Idealnya suatu kota, merupakan sebuah karya seni instalasi raksasa. Ia menjadi karya visual yang dikomposisi dengan kaedah2 artistik. Bangunan-bangunan yang terlihat publik entah milik pemerintah maupun pribadi mesti mengikuti kaidah dasar yang elemen-elemennya membentuk seluruh kota menjadi satu kesatuan karakter.
Masyarakatnya sadar visual dengan mengenakan kostum khas dengan karakter kedaerahannya yang meskipun sederhana namun jika diupayakan kesatuannya akan lebih artistik.
Wastu, dan elemen-elemen penghias interior yang memiliki kesamaan karakter bisa dihadirkan di setiap ruang tunggu, kantor, lobby, sampai kamar-kamar hotel berupa lukisan dinding dengan tema-tema etnik setempat. Esensinya sensasi yang semestinya dicapai para turis adalah suasana “berada ditempat lain” dari asal mereka.
Globalisasi dan modernisasi telah membuat hampir semua tempat didunia ini kehilangan ciri pembedanya masing-masing. Standardisasi dan trend-trend dunia telah mendikte masyarakat global kedalam keseragaman visual. Lihatlah mode, dandanan, gaya rambut, sampai kosmetik. Dari arsitektur, elemen bahan bangunan, warna, hingga ornament, furniture, hiasan dinding dan tata cahaya. Berswafotolah dan anda suatu saat ketika melihatnya kembali, bisa saja lupa itu berada dimana.
Maka kesadaran menjadi orang Solo misalnya, harus dinyatakan secara visual bersama-sama seluruh warga kota secara kompak. Maka disitulah pentingnya seorang punggawa kota yang mampu “memimpin” gerakan seperti ini.
Ket.foto: Bersama orang-orang lokal kota Thimpu, Buthan.