Saya penasaran dengan apa yang sedang terjadi di Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Solo. Tentang isu korupsi Banpol yang dilontarkan oleh kader internal dan tentang isu money politics yang dilontarkan oleh simpatisan dan relawan PSI. Apa yang dilontarkan tersebut tidak terjadi di ruang kosong. Fenomena gunung es terjadi di sini. Kotak Pandora sedang menunggu untuk dibuka. Pastilah ada history, narasi dan konteks. Bisa jadi karena absennya keteladanan dan kepemimpinan, minimnya dialektika internal, terpinggirkannya demokrasi, minimnya performa partai dan ketidaktransparan-ketidaktransparan dalam hal pengelolaan organisasi, program organisasi maupun keuangan.
Kemudian saya coba membaca AD/ART PSI. Disclaimer ya… yang saya komentari sebatas PSI Solo saja. Dan saya harus tersenyum kecut… kecut sekali. Apabila kita simak Misi No. 1, saya tidak melihat adanya kepemimpinan politik yang ideologis, terorganisir maupun terstruktur. Kesan yang saya tangkap cara pengelolaan internal organisasi 11-12 dengan mengelola GEROMBOLAN. Coba akrabkan diri dengan kata-kata ini : “dadakan“, “molor“, “sak det sak nyet“. Bisa jadi para pengurus yang duduk dalam struktur akan kesulitan dan bahkan berbeda-beda dalam mendefinisikan apa itu kepemimpinan ideologis, bagaimana kepemimpinan ideologis dibangun? dll.
Misi No. 2. Menggalang perjuangan politik dengan nilai solidaritas. Bagaimana mungkin bicara solidaritas kalau mereka yang telah lama berjuang dari bawah dan merintis bersama ditinggal dan diabaikan? Saya menangkap kesan solidaritas yang terjadi bukanlah solidaritas sesama kader melainkan solidaritas geng atau gerombolan. Jadi misi No. 2 hasilnya 0 besar.
Misi No. 3 perihal idealisme. Saya sama sekali tidak yakin ada idealisme di tubuh PSI Solo saat ini. Kalaupun ada, itu sekedar pemanis. Merujuk pada protes keras sebagian kader dan simpatisan PSI, saya menduga keras yang berlaku sekarang adalah PRAGMATISME.
Konon DNA PSI itu anti korupsi, anti intoleransi dan anti poligami. Itu jati diri PSI lho. Supaya lengkap saya usul supaya ditambahi … anti kumpul kebo. Terbuktikah atau malah sebaliknya ?
Saya kutipkan kata-kata Tan Malaka: “idealisme adalah kemewahan yang hanya dimiliki oleh kaum muda“. Mau dibawa kemana anak-anak muda yang “belum berdosa” apabila diajak masuk ke partai yang sudah tidak peduli lagi dengan ideologi maupun idealisme.