Saya sempat berfikir, mungkin inilah hikmah pemilu 2024: pelajaran terpahit untuk para koruptor.. Begitu banyak pejabat publik, dari petinggi partai, menteri, hingga kepala desa dengan mudah kehilangan hak asasi politiknya dan terpaksa menjalankan agenda politik lawan, mendukung calon yang bukan pilihan hatinya, bahkan menggerakkan massa dibawah kepemimpinannya untuk mensukseskan agenda itu.
Korupsi sudah demikian sistemik hingga seolah tidak mungkin lagi bisa diberantas. Maka pemilu kali ini rasanya harus menjadi momentum penyadaran sekaligus penyesalan/ pertobatan karena sebagian besar elit politik dengan mudahnya kita lihat terpaksa harus menyangkal akal sehatnya, menjilat ludah sendiri, dan berbalik arah politiknya. Gestur dan roman mukanya terpaksa berkhianat, bukan hanya kepada kawan politiknya bahkan kepada hati nuraninya sendiri, karena berada di bawah tekanan.
Hikmah, ya saya sempat berfikir Pemilu 2024 ini hikmahnya adalah pertobatan para pemangku elit politik untuk mulai saat ini membebaskan diri dari uang negara yang tidak sah. Agar setidaknya memiliki nyali dihadapan para penegak hukum yang menekan mengintimidasinya kelak dikemudian hari, terutama ketika harus mempertaruhkan sikap politiknya.
Presiden Jokowi tahu betul bahwa partai-partai politik lemah amunisi pendanaannya. Bisa dilihat dari jumlah pengusaha yang menjadi donatur-donatur partai, sementara sangat sedikit partai yang memiliki sumber dana mandiri dari hasil usaha yang lestari. Jokowi melalui para informannya tahu bahwa APBN merupakan instrumen penting yang berkontribusi mendanai partai melalui para elit partai yang duduk di eksekutif di berbagai tingkatan. Dari sinilah korupsi sebenarnya sudah didisain secara sistematis politis lewat deal-deal kekuasaan di tingkat elit sejak pemenang terpilih.
Maka ketika memobilisasi elit-elit partai-partai kedalam koalisi besar, terlihat gestur politik Jokowi bak cukong besar partai-partai politik, sementara para elit partai bak kerbau dicocok hidungnya. Seperti hewan tangkapan yang terperosok jatuh di lubang perangkap.
Tadinya saya berfikir inikah hikmah pemilu 2024? Kesadaran baru akan akibat politik dari penggunaan anggaran negara untuk partai politik, yang banyak menjadi modus terjadinya korupsi?
Tetapi kesadaran saya mulai terusik, karena situasi ini ada yang diuntungkan: Jokowi. Pada akhirnya buah dari tindak korupsi yang sistemik di semua lini pemerintahan ini dirubah energinya oleh aparat penegak hukum menjadi energi ketakutan yang lalu mengalir ke muaranya menjadi menjadi dukungan politik kepada anaknya Jokowi.
Penggunaan aparat penegak hukum maupun TNI tentu bukan tanpa perintah. Mereka semua berada di bawah perintah Presiden. Jadi sebenarnya presidenlah yang mengambil untung dari sistem korupsi ini, apalagi kalau mengingat bahwa bagi-bagi kursi di tingkat menteri dan kepala lembaga yang menjadi deal politik, hulunya sistem korupsi, juga dilakukan oleh presiden sendiri.
Tidak, ternyata tidak sepenuhnya menjadi hikmah, karena semestinya negara lah yang diuntungkan. Bukan rezim yang justru menjadi semakin absolut kekuasaannya. Semakin otoriter, kalau penegak hukum apalagi Tentara Nasional sudah menjadi bagian dari permainan kotor ini, jangankan menjadi penengah yang netral, ia hanya akan menjadi obyek koreksi. Tinggal tunggu waktunya kekuatan hati nurani rakyat yang akan membersihkannya.