Kuda Hitam Pilpres 2024: Apa Ciri-cirinya?

Tahun 2022 diprediksi akan menjadi tahun panas, tahun politik. Akan ada banyak saling sikut atau (semoga) saling kolaborasi bersinergi. Apapun itu, menjelang suksesi seringkali menjadi saat yang tepat seorang kuda hitam muncul ke permukaan…

Wikipedia menuliskan kuda hitam sebagai seseorang yang kurang dikenal, di atas kertas seharusnya tidak sukses namun justru berhasil. Sosok kuda hitam dapat kita lihat pada SBY pada Pilpres 2004. Pada 2004 itu Presiden Megawati jelas paling berpotensi terpilih lagi, sedangkan di luar itu ada nama-nama besar seperti Wiranto, Akbar Tanjung, dan Amin Rais. Tapi kemudian mendadak nama SBY muncul setelah sebelumnya Taufik Kiemas mengatakan SBY seperti anak TK. Publik Indonesia yang mudah bersimpati pada orang yang dianggap teraniaya segera saja menjadikan SBY idola baru. Nama SBY mendadak populer. Ia menjadi kuda hitam dan memenangkan Pilpres tahun itu.

Presiden Jokowi bisa dibilang juga kuda hitam di kancah politik nasional  Pilpres 2014. Sebelumnya Jokowi hanya ‘orang daerah’, meski seorang Walikota dan sangat berprestasi, tapi ia tidak berdomisili di Ibukota. Baru pada 2012, setelah terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, nama Jokowi langsung moncer di bursa pemimpin nasional.

Apa yang membuat Jokowi melejit ke level nasional itu sebenarnya wajar. Ia sangat berprestasi sebagaimana gambaran pemimpin yang diidam-idamkan di suatu negara demokrasi. Banyak berinovasi, capaian prestasi yang menonjol, pionir dan tentu saja down to earth. Merakyat, bukan dalam artian sempit seperti hanya ramah dan gemar menyapa untuk kepentingan pencitraan. Jokowi meski sering blusukan, ia cenderung pendiam, tak banyak berolah kata apalagi berolah wacana seperti kebanyakan politisi popular saat ini.

Kemunculan kuda hitam memang tak terduga, namun bukan sesuatu yang  simsalabim atau berunsur klenik. Di era informasi ini, kemunculan kuda hitam bisa dibaca progresnya. Seorang kuda hitam selalu diberitakan positif, dan tidak pernah punya ‘cacat’ politik. Jokowi misalnya, bukan saja karena awalnya ia berprestasi membangun Solo dan DKI selama menjadi Kepala Daerah, tetapi ia satu-satunya calon pemimpin yang bersih dari ‘dosa’ Orde baru saat itu. SBY pun begitu, meski ia melejit karena dianggap terdzolimi oleh Megawati, tapi sebelumnya SBY tidak pernah diberitakan melakukan suatu kesalahan.

Maka kalau kita ingin memprediksi siapa yang bakal menjadi kuda hitam pada Pemilu 2024, kedua patokan itu dapat kita pakai: mereka yang selalu diberitakan positif dan tak pernah punya berita negatif. Berita positif artinya prestasi. Tak ada berita negatif artinya tak pernah berbuat kesalahan, apalagi terlibat suatu kasus. Singkatnya, media darling selalu berpotensi kuat menjadi kuda hitam.

Para calon potensial kuda hitam ini bisa jadi belum terjaring pada survei-survei selama ini, tetapi mereka terlihat konstan menunjukkan prestasi. Sri Mulyani, Erick Thohir, Sandiaga Uno, Ridwan Kamil dan Ahok, adalah nama yang cukup populer saat ini, tetapi belum terlalu menonjol dalam survei-survei. Ada lagi tokoh berprestasi yang jarang masuk bursa survei seperti Menteri PUPR Basuki, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri pendidikan Nadiem Makarim, atau bahkan Jendral Dudung.

Prestasi-prestasi mereka jelas. Mulai dari yang berhasil memburu debitur BLBI yang selama dua puluh tahun berhasil lolos dari penagihan. Adapula yang kembali membuat pariwisata Indonesia menggeliat, ada yang menjadi arsitek pembangunan infrastruktur yang masif dan pesat. Tokoh lainnya dengan sangat menakjubkan berhasil mengembalikan Freeport menjadi milik Indonesia, dan belakangan mampu mengendalikan penyebaran virus Covid-19 serta melakukan percepatan vaksinasi Covid-19. Tokoh lain berani tegas pada pelaku-pelaku radikalisme dan intoleransi.

Selain selalu diberitakan positif dan tak menuai berita negatif, kuda hitam 2024 diramalkan adalah politisi yang berhaluan nasionalis. Mengapa, karena 3 partai terbesar yang mampu mencalonkan calon presiden adalah partai dengan latar belakang nasionalis, yaitu PDIP, Partai Golkar dan Gerindra.

Artinya kuda hitam 2024 adalah tokoh berprestasi yang tak diragukan lagi kesetiaannya pada NKRI dan Pancasila. Orang yang menerima dan membela keberagaman, dan jauh dari intoleransi, apalagi radikalisme. Maka tokoh yang punya jejak kedekatan dengan kelompok radikal dan intoleran mungkin sulit untuk tampil menjadi kuda hitam. Karena masyarakat mulai terlihat jenuh dengan segala aksi-aksi intoleransi yang bukan saja menghambat perekonomian tetapi menghancurkan kerukunan masyarakat kita yang selama ini selalu terkenal guyub.

Yang patut diperhatikan adalah komposisi pemilih pada 2024 yang didominasi pemilih muda. Dari situ kita bisa memperkirakan bila kuda hitam 2024 bisa jadi tokoh muda, atau tokoh yang dekat dengan kalangan muda. Tokoh yang paham budaya milenial. Pemilih muda bercirikan melek teknologi, sekaligus suka yang serba cepat dan instan. Mereka tidak akan memilih tokoh yang peragu dan lamban mengambil keputusan, meski para pemilih ini juga rentan terperdaya oleh tokoh dengan pencitraan instan.

Ada fenomena yang harus disadari tentang para milenial itu. Mereka seperti yang banyak ditulis, bukan commute but communicate. Meski mereka tak terlihat bergerak, hanya berdiam di suatu tempat, tapi mereka tak henti-henti berkomunikasi. Bahkan jangkauan jaringan interaksi mereka sering tak terduga bagi kita: ke seluruh penjuru dunia. Gadget adalah hidup mereka. Realitas mereka adalah apa yang ada di gadget.

Para milenial ini membagikan apapun di media sosial. Bukan hanya kisah hidup mereka yang berliku, tetapi juga yang receh, seperti sandal yang dipakai untuk ke warung, ataupun video tetangga yang terpeleset di teras. Akibatnya mereka pun menyukai tokoh yang gemar membagikan hal-hal yang menarik perhatian mereka meski hanya hal sederhana. Ridwan Kamil termasuk tokoh yang paham hal ini. Postingan terbarunya bahkan hal sederhana seperti cara melipat pakaian bagi anak kos. Dan jutaan followers RK memang kalangan muda.

Fenomena ini menarik. Punya sisi baik sekaligus sisi yang sedikit kurang menguntungkan. Fenomena berbagi kisah receh ini akhirnya akan menjadikan kuda hitam 2024 mungkin seseorang yang dapat menjelaskan hal-hal serius dalam posting-posting yang terlihat sederhana. Gampang dipahami. Tidak rumit dan seperti main-main. Sayang fenomena ini kurang menguntungkan bagi tokoh berprestasi yang terlalu abai untuk membagikan kisahnya. Ini zaman pencitraan, Bung. Tak selamanya diam itu emas. Diam di era milenial ini bisa jadi menghambat perolehan emas.

Namun demikian mari kita berpikir positif tentang pemilih muda di 2024. Para milenial yang hidupnya ada di tangan gadget. Mereka yang tak asing dengan bisnis online, bahkan bisa jadi mereka pelaku bisnis online itu sendiri. Para pelaku UMKM. Mereka yang tak asing dengan fenomena start up. Jadi jangan heran bila kuda hitam 2024 adalah tokoh yang dekat bahkan mengembangkan UMKM dan start up.

Selamat datang tahun politik 2022….

Vika Klaretha Dyahsasanti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *