Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu berharap bisa berkomunikasi langsung dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Lewat pertemuan keduanya, diharapkan kut membantu mencairkan suasana perpolitikan ke depan, juga mempererat hubungan kedua partai.
Sontak berita ini membuat semua ngakak, sebagian lainnya terhenyak. Ada apakah? PKS punya rekam jejak kondang dengan kasus korupsi sapi. Kadernya gemar memfitnah gerakan-gerakan kebangsaan. Rasis dan sektarian. Orang-orang PKS sedang cari jodoh di kalangan PDIP. Untuk dijadikan istri dan beranak sebanyak mungkin. Tidak peduli anak-anak itu hidup layak atau tidak…. Banyak anak kelak membuat PDIP gampang direbut mereka. Jokes tentang PKS selalu begitu, seputar beranak banyak dan merebut mesjid.
Lalu siapa sebenarnya PKS dan apa yang membuat Megawati enggan bekerja sama dengan mereka? Simak analisis berikut ini..
Jamak kita lihat bila kader-kader PKS amat gemar mencerca pemerintah, terutama gemar menabur kebencian luar biasa pada Presiden Jokowi. Bagaimana mereka yang melabeli dirinya sebagai berakhlak mulia dan ahli surga itu, dengan enteng menembakkan aneka fitnah kepada Presiden Jokowi tanpa menghiraukan logika. Pengaruh mulut setan mereka ternyata cukup signifikan, jutaan umat Islam di luar PKS sering turut termakan fitnahan tersebut. Hingga Jokowi dapat kalah di kantung-kantung PKS seperti Jawa Barat dan Sumatera Utara.
Konon kebencian PKS pada Jokowi semakin menjadi-jadi sejak Pilgub DKI Jakarta pada tahun 2012. Posisi PKS masih di atas angin saat itu. Masih dianggap suci dan belum tersangkut kasus korupsi. Mereka mengajukan pasangan Hidayat Nur Wahid – Didik Rachbini untuk menghadapi Jokowi-Ahok. PKS sangat percaya diri akan memenangkan pilgub tersebut mengingat DKI dianggap sebagai basis mereka dan sempat hampir mengalahkan Foke dalam pilgub sebelumnya.
Dengan HNW sebagai gubernur DKI, maka jalan untuk memenangkan Pilpres 2014 akan semakin mulus. Apalagi dengan sokongan Jabar dan daerah lainnya. Apabila HNW berhasil memenangkan pilgub DKI, ia akan disokong sebagai Capres dalam pemilu. Rencana PKS kandas dengan terpilihnya Jokowi sebagai Gubernur DKI. PKS dendam kesumat tanpa pernah bercermin.
Kaderisasi PKS telah dimulai di kampus-kampus sejak tahun 90an. Di awal reformasi, mereka kemudian membentuk Partai Keadilan (PK), karena suara PK hanya sekitar 1,36% dari total perolehan suara nasional, PK gagal memenuhi ambang batas sebesar dua persen, sehingga menurut regulasi pemerintah, PK harus mengganti nama. Pada 2003, PK resmi berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hingga kini.
Sepak terjang PKS di pemerintahan dimulai di era Gus Dur. Saat Nurmahmudi Ismail mendapat jabatan Menteri Kehutanan di Kabinet Persatuan Nasional. Namun di era Presiden SBY kader-kader partai tersebut mendapat posisi strategis dengan menguasai Kementrian Kominfo. Waktu itu Tifatul Sembiring ditunjuk SBY sebagai Menkominfo. Di masa Tifatul ini, PKS mulai membentuk jaringan yang kemudian dikenal sebagai cyber army. Buzzer yang menjadi corong pandangan-pandangan PKS.
Di sinilah mulai timbul permasalahan baru. Kader-kader PKS itu masif menyuarakan pandangan-pandangan keagamaan yang fundamentalis, kaku, radikal dan tak menerima keberagaman. Kelompok mereka mudah sekali memberi cap sesat dan kafir, bukan hanya kepada mereka yang berbeda agamanya, melainkan dengan sesama muslim yang dianggap tak searah garis perjuangannya. Ulah mereka jelas-jelas menghilangkan simpati dari umat Islam rasional dan kalangan non muslim yang merasa keyakinannya dipojokkan. Meski demikian PKS dan kadernya jalan terus.
Di antara isu-isu radikal yang kerap disuarakan kader partai tersebut, salah satunya tentang haramnya pemimpin perempuan. Megawati Soekarnoputri bisa jadi orang yang paling sering dirugikan oleh isu-isu picik yang dimuntahkan PKS. Lalu sekarang, PKS dengan entengnya ingin bertemu Megawati? Tentu tak semudah itu, Ferguso….
Sebenarnya sejak April 2021, PKS telah berusaha untuk mendekati PDIP. Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera pernah menyambangi Kantor Pusat PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat pada 27 April 2021 lalu. Dalam pertemuan itu, Megawati tidak hadir, alasan resminya karena menjalankan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Tapi secara implisit ini diartikan bahwa Mega tidak begitu sreg dengan PKS.
Mungkin Megawati masih ingat, pada Pilpres 2019 lalu, PKS gencar sekali mengkampanyekan pergantian presiden 2019. Dosa-dosa PKS sudah berjibun namun masih saja mereka melabeli dirinya sebagai ‘yang paling suci’. Kisah paling fenomenal adalah kasus korupsi impor daging sapi yang menjadikan Luthfie Hasan Ishaaq sebagai satu-satunya Presiden atau Ketum Parpol yang ditangkap KPK di kantor Parpol.
Meski gemar berteriak tentang Anti Aseng, PKS juga pernah tersangkut kasus pencucian uang dan menerima suap dari aseng . Munafik sekali. Kasus ini melibatkan Wakil Ketua Komisi V DPR, Yudi Widiana Adia yang berasal dari fraksi PKS. Ia divonis 9 tahun penjara karena menerima suap lebih dari 11 Miliar dari Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng. Uang tersebut diberikan kepada Yudi atas ‘jasanya’ menyalurkan usulan proyek pembangunan jalan dan jembatan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara. Bisa jadi bukan hanya Yudi kader PKS yang melakukan hal serupa.
Selain koruptor banyak kader PKS juga sering terkena masalah kesusilaan. Sebut saja Ahmad Fathanah yang terjaring KPK sedang berduaan di kamar hotelbersama seorang PSK bertarif 10 juta sekali kencan, berstatus mahasiswi . Tentu bukan istrinya.
Anggota DPRD Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang juga kader PKS, Gazali Rahmad tertangkap berhubungan badan di mobil dengan siswi SMA berinisial I. Mardiatoz, seorang yang dianggap ustad oleh warga dan merupakan ketua DPC PKS Binjai Barat, digruduk warga sedang menyembunyikan perempuan telanjang di dalam kamar mandi.
Selain bermasalah dengan perilaku, kader PKS juga bermasalah dengan nasionalisme. Mereka dekat atau bahkan bagian dari kelompok-kelompok yang anti NKRI. Dalam suatu perayaan milad PKS di Tasikmalaya, bendera merah putih dijadikan alas untuk menari dan berjingkrak-jingkrak. Kantor PKS Situbondo malah memasang bendera Merah Putih dengan posisi terbalik. Warna putih di atas dan warna merah di bawah. Peristiwa ini viral.
Kecenderungan untuk anti NKRI ini, ditambah juga sikap-sikap anti kebangsaan kader-kader PKS ini mungkin membuat Megawati enggan menemui PKS. Bahkan bisa jadi hingga kini. Mengapa? Karena PKS gemar berlaku munafik. Berpura-pura baik karena ada maunya, untuk kemudian menjatuhkan.
Kita patut belajar dari Jerman. Usai Perang Dunia I, Hitler tampil sebagai politisi yang gemar menggelorakan kebesaran Jerman. Ia pun berjanji untuk menyikat siapa pun yang menjadi musuh Jerman. Hitler memanfaatkan semangat rakyat Jerman yang ingin membalas kekalahan di Perang Dunia I. Pidato-pidatonya juga sering menyebutkan kebencian pada Yahudi, menggiring rakyat agar menjadikan Yahudi musuh bersama. Dengan membangkitkan kebencian itu, Hitler berhasil, ia memenangkan Pemilu dan menjadi pemimpin Jerman.
Apa yang dilakukan Hitler kemudian sangat paradoks setelah menang. Hitler menjadi diktator dan mematikan demokrasi. Hitler yang diuntungkan demokrasi, naik jadi pemimpin karena demokrasi, namun demi kelanggengan kekuasaannya, ia mematikan demokrasi. PKS berpotensi besar seperti Hitler ini. Ngadalin demokrasi…
Sudah benar bila Megawati tak mau dan tak akan mau bertemu kader partai galau itu. Terhadap PKS hanya satu kata yang harus diingat: Waspadalah….!!!
Fatimah Wardoyo