Posisi Gibran sebagai Walikota saat ini sangat menguntungkan untuk kampanyenya sebagai Cawapres. Dia masih dengan mudah melakukan politik sembako dan bantuan di kantong-kantong pertahanan lawan politiknya. Aksi seperti itu tidak akan mempan untuk dilaporkan ke Bawaslu sebagai praktek politik uang, karere nyatanya Bawaslu juga membelanya sebab bantuan2 yang diberikan Gibran itu adalah bantuan Walikota terhadap warga kotanya.
Dalam masa kampanye sekarang, rakyat tidak mungkin membedakan bantuan sosial yang datang dari seseorang dengan jabatan rangkap seperti Gibran saat ini: Walikota atau Cawapres.
Situasi saat ini tidak mungkin terjadi apabila pemerintah masih menjalankan etika politik seperti lazimnya, dimana pejabat publik yang masih menjabat mengambil cuti, atau mengundurkan diri dari jabatannya. Etika politik ini kemarin sudah berkembang menjadi aturan hukum, mengapa kita diam saja ketika di pemilu kali ini Presiden, yang adalah bapaknya Gibran membuat aturan baru membolehkan kontestan pemilu tetap menjabat yang artinya tetap bisa menggunakan anggaran negara untuk mendulang suara?
Saatnya masyarakat menyuarakan unfairness pemilu ini dengan mendorong turunnya Gibran dari walikota. Masyarakat Solo masih belum sadar dan tahu bahwa yang dilakukan Gibran sampai saat ini itu salah! Yang dilakukan Jokowi kepada rakyat itu salah!
Kalau terlambat diplomasi, jangan salahkan rakyat turun kejalan.