Terdakwa kasus UU ITE Elizabeth Susanti mengaku punya banyak bukti kejahatan yang dilakukan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY yang juga akrab disapa Pepo. Video pengakuan Elizabeth Susanti itu langsung viral usai diunggah pengguna Twitter Tukangrosok_ pada Rabu 1 Juni 2022.
Dalam video itu, Elizabeth Susanti awalnya mengaku tak lagi bisa melindungi SBY. “Pepo berhenti! Sudah, cukup! Saya sudah tidak bisa lagi melindungi Pepo lagi. Dan jangan sampai Pepo bilang tidak mengenal saya, daripada saya ungkap bukti yang lain,” ujar Elizabeth. Ia pun kemudian memastikan dirinya akan membongkar bukti-bukti itu. Tak lupa Elizabeth meminta maaf kepada eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum karena telah jadi pihak yang menjebloskannya ke penjara.
Netizen pun kemudian ramai menyebut SBY tidak bakal bisa tidur tenang dengan pengakuan Elizabeth tersebut. Kelangsungan Dinasti Cikeas pun di ujung tanduk.
“Haruskah hidupku terus begini
Dengan derita yang tiada akhir
Kemanakah jalan yang harus kutempuh
Agar kubahagia…”
Mungkin inilah makna SBY mengunggah ke Instagram, rekaman dirinya menyanyikan ulang lagu “Apa Salah dan Dosaku” karya D’Lloyd pada Kamis, 26 Mei 2022. SBY pun menulis caption, dirinya merekam lagu itu di Cikeas tahun 2016, ditemani almarhum Ibu Ani Yudhoyono.
Tentu saja saat netizen sudah menduga unggahan SBY itu bukan sekadar unjuk kebolehan menyanyi, tetapi lagi-lagi sebagai curhat yang terselubung. Semua sudah hafal bila SBY gemar curhat sembari berkata merasa prihatin. Kebiasaan SBY ini menjadi epic, karena biasanya diikuti gerakan tangan mendekap dada. Inilah trademark SBY, mantan Presiden paling penuh keluh kesah dan selalu merasa tak bersalah.
Curhat SBY kali ini juga berkaitan dengan hati SBY yang perih pedih ditinggal kader-kadernya. Bukan rahasia lagi, banyak anggota Partai Demokrat memutuskan ke luar dari partai berlambang Mercy tersebut. Ada Roy Suryo, pakar telematika dan ahli perpancian yang dengan malu-malu menjelaskan meski keluar dari Partai Demokrat namun hubungannya tetap baik dengan SBY. Menurut Roy, keputusannya keluar dari Demokrat agar bisa lebih bebas sebagai pemerhati multimedia tanpa dikekang aturan partai. Semoga Roy juga ingin bebas bersuara tentang Hambalang?
Ferdinand Hutahaen dan Ruhut Sitompul adalah nama-nama mereka yang hengkang dari Partai Demokrat. Ruhut Sitompul bahkan mengaku malu bahwa dirinya pernah menjadi kader Partai Demokrat, tulisnya melalui akun Twitter pribadinya pada 26 April 2022.
SBY semakin terlihat tidak bahagia mendapati fakta bahwa putra kebanggaannya, Den Bagus AHY yang memegang tampuk kepemimpinan Partai Demokrat membuat Demokrat makin ditinggalkan. Seperti kita ketahui, Kader Partai Demokrat dari Jawa Timur, Bayu Airlangga, menyatakan mundur dari partai setelah dirinya tidak dipilih DPP partai Demokrat sebagai Ketua DPD Jatim yang baru. Dalam Musyawarah Daerah 2022, Bayu meraih dukungan suara dari 25 DPC. Sedangkan saingannya Emil Dardak hanya meraup suara 13 DPC. Ajaibnya, DPP Demokrat di Jakarta memilih Emil Dardak sebagai ketua DPD. AHY melalui DPP Partai Demokrat berdalih bahwa hasil Musda tidak menjadi keputusan final. DPP pun melakukan fit and proper test terhadap kandidat ketua DPD, dan hasilnya mereka memilih Dardak.
Bayu Airlangga pun mengaku kecewa dan merasa dizalimi dengan hasil Musyawarah Daerah (Musda) Demokrat Jawa Timur. Hebatnya, ia tak kemudian bernyanyi Apa Salah dan Dosaku seperti SBY. Sebagai putra dari mantan Kepala BPN Jawa Timur Gede Ariyuda sekaligus menantu mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Bayu Airlangga cukup sabar menghadapi AHY yang dengan enteng berkata keputusan DPP Partai Demokrat memilih Emil Dardak sangat demokratis. Sementara itu, banyak pengamat meramalkan karir Emil Dardak akan meredup karena dianggap bersekutu dengan AHY yang namanya kian merosot.
AHY bukan hanya ditinggalkan kadernya di Jawa Timur, tetapi juga di Sulawesi Selatan. Di sana, politikus senior Ilham Arief Sirajuddin (IAS) memastikan sejumlah loyalis yang mendukungnya di Musda Demokrat Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Desember 2021 lalu akan ikut pindah ke Partai Golkar. Beberapa orang bahkan sudah terang-terangan menyatakan keluar dari Demokrat dan bergabung ke Golkar. Mereka semua tidak nyaman dengan kepemimpinan AHY.
Apa yang terjadi pada IAS persis apa yang terjadi pada Bayu Airlangga. IAS memenangkan Musda Demokrat Sulsel dengan dukungan terbesar sebanyak 16 suara DPC. Sayang AHY sang Ketua Umum lebih memilih Ni’matullah (Ulla) sebagai Ketua DPD Demokrat Sulsel. Dua kejadian eksodus besar-besaran Partai Demokrat membuat mata kita terbuka pada kemampuan berorganisasi AHY. AHY kecenderungan otoriter sekaligus AHY gagap dalam masalah-masalah manajerial. Banyak pihak melihat kegagalan AHY memimpin partai karena melibatkan like dan dislike, bukan profesionalitas dan obyektivitas. Ini pun makin menguatkan dugaan bahwa Partai Demokrat di bawah AHY bukan hanya Partai Keluarga SBY, melainkan juga partai yang tak sedemokratis namanya. Otoriter.
“Aku tak sanggup lagi
Menerima semuanya….”
Bukan kali ini saja SBY merasa nyesek dengan beban hidupnya. Curhat SBY mungkin telah terjadi ribuan kali. Membuat orang justru tertawa mengingat ia adalah mantan tentara yng seharusnya tegar. Konon SBY memang gemar playing victim. Setahun lalu, SBY bahkan pernah menulis “Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Terlambat, Tapi Pasti”. ini diunggah pada 15 Maret 2021 di akun Facebook dan Youtube SBY, serta akun Instagram istrinya, Ani Yudhoyono in Memoriam. Saat itu SBY menulis tentang pengkhianatan seseorang yang dulu dianggapnya sahabat sekaligus orang dekatnya. SBY pun menuliskan dialog imajinernya seolah bisikan Tuhan dan nuraninya yang berbicara:
“Hatimu pasti luka, sedih dan terhina. Betapa partai politik yang kau gagas berdirinya, serta pernah kau pimpin dan besarkan, kini harus mendapatkan perlakuan seperti ini. Sesuatu yang ketika kuasa ada dalam dirimu, ada dalam tanganmu, perlakuan tak terpuji seperti itu tak pernah kau lakukan.”
Seperti biasa tulisan SBY selalu berasa cengeng. Entah kepada siapa tulisan itu ditujukan. Menurut Gede Pasek Mahardika, mantan loyalisnya di Partai Demokrat, tulisan itu ditujukan kepada Anas Urbaningrum. Pengakuan Elizabet makin menguatkan dugaan kita bahwa Anas Urbaningrum telah dikorbankan.
SBY pun pernah mengeluh gajinya tidak pernah naik selama 7 tahun terakhir. Keluhan itu disampaikannya dalam siaran pers 1 Januari 2012. Gaji Presiden RI saat itu besarnya sekitar 62 juta per bulan ditambah dana operasional atau taktis Presiden sebesar 2 miliar per bulan. Kali lain SBY curhat tentang kantor dan fasilitasnya sebagai Presiden yang sangat sederhana dibandingkan kepala-kepala negara lain di dunia. Kala itu SBY curhat sembari menantikan kedatangan mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, 20 Maret 2013.
Yang lebih menggelikan lagi, SBY pun pernah mengeluh bila gaji Presiden yang ia terima sangat kecil. Pakar Komunikasi UI, Effendi Ghazali, kemudian menjadikan SBY bulan-bulanan dalam sebuah talkshow di salah satu stasiun tv swasta pada 30 Januari 2011. Menurut Effendi, curhat SBY soal kenaikan SBY tentu wajar-wajar saja. Namun menjadi tidak etis jika disandingkan dengan kondisi masyarakat yang lemah. Dengan beban yang lebih berat, gaji Presiden China jauh lebih kecil dibandingkan gaji SBY selama ini.
Effendi pun menyoroti soal buku yang ditulis SBY dan disebar di sekolah-sekolah di Jawa tengah. Menurut Effendi, Barack Obama menyebarkan buku yang menceritakan kisah hidupnya sebelum Obama menjadi Presiden Amerika Serikat. SBY sebaliknya, menyebarkan buku kepada siswa setelah menjadi Presiden RI. “Mungkin lagu-lagunya kurang populer sehingga perlu ditambah dengan buku,” sindir Effendi saat itu.
SBY walaupun dikenal memiliki ketertarikan dalam menyanyi dan mencipta lagu, tidak bisa dipungkiri memang lagunya tak ada yang menjadi hits. Tidak laku, atau dengan sopan bisa kita sebut kurang komersil. Padahal SBY telah merilis lima album musik dan menulis lebih dari 40 lagu. Album-album karya musik SBY pun melibatkan sejumlah musisi top Indonesia, antara lain Afgan, Sandhy Sondoro, Andy RIF, hingga Ebiet G. Ade.
Pernah di tahun 2010, judul lagu ciptaan SBY menjadi salah satu pertanyaan dalam ujian CPNS Kementerian Perdagangan. Munculnya pertanyaan tentang lagu ciptaan SBY dinilai sebagai strategi marketing karena album-album yang dikeluarkan SBY selalu gagal di pasaran.
Effendi Gazali pun mengecam, “Yang jelas, soal tersebut tidak pada kapasitasnya untuk CPNS. Jangan-jangan kalau dia sudah diterima dan akan rapat pagi di kantornya, maka yang pertama kali ditanya adalah lagu Presiden yang terbaru,” kelakarnya.
Ada kisah lucu tentang lagu-lagu SBY tersebut. Pada 21 Januari 2015, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly melantik komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk Pencipta dan Hak Terkait.
Nantinya para komisioner yang sudah dilantik akan mengurus royalti lagu hingga ke tempat karaoke. “Tempat karaoke, hotel-hotel, dan pertunjukan televisi yang menggunakan hak cipta harus ada royaltinya,” kata Yasonna di Gedung DPR saat itu. Awak media pun kemudian iseng bertanya apakah lagu-lagu yang dinyanyikan dan diciptakan oleh SBY akan turut diroyalti. Yasonna pun menyebut jika lagu SBY laku akan turut diberi royalti. Kemudian Yasonna mendadak bertanya, “Lagunya laku enggak?” Semua yang hadir pun tertawa.
SBY sesungguhnya patut kita kasihani. Di masa pensiunnya, SBY deg-degan menanggapi banyak mantan bawahannya yang ingin buka mulut. SBY pun tampak galau karena memikirkan nasib kedua putranya yang belum terlihat jelas masa depannya. Sebagai politisi, AHY dan adiknya Ibas belum terlihat menonjol apalagi berprestasi. SBY terpaksa turun gunung karenanya. Seperti yang dilakukan SBY saat pulang kampung ke Pacitan baru-baru ini.
Pada 18 Mei 2020, SBY terpaksa bersepeda menemani Ibas dan komunitas sepeda downhill Pacitan. Mereka mencoba jalur Loh Denok Bikepark di Desa Dadapan, Kecamatan Pringkuku. Sesuatu yang sesungguhnya berat dilakukan orang seusia SBY. Bersama AHY pula SBY mengunjungi daerah Timur Pacitan, menyapa warga dan menghibur mereka dengan menyanyikan lagu Kisah Kasih di Sekolah. Singkatnya SBY terpaksa blusukan. Sesuatu yang nyaris tak pernah dilakukan SBY saat masih menjabat Presiden RI.
Publik tentu belum lupa, SBY sekeluarga pernah berfoto keluarga di Pantai Pacitan dalam busana batik formal untuk ke pesta, celana kain dan sepatu pantofel. Sepatu pantofel di pantai itu tentu menjadi tertawaan masyarakat, membuat SBY terlihat canggung karena tak terbiasa membumi. Kali lain SBY terlihat sedang melukis di pantai dengan meja tulis dan koleksi cat lengkap berkaleng-kaleng serta kipas angin listrik yang menyala. Kipas angin listrik, saudara-saudara! Sekali lagi foto ini menjadi bulan-bulanan netizen. Sekaligus makin menunjukkan canggungnya SBY sekeluarga.
SBY sedang galau. Di sini kita semua merasa prihatin.
Nia Megalomania.