Anak presiden yang meminta rakyat untuk bisa berkuasa di Indonesia sampai saat ini tidak ada yang berhasil.
- Megawati. Meskipun begitu panjang dan terjal bahkan berdarah2, sebagai pemimpin partai pemenang pemilu saja di putaran terakhir pemilihan tidak berhasil menjadi presiden. Megawati baru naik menjadi presiden setelah Presiden Gus Dur dilengserkan itupun pemilihan berada dalam sistem perwakilan. Ketika maju dalam pemilu berikutnya, bersama Hasim Muzadi, Megawati kalah. Bahkan ketika berpasangan dengan anak (menantu) presiden Suharto (Prabowo) di pemilu berikutnya pun kalah juga. Untungnya pada pemilu tahun 2014 Megawati menyadari hal ini dan dengan bijak menyerahkan kepada Jokowi untuk maju sebagai presiden dari partai yang dipimpinnya (PDIP).
- Prabowo. Anak menantu Presiden Suharto ini hingga sekarang belum menyadari fenomena ini dan masih ingin membuktikan untuk ke empat kalinya bahwa rakyat tidak memihak dinasti.
- Mbak Tutut banyak menuai nyinyiran selama menjadi Menteri kabinet bapaknya. Kurang apa Pak Harto memberi panggung untuknya agar dikenal dan mendapat tempat dihati rakyat. Toh tetap saja capres dari PKPB (Partai Karya Peduli Bangsa) ini kandas tak banyak diminati.
- Mas Tomi Suharto. Kurang kaya apa kalau soal duit, toh nyatanya gagal juga. Jangankan merebut hati rakyat, merebut hati personel di internal partainya saja (BERKARYA) susah. Kegagalan partai ini lebih banyak karena faktor internal.
- Agus H Yudhoyono, anak SBY yang diwarisi PARTAI DEMOKRAT yang bapaknya dua periode menjabat Presiden ini kita tahu tidak gol dalam pilkada Gubernur DKI, sekarang bahkan untuk menjadi cawapres saja harus menunggu sampai akhirnya merasa dikhianati koalisinya.
- Mbak Puan, menjadi bagian dari kesadaran bu Megawati bahwa suara rakyat lebih menghendaki calon lain dari PDIP, meskipun sebelumnya santer dorongan agar dia maju dalam kontestasi Pilpres.
Hormat kita untuk putra-putri Pak Habibie dan Gusdur yang hingga detik ini tidak menunjukkan opportunisme dinasti.
Mengapa rakyat Indonesia tidak memihak pewarisan tahta dinasti?
Rupanya memori sebagai bangsa terjajah masih melekat didalam genetika bangsa ini. Tahta yang diperoleh secara pewarisan mengingatkan rakyat akan kekuasaan keluarga raja yang hegemonis, sombong, feodalistik, “dupeh” (mentang-mentang). Ini menimbulkan kecemburuan sosial disaat rakyat sudah percaya bahwa kemerdekaan telah membebaskan mereka dari keluarga-keluarga penguasa. Rakyat sudah percaya dan bahkan bangga memiliki anak-anak rakyat yang berprestasi, yang perjuangannya keras dan tentu tidak akan rela begitu saja disingkirkan dengan langkah2 instan hanya karena punya hak istimewa sebagai anggota keluarga yang bertahta.
Negara ini milik kolektif seluruh bangsa, saham rakyat sudah dibayar lunas dengan darah dan nyawa para leluhurnya bukan bukan milik dan warisan keluarga penguasa. Ada saatnya orangtuamu dipercaya memimpin negeri ini, tetapi tidak otomatis anak-anak mendapatkan kepercayaan di hati rakyat. Butuh waktu panjang untuk membuktikan kepada rakyat, dedikasi dan loyalitas seorang pemimpin kepada rakyat.
Bu Mega sudah begitu panjang dan konsisten dalam keberpihakannya kepada rakyat, beliaupun menyadari bahwa berjasa saja tidak cukup untuk merebut hati dan kepercayaan rakyat.
Untuk para putra mahkota terutama Mas #kaesang dan Mas #gibran , ojo grusa grusu. Fenomena ini justru memperberat tantanganmu. Kalaupun kamu berprestasi, orang akan mengkalkulasi sebagai andil orangtuamu tanpa itu, siapa sih kamu?
It takes time Bro… Masih banyak anak-rakyat yang berprestasi untuk disapa dengan santun, rakyat tidak bodoh dan bisa dibeli dengan “duit pelangkah” atau tekanan “anakbuah”. Belajarlah dari fakta ini dan jangan percaya bujuk rayu mereka yang berada di lingkaranmu. Selalu saja ada orang-orang itu yang ingin ikut berkuasa dengan mengendaraimu.