Anda suka atau tidak suka dengan Prabowo, ia adalah salah satu dari 3 politisi di Indonesia yang elektabilitasnya tinggi sebagai Presiden periode 2024-2029. Gibran jadi mendampingi Prabowo maupun tidak, Ia tetap akan mendaftar sebagai Capres. Mau itu nantinya 3 poros atau bahkan 4 poros sekalipun. Kecuali MK melakukan akrobat hukum lagi untuk kedua kalinya dengan menerima pembatasan batas usia pencapresan di umur 70 tahun. Sampai di sini jelas, ya ?.
Banyak komentar yang menyayangkan langkah Gibran berkompetisi menjadi cawapresnya Prabowo sambil mengarahkan telunjuk ke arah Prabowo sambil berucap. Ini salahnya Prabowo. Prabowo yang memecah-belah dan mengadu domba Jokowi dan relawannya vis a vis dengan Megawati dengan moncong putihnya. Caranya dengan menggaet Gibran sebagai cawapres ya. Hal mana yang sampai artikel ini ditulis, masih dalam proses tarik-menarik yang alot.
Mari kita sedikit menengok ke belakang ketika baik pendukung Ganjar maupun pendukung Prabowo berlomba-lomba mengklaim Jokowi berada di pihak mereka. Ada optimisme di kedua belah pihak bahwa dukungan Jokowi beserta barisan relawannya akan memberikan kontribusi yang signifikan. Sampai seberapa jauh signifikansinya ? Signifikan berarti calon yang didukung akan memenangkan Pilpres 2024 ini.
Seiring dengan berjalannya narasi klaim dari kedua belah pihak, makin lama mulai terlihat kubu Prabowo semakin optimistik bahwa Jokowi dan Prabowo adalah satu sedangkan di kubu Ganjar, semakin berkembang kecurigaan, kegundahan dan kekecewaan bahwa Jokowi tidak bersama-sama dengan mereka lagi. Kecurigaan. Indikasinya : ketika relawan jokowi-gibran mulai mendeklarasikan dukungan secara terbuka terhadap Prabowo di Solo pada pertengahan Mei 2023. Itu saya anggap sebagai manuver pertama dari Gibran.
Indikasi-indikasi berikutnya makin menguatkan dugaan ada target politik yang sedang dibidik berbanding lurus dengan intensitas dan frekuensi pertemuan Gibran dengan Prabowo. Akrobat hukum MK dengan membuka akses Gibran untuk meramaikan bursa cawapres menjadi indikator kuat kepada siapa dukungan Jokowi diberikan.
Jokowi diakui atau tidak merupakan kingmaker dalam pilpres 2023. Sesudah terlambat menyadari bahwa Jokowi berjalan dengan agenda dan kepentingannya sendiri pasca 2024 karena kepentingannya tidak lagi seiring dan sejalan dengan kepentingan partai, maka partai berusaha bersih2 citra diri maupun Ganjar dari Jokowi.
Namun di hati kecil para pendukung Ganjar maupun kader akar rumput partai, tersirat delusi kolektif bahwa ini semua karena ulah Prabowo. Lha kok bisa Prabowo yang disalahkan ? Bukankah kekuasaan itu menggoda bagi siapapun juga ? Bahwa secara kalkulasi politik, jauh lebih strategis dan menguntungkan untuk mendukung Prabowo daripada harus tunduk pada arahan Ketua Umum Partai. Semua penjumlahan dari kalkulasi politik itu dirangkum dalam Menuju Indonesia Emas 2045.
Jadi daripada pendukung Ganjar dan relawan Jokowi beramai-ramai melampiaskan kekesalan mereka dengan mengarahkan telunjuk kepada Prabowo, bukankah seharusnya melakukan introspeksi dan otokritik yang sehat. Bahwa pengkultusan individu populer itu tidak menyehatkan dalam demokrasi. Sebab apa ? Sebab membuat kita lengah sehingga tidak mempersiapkan sistem kepartaian dan pengkaderan yang baik. Indonesia terlalu besar apabila diserahkan pada seorang Jokowi, apalagi seorang Gibran.
Maka, kalau hendak bertarung dalam pilpres 2024, berhentilah merengek-rengek dan cengeng seperti pecundang . Terima dan sudahi rasa perih dan sakitmu dan yang terpenting bangkit untuk melawan. Politik kita memang sebanal itu dan akan jadi lebih banal lagi kalau kita hanya bisa menyalahkan Prabowo atas ketidakmampuan dalam menegosiasikan kepentingan politik dengan individu yang sangat berpengaruh.