itu untuk menyelesaikan masalah kita, tajamnya keris itu akan melukai diri kita sendiri dan orang-orang yang tak berdosa di sekitar kita.

***

Dalam hidup, seringkali kita seperti Ken Arok yang tidak mau menunggu. Kita menuntut agar semua masalah selesai dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kita mencari senjata yang sakti mandraguna dan tidak mau berpikir panjang, akan efek negatif yang mungkin ditimbulkan.

Kita suka penyelesaian yang instan.

Kita menolak nasihat-nasihat dari Mpu Gandring-Mpu Gandring di sekitar kita. Mungkin kita mengatakan mereka sudah terlalu tua, tidak lagi gesit dan berani mengambil keputusan. Dengan berbagai alasan, kita bunuh mereka, agar mereka tidak lagi bersuara.

***

Cerita Ken Arok ini bisa bermanifestasi dalam berbagai bentuk.

Kerisnya itu bisa jadi simbol dari teknologi yang kita pakai sehari-hari. Di mana ketidak mampuan kita menghadirkan “sarung” kerisnya, teknologi itu justru kemudian membunuh dan melukai hubungan kita dengan orang lain.

Kerisnya bisa jadi simbol dari pinjol, sebuah solusi instan atas kebutuhan ekonomi.

Atau …

Bisa juga kisah Ken Arok ini, disandingkan dengan kisah perjuangan kita dalam menegakkan demokrasi.

Ada musuh besar yang namanya Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Musuh yang akarnya menjalar sampai ke ceruk-ceruk yang terdalam, kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Yang racunnya menyebar mulai dari atas sampai bawah. Kemudian dalam upaya kita untuk membasminya, kita seperti Ken Arok yang mencari-cari senjata sakti mandraguna. Ada macam-macam senjata sakti yang pada awalnya, menurut kita mampu menyelesaikan masalah.

Kita tidak peduli lagi dengan bahayanya. Kita tidak merasakan perlunya memikirkan mitigasi dari efek senjata ini. Pokoknya hancurkan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Orang yang mengingatkan kita untuk tidak terburu-buru, kita tuduh sebagai penghalang dan lawan.

Kita baru menyesal kemudian, ketika apa yang kita anggap sebagai solusi tadi, bergerak tak terkendali. Alih-alih menjadi solusi, dia justru berubah menjadi kutukan dan bagian dari masalah itu sendiri. Seorang tokoh dari masyarakat yang dianggap merakyat, diangkat untuk memperjuangkan rakyat dan mengakhiri elitisme.

Kalau tidak diawasi, kalau tidak dikontrol, kalau kita mendukungnya membabi buta. Bisa jadi , pada akhirnya justru tumbuh menjadi seorang pendiri dinasti yang baru. Dia tidak mengakhiri elitisme, melainkan memulai elitisme yang baru.

**

Harusnya kita bisa mengambil pelajaran dari kisah Ken Arok, Mpu Gandring dan kutukan keris Mpu Gandring. Musuh besar itu akan selalu hadir dalam kehidupan kita, entah sebagai individu atau sebagai sebuah bangsa. Sebagai manusia, tentu kita berupaya untuk menemukan solusinya.

Namun ada beberapa hal yang harus kita ingat baik-baik. Tidak ada solusi instan yang tidak memiliki efek yang berbahaya. Lebih baik memperbaiki sesuatu dari dasar dan secara benar, daripada menginginkan hasil instan yang hanya menimbulkan efek samping di kemudian hari.

Dalam mencari dan memikirkan sebuah solusi, harus dipikirkan juga, bagaimana kita mengontrolnya agar tidak menjadi berbahaya. Masalah besar bangsa ini belum juga berhasil kita tuntaskan. Korupsi, kolusi dan nepotisme, masih menghantui bangsa dan negara kita.

Sementara di saat yang sama, dengan kemajuan teknologi yang melesat secara eksponensial, perubahan di dunia terjadi semakin cepat. Kita mungkin merasa sedang diburu-buru oleh waktu, sama seperti ketika Ken Arok mencari Mpu Gandring.

Kiranya pelajaran dari masa lalu itu, membuat kita lebih berhati-hati dalam menawarkan dan mencari sebuah solusi. Kiranya pelajaran dari masa lalu itu, bisa menjadi pengingat bagi kita, baik dalam kehidupan lingkup kecil, maupun dalam kehidupan lingkup yang lebih luas.

Dalam hidup kita akan selalu menghadapi, berbagai macam sosok Tunggul Ametung. Dalam hidup kita akan selalu menemukan, sosok seorang Ken Dedes. Namun dalam menyingkirkan Tunggul Ametung dan meraih cinta Ken Dedes, jangan cari yang instan. Carilah solusi yang benar-benar mendasar dan tepat sasaran.

Kalau mau menciptakan sebuah “keris”, jangan lupa siapkan pula “sarung”nya.

**

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *