Pernikahan Kaesang dan Erina: Makna Baru Pesta Pernikahan

Bukan netizen Indonesia kalau tidak nyinyir, apalagi jika itu menyangkut Presiden Jokowi sekeluarga. Kali ini tentu saja pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono yang menjadi sorotan. Semua aspek seperti tak lepas dari kritik. Pelakunya tetap yang itu-itu saja. Kelompok orang julid selangit kudu dicubit. Mereka yang gemar merasa paling benar dan paling bijak. Dan sepertinya, tujuan mereka cuma satu: menebar hoax. Agar Indonesia senantiasa terpecah belah. Jiwa pengadu domba mereka bahkan lebih kental dari Kumpeni yang bermotto devide et impera…

Keluarga Presiden Jokowi akan menggelar acara ngunduh mantu pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono di Solo pada 11 Desember 2022 dengan adat Solo. Sehari sebelumnya keluarga Erina menyelenggarakan prosesi siraman dan ijab kabul di Pendopo Hotel Ambarukmo, Yogyakarta. Kali ini dengan adat Yogyakarta.

Hampir semua orang waras dan berjiwa bahagia mengacungkan jempol pada keputusan menyelenggarakan pernikahan dengan dua adat ini. Pertama tentu saja karena kedua mempelai dan keluarganya saling menghormati leluhur dan asal usul masing-masing: Erina yang berdarah Yogya, dan Kaesang yang berdarah Solo.  

Alasan kedua mengacungi jempol pada keduanya, tentu saja karena kedua mempelai menghargai kearifan lokal dan keberagaman budaya. Ini yang paling penting. Di tengah kecenderungan menipisnya toleransi dan jiwa kebangsaan di masyarakat kita, usaha-usaha untuk melestarikan budaya bagaikan oase. Patut kita apresiasi setinggi-tingginya. Karena inilah jati diri bangsa. Sejarah selalu mencatat, bangsa yang besar, yang menjadi pemimpin dan pelopor dunia, selalu ditandai sebagai bangsa yang memiliki akar kuat pada budayanya. Tak sekadar mengadopsi mentah-mentah budaya lain. Silau pada budaya orang tetapi tidak percaya diri dengan budaya sendiri.

Kaesang dan Erina tidak seperti itu. Mereka bahkan membuat serangkaian foto prewedding dengan aneka busana adat di Indonesia. Lagi-lagi netizen julid yang selalu merasa Maha Benar melebihi Tuhan, melontarkan aneka kritik. Kaesang dan Erina dianggap snob dan pamer kemewahan. Pamer kemewahan dari Konoha?….

Woy bangun….

Foto prewedding Kaesang baru dibilang mewah kalau dia pamer kemesraan di atas yacht, di dalam kapal pesiar, di depan jet pribadi, di puncak Burj Khalifa, di tangga pesawat kepresidenan, lalu resepsinya di Istana, dan semua itu pakai duit dan fasilitas negara seperti yang sudah-sudah. Kalau begini, pasti kita auto nyinyir.

Hari gini….Parade busana hari Kartini dan acara wisuda anak TK saja dipenuhi pawai busana daerah. Dan para pesertanya dapat dengan mudah memperoleh busana adat Indonesia, hanya dengan menyewa. Aneka persewaan busana pengantin kerap menyediakan busana adat Indonesia. Mulai adat Aceh hingga Papua. Harganya jangan ditanya. Kalau nyaris semua masyarakat Indonesia pernah melakukannya, pastilah harganya tidak memberatkan dompet. Dan ingat, Kaesang seorang pengusaha. Dengan tingkat penghasilannya, jangankan menyewa, membeli busana adat pun mungkin tidak terasa memberatkan. Di medsos saja kita kerap melihat mereka yang mengaku pegawai kantoran biasa, memamerkan moment saat mereka membeli tas branded berharga di atas 100 juta rupiah hanya dengan alasan ‘duit-duit gue, suka-suka gue dong mau dibeliin apa’.

Atau alasan klise yang belakangan ini kerap kita temukan: ‘ini cara saya menyayangi diri saya dengan menghadiahi diri sendiri barang-barang mahal’. Herannya, kedua kalimat ‘belagu’ itu banyak dijempol warganet. Coba kalua yang berkata demikian kaesang atau Gibran, dua putra Presiden. Bisa habis keduanya dikritik netijen julid selangit. Kaesang dan Erina tentu tidak seperti itu. Apalagi tujuan keduanya adalah merayakan ke-bhinneka-an Indonesia.

Untuk ukuran anak Presiden, acara prosesi ngunduh mantu yang dilakukan Presiden terlihat sederhana. Acara adat dilakukan di Loji Gandrung, meski awalnya keluarga berencana mengadakan ngunduh mantu dan resepsi pernikahan di Graha Saba Buana milik keluarga Presiden Jokowi. Sayang tempatnya keburu disewa orang. Bahkan baru Presiden Jokowi yang berani minta maaf ke masyarakat kalau nanti acara resepsi anaknya jadi merepotkan banyak orang dan mengganggu kelancaran lalu lintas. Keren kan.

Sekadar info, di tahun 2011 akhir, detik.com pernah menulis lima pernikahan termewah di Indonesia. Salah satunya adalah pernikahan Ibas, putra mantan Presiden SBY dengan Alia Rajasa. Disinyalir pesta pernikahan itu berbiaya minimal 40 milyar lebih. Bayangkan ya, Gaes… beton readymix K300 yang cukup kuat untuk konstruksi jembatan pelintas sungai kecil, harganya saat itu cuma sekitar 1 juta rupiah per meter kubik. Biaya pernikahan Ibas dapat dipakai untuk membangun jembatan di atas sungai kecil hingga 40.000 meter kubik. Berapa banyak jembatan, jalan ataupun gedung yang bias dibangun akibatnya.

Kritik pernikahan Kaesang dan Erina juga dilontarkan Veronika Koman. Tokoh yang mengaku aktivis tetapi gemar menjual isu-isu tentang Indonesia di luar negeri. Koman mengatakan, apa yang dilakukan Kaesang dan Erina adalah apropriasi budaya. Secara sederhana appropriasi budaya bisa diartikan hubungan tidak setara antara satu budaya dengan budaya lain. Bisa berupa kolonialisme, hubungan tak harmonis mayoritas dan minoritas ataupun perampasan budaya. Singkatnya, Kaesang dan Erina dianggap mengekploitasi budaya Papua atau lebih kejam lagi, kaesang dan Erina dituduh pura-pura mengapresiasi adat Papua, tetapi sebenarnya merendahkan atau menertawakan.

“Kaesang tidak pernah bicara tentang penderitaan papua, tau-tau pakai pakaian adat Papua. Secara asal-asalan pula,” demikian tulis Koman. Veronika Koeman ini keliatannya tidak punya cermin di rumahnya. Ia seperti kata pepatah: ‘koman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata picek.’ Koman sendiri yang gemar menjual isu-isu Papua. Mungkin dan bisa jadi, ia mendapatkan keuntungan materi dari situ. Bukan karena benar-benar ingin menyuarakan penderitaan masyarakat Papua. Buktinya gampang, tak ada yang menganggap ia pahlawan dan dielu-elukan masyarakat Papua.

Sebenarnya, kalau mau obyektif dan peka, Koman akan menyadari bahwa Kaesang dan Erina patut diacungi jempol. Meski dengan cara yang terlihat sederhana dan tak banyak disadari, Kaesang dan Erina mempromosikan budaya Indonesia. Sesuatu yang sebenarnya kita semua biasa lakukan dalam acara peringatan-peringatan Hari Bersejarah. Menjadi beda, karena ketika dilakukan oleh Kaesang dan Erina, gaungnya menjadi semarak hingga ke seluruh penjuru negeri, bahkan penjuru dunia.

Semua ini masih ditambah dengan promosi pariwisata yang dilakukan dengan elegan oleh keduanya. Tampil dengan busana adat yang indah dan menarik, di berbagai pelosok Indonesia, menjadi promosi gratis bagi negeri ini. Apalagi selama pandemi, sektor pariwisata menjadi sektor yang terpuruk. Kaesang dan Erina telah membuat lompatan kecil namun berarti banyak bagi sektor pariwisata yang banyak digerakkan sektor UMKM. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Selain Koman, Arnold Belau juga mengkritik Kaesang dan Erina. Belau menyinggung cara pemasangan pakaian adat Papua yang dipakai oleh Kaesang dan Erina salah dan tidak pada tempatnya. “Noken khas Wamena harusnya pakai koteka. Bukan sali. Di Wamena sali biasanya hanya dipakai oleh perempuan,” demikian cuitan Arnold Belau.

Cuitan Arnold Belau ini makin menunjukkan ketidakpekaan Belau dalam menganalisis keadaan sosial di Indonesia. Belau tak sadar, bahwa saat ini, tidak sedikit masyarakat yang menjadi ultra konservatif. Bereaksi berlebihan pada busana non relijius: busana yang tak terlalu tertutup dan tidak mengacu pada ajaran agama tertentu. Jangankan ber-koteka, Kaesang bercelana pendek dan kaus kutang (tank top) akan memancing jiwa-jiwa picik bangkit dari tidurnya untuk berkomen nyinyir.

Di Solo sendiri, acara ngunduh mantu Presiden Jokowi itu akan dilakukan sebagai Pesta Rakyat. Diperkirakan ada puluhan ribu orang yang akan terlibat meramaikan acara. Bayangkan betapa luasnya sektor ekonomi yang digerakkan oleh kegiatan yang terlihat receh ini. Ini masih ditambah dengan efek positif lain seperti promosi pariwisata dan tentu saja character building bagi masyarakat Indonesia.

Kita semua tahu, era medsos, dengan perkembangan IT yang makin canggih dari hari ke hari, telah mengubah masyarakat kita menjadi masyarakat yang gemar bervisual. Sayang selama ini, tampilan audio visual yang kerap diunggah masyarakat tak jauh dari hedonisme ataupun hoax pemicu perpecahan. Pernikahan kaesang dan Erina tak hanya sesuatu yang estetik, indah untuk diabadikan, tetapi juga punya nilai-nilai yang bisa menjadi inspirasi masyarakat. Dulu liputan pernikahan seleb di media hanya fokus pada hal-hal seperti: mewahnya mas kawin, apakah busananya bertabur Swarovsky, di gedung mewah apa, diantar mobil mewah apa, dan segala hedonisme lain. Kaesang dan Erina mengubah pernikahan sebagai ajang untuk mengapresiasi budaya Indonesia, melestarikan serta merawat kearifan lokal. Tak cukup di situ, pesta pernikahan keduanya tak lagi sekadar menjadi raja sehari, tetapi ucap syukur yang dirasakan masyarakat, tanpa mereka harus berkorban menyumbang materi. Dan sebagai dampak positifnya, terjadi perputaran uang dalam jumlah besar yang memicu ekonomi bertumbuh. Semua itu (lagi-lagi) tidak hanya dirasakan segelintir orang di level tertentu, tetapi semua lapisan masyarakat.

Kaesang dan Erina memberi makna baru arti pesta pernikahan.

Nia Megalomania

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *