Selamat HAN 2022! Selamatkan Anak Indonesia!

https://assets-a1.kompasiana.com/items/album/2015/07/23/anak-indonesia-55b09aff4df9fde21235f19e.jpg

Anak terlindungi, Indonesia maju! Tema Hari Anak Nasional tahun ini sama persis dengan tahun lalu. HAN yang diperingati setiap tahun ini gemanya terdengar di seantero Indonesia! Wajah-wajah sumringah anak-anak Indonesia banyak bermunculan di berbagai jalur informasi dan menghiasi brosur-brosur menarik untuk memperingati hari spesial anak ini.

Ya, setiap 23 Juli, beragam kegiatan untuk anak dilakukan untuk menyemarakkannya. Sejak era Presiden Soeharto, tahun 1984, HAN mulai didengungkan. Berpegang pada tujuan yang mulia, yaitu sebagai bentuk penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa. Namun, benarkah anak-anak Indonesia telah mendapatkan hak mereka? Apakah anak-anak Indonesia juga telah hidup aman dan terlindungi?

Menjelang HAN tahun ini, kita dikagetkan dengan peristiwa pilu, tragis, sekaligus menjadi cerminan dari lemahnya perlindungan dan perhatian terhadap anak. Seorang bocah berusia 11 tahun di Tasikmalaya meninggal karena depresi setelah mengalami perundungan dari teman-teman sebayanya. Tindakan perundungan yang memaksanya melakukan adegan tidak senonoh terhadap seekor kucing membuat kejiwaannya terguncang. Ia mengalami depresi, sering murung, melamun, hingga ketahanan fisiknya pun menurun dan mengalami masalah kesehatan yang serius hingga akhirnya meninggal.

Depresi tidak terjadi dalam sehari. Gejalanya bisa berlangsung berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Apakah anak ini menjalani masa berat dalam hidupnya sendirian? Betapa memilukan jika seorang bocah mencoba mengatasi masalah beratnya seorang diri. Meskipun anak tak bisa mengungkapkan, entah karena takut atau tertekan, tetapi ekspresi, perubahan sikap, dan kehilangan keceriaan, sudah menjadi indikasi anak butuh pertolongan. Minimal pelukan dan perhatian.

Ini hanyalah salah satu kasus yang menimpa anak Indonesia. Masih banyak kasus perundungan dalam bentuk lainnya. Namun, peristiwa ini tak lagi bisa membuat kita menutup mata. Kita tak lagi bisa menganggap ini sederhana, apalagi hanya melihatnya sebagai kenakalan anak biasa. Tindakan adalah hasil akhir, tetapi niat, ide, dan segala unsur pembentuknya menjadi masalah yang tak kalah seriusnya untuk diselesaikan.

Sudah menjadi masalah klasik bahwa sejak dulu, perundungan sudah tumbuh subur di kalangan anak-anak sekolah. Namun, bedanya … perundungan zaman dulu tidak seekstrem sekarang. Dulu, praktik perundungan terhadap teman seringnya dilakukan dengan memanggil teman kita pakai nama bapaknya. Biasanya, sikap ini tak lebih dari sekadar candaan dan tak jarang justru menjadi tanda keakraban, meski kadang-kadang menyebalkan juga.

Lantas, bagaimana dengan perundungan sekarang? Tak lagi murni hanya candaan, apa lagi keakraban. Perundungan sekarang cenderung demi kepuasan. Bahkan, terkadang kepuasan yang tidak lazim. Kepuasan yang disetir oleh pikiran yang menyimpang, dan bisa jadi pelaku tak menyadarinya. Bagaimana tidak? Anak-anak SD bisa menginisiasi perundungan yang tak beretika dan asusila. Seolah ide cela itu tak seharusnya ada dalam pikiran anak-anak. Namun ternyata, itu faktanya. Tak dimungkiri, tentunya ada paparan yang memengaruhinya, bisa dari media sosial, lingkungan sekitar, ataupun pergaulan yang tidak sehat.

Sedikit terusik dengan HAN. Bagaimana semarak Hari Anak Nasional ini juga mampu dinikmati oleh anak-anak yang saat ini masih berada dalam lingkaran perundungan? Mereka yang bahkan untuk menjalani hari saja merasa takut dan terkungkung oleh tekanan teman-teman sebayanya. Bagaimana semangat HAN ini bisa menyentuh anak-anak Indonesia yang sedang menanti uluran tangan dari orang-orang terdekat mereka? Bagaimana kasus-kasus memprihatinkan semacam ini dapat disentuh langsung oleh pihak-pihak yang termasuk dalam circle terdekat anak?

Dunia pendidikan, lembaga kemasyarakatan, lingkungan, keluarga, bahkan media massa adalah leading sector, yang dapat mengupayakan kerja-kerja aktif di sektor masing-masing sehingga ada implikasi baik bagi tumbuh kembang anak. Dengan begitu, usaha untuk terus mengupayakan pemenuhan hak dan perlindungan bagi anak dapat dilakukan. Namun, sudahkah dimaksimalkan?

Keluarga, yang menjadi tempat pendidikan pertama bagi anak, juga didorong untuk meningkatkan peran dalam pengasuhan anak dan memastikan anak dalam kondisi yang baik. Siapa lagi yang bisa mengenal lebih baik kondisi anak dalam keseharian selain oleh keluarga dan mungkin pihak sekolah?

Kasus perundungan yang terjadi berulang kali tak pelak menimbulkan depresi yang meningkat bagi anak. Gangguan suasana hati yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat pada banyak hal yang disukai, merasa sedih, putus harapan, atau tidak berharga, bukanlah perkara sederhana yang akan hilang dengan sendirinya. Anak-anak butuh diperhatikan dan ditolong.

Bahkan, anak-anak yang terbiasa melakukan perundungan, bukan lagi saatnya untuk selalu dibela karena faktor usia. Tindakan salah tetaplah salah, harus ada pembinaan dan konsekuensinya. Bukankah lebih baik dibenahi ketika mereka masih usia dini daripada generasi bangsa ini mengalami degradasi dalam kecerdasan, moral, kualitas, dan nilai-nilai luhur lainnya?

Semoga Hari Anak Nasional tahun ini menjadi peringatan bagi kita semua agar generasi bangsa ini benar-benar dilindungi. Semoga tak hanya menjadi slogan yang indah, tetapi benar-benar bisa menyentuh semua kesadaran, pengertian, tanggung jawab, dan sikap setiap pihak untuk mengupayakan perlindungan dan pemenuhan hak anak.

Kita tak bisa menutup mata. Banyak anak Indonesia berprestasi, tapi banyak juga yang sedang terintimidasi. Siapa pun pemimpin negeri ini, yang saat ini maupun nanti, semoga tetap melihat anak-anak sebagai generasi yang harus dilindungi dan dipenuhi haknya dengan baik. Kemajuan negara dalam segala aspek sangat penting, tetapi jika anak-anak yang adalah generasi bangsa terabaikan, untuk apa semua kemajuan ini? Selamat Hari Anak Nasional 2022, “Anak Terlindungi, Indonesia Maju!”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *