Sebenarnya saya merasa sungkan dengan teman2 para pelukis di sini. Mengapa? Karena sejak tahun 2014 Pak Jokowi mencalonkan diri sebagai Presiden yg pertama dan terus berlanjut yang ke dua saya aktif menggalang dukungan diantara kawan-kawan seniman. Saat ini ketika Pak Jokowi sudah berubah sikap dan perilakunya, menjadi demikian buruk dimata banyak orang, tidak bisa dipungkiri hati kecil saya merasa “ditutuh”. Dan sebagai orang jawa, empati saya merasa bahwa dalam skala sekecil apapun hal ini pasti terasa juga dihati teman2 seniman yang dulu turut mengekspresikan dukungan politik kepada Pak Jokowi.
Lebih dari itu bahkan saat ini saya sudah merasa malu menjadi orang Solo. Karena melekat dalam diri dan karakter kepemimpinan Pak Jokowi kepribadian orang jawa yang dibesarkan dari budaya masyarakat Solo. Kita turut bangga saat itu bahwa ajaran2 dalam peradaban yang dibangun masyarakat Jawa-Solo terbukti melahirkan kepemimpinan yang bermartabat, berkarakter dan diterima oleh seluruh bangsa ini. Sebagaimana diteladankan oleh Pak Jokowi.. dulu.
Sekarang setelah Pak Jokowi berubah, dan saya tidak bisa menerimanya, kata-katanya, keputusannya, sikapnya, pandangan dan pemikirannya, saya sadar bahwa dukungan saya ternyata tidak melekat pada orang. Selama ini saya mendukung “nilai-nilai“. Maka ketika mengetahui teman-teman seniman juga saat ini menolak Pak Jokowi, saya lega, setidaknya kita mengimani hal kebaikan yang sama. Lalu saya terbebas dari perasaan telah menjerumuskan orang lain pada fanatisme sempit, kultus individu.
Lebih dalam dari itu, inilah misi berkesenian kita, pertanggung jawaban profesional kita kepada masyarakat. Inilah peran kita dalam menjaga peradaban, mengekspresikan kebaikan, keindahan sebagai nilai yang layak diapresiasi manusia. Disisi lain menolak keburukan, ketidak tulusan, kebohongan, akal-akalan, pembodohan, ketamakan berkuasa, egoisme diri dan keluarga, ketidak adilan, kekejaman menggunakan alat negara untuk mengintimidasi, merusak tatanan hukum dan demokrasi.
Disatu sisi sekarang saya bangga menjadi seniman, menjadi bagian dari teman-teman. Jaman edan, luwih becik dadi seniman, isih kelingan marang endah-ing tatanan.