Beberapa waktu lalu, menyusul kejadian kecelakaan yang menimpa artis tanah air, Vanessa Angel dan suaminya, Bibi Andriansyah dan menewaskan keduanya, beredar tulisan di jagat maya yang menyatakan bahwa jalan tol di Indonesia tidak aman. Artikel tersebut ditulis oleh dosen Teknik Sipil Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang, Bapak Gatot Kusbintardjo. Sampai detik ini, artikel tersebut menjadi wacana tunggal untuk tema tersebut, dan tak ada artikel lain yang mengontra untuk memberikan perspektif yang berbeda, padahal menurut saya, opini bapak Gatot tersebut terlalu disederhanakan sehingga menjadi kurang akurat.
Saya adalah mahasiswi semester 5 Jurusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro, Semarang. Kebetulan semester ini saya sedang mengambil mata kuliah Perkerasan Jalan Raya, sedangkan semester lalu saya mengambil mata kuliah Geometri Jalan Raya. Saya ingin menuliskan apa yang saya ingat dari materi yang pernah diajarkan dosen-dosen saya untuk kedua mata kuliah di atas.
Ada 2 poin opini bapak Gatot Kusbintardjo. Poin pertama tentang perkerasan yang dipergunakan di banyak ruas jalan tol di Indonesia. Bapak Gatot Kusbintardjo menyatakan bahwa perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton tidak sesuai diterapkan di jalan raya di mana kendaraan-kendaraan yang lewat di jalan tersebut berkecepatan tinggi, karena menurut beliau jalan dengan perkerasan beton akan memiliki skid resistance yang rendah atau bahkan nol, sehingga apabila kendaraan berkecepatan tinggi tersebut mengerem, tidak akan segera berhenti.
Skid resistance atau tahanan gelincir adalah gaya yang dihasilkan antara permukaan jalan dan ban kendaraan untuk mengimbangi majunya gerak kendaraan jika dilakukan pengereman.
Dari yang saya pelajari, pendapat Bapak Gatot ada benarnya, bahwa jalan dengan perkerasan beton memiliki skid resistance lebih rendah daripada jalan dengan perkerasan aspal, apabila pada permukaan jalan tidak diberi perlakuan tertentu. Tetapi pada kenyataannya, jalan dengan perkerasaan beton tidak akan begitu saja dibangun tanpa perlakuan khusus. Jalan dengan perkerasan beton, selalu akan diberi grooving. Grooving adalah tekstur yang diberikan pada permukaan jalan, untuk meningkatkan tahanan gesernya. Jadi, jalan akan diberi desain grooving sedemikian hingga, akan memberikan tahanan geser yang optimal. Optimal di sini berarti nilai tahanan geser terbaik, sedemikian hingga aman bagi kendaraan, tapi di sisi lain juga tidak terlalu kasar sehingga mengganggu kenyamanan berkendara. Jika kita berkendara lewat jalan tol dengan perkerasan beton, kita pasti sering merasakan suara-suara gesekan ban dengan permukaan jalanan, itulah suara yang ditimbulkan oleh grooving jalan.
Untuk mendesain jalan yang direncanakan akan dilalui kendaraan dengan kecepatan tinggi, biasanya dasar pertimbangannya bukan tentang pilihan perkerasan jalan yang digunakan, akan tetapi desain alinyemen jalan. Hal ini saya pelajari di mata kuliah Geometrik Jalan Raya. Alinyemen terbagi menjadi 2, alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal. Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal melalui sumbu jalan dengan bidang permukan perkerasan jalan, yang biasa disebut puncak tanjakan dan lembah turunan (jalan turun). Sedangkan alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta, yang biasa disebut tikungan atau belokan. Desain alinyemen jalan, mempertimbangkan sejumlah faktor di antaranya: kecepatan rencana. Artinya, untuk merencanakan tikungan/belokan (seberapa tajam suatu belokan), tanjakan atau turunan, memang harus dipertimbangkan kecepatan maksimum kendaraan yang nanti akan lewat di jalan tersebut. Pada jalan dengan kecepatan rencana tinggi, tidak diperkenankan jalan memiliki tikungan yang tajam karena akan menyebabkan berkurangnya keamanan jalan.
Adapun pemilihan perkerasan jalan biasanya berkaitan dengan pertimbangan ekonomi dan pertimbangan beban rencana kendaraan yang akan lewat di atas jalan tersebut. Perkerasan kaku (beton) akan memerlukan investasi awal yang tinggi, akan tetapi biaya perawatan periodiknya rendah. Sedangkan perkerasan lunak (aspal), sebaliknya. Biaya pembuatan di awalnya tidak setinggi jalan dengan perkerasan kaku, akan tetapi jalan dengan perkerasan lunak akan mengakibatkan biaya pemeliharaan tinggi karena sering rusak sehingga harus sering diperbaiki. Jalan yang direncanakan akan dilewati kendaraan dengan beban berat sebaiknya mempergunakan perkerasan kaku. Begitu pula jalan yang sering terkena air. Beban kendaraan yang berat ataupun air, berpotensi membuat perkerasan lunak cepat rusak sehingga harus sering diperbaiki. Karena apabila tidak maka sangat berbahaya apabila terjadi di jalan tol.
Jadi dapat disimpulkan, untuk memilih perkerasan jalan yang akan digunakan, sejumlah faktor harus dipertimbangkan. Pertimbangan ekonomi, perkiraan beban kendaraan yang akan lewat di atasnya, potensi frekuensi kontak dengan air (apakah sering terendam banjir), bukan semata-mata kecepatan rencana yang bahkan bisa dicover dengan pemberian grooving.
Poin kedua opini bapak Gatot Kusbintardjo adalah tentang pemilihan beton sebagai median jalan atau pembatas jalan yang berlawanan arah. Beliau mengatakan bahwa beton berbahaya dipergunakan sebagai pembatas jalan. Akan lebih aman apabila median berupa rumput dengan lebar minimal 2 x 5 meter dengan kelandaian lima persen. Median yang berupa rumput akan mengakibatkan kendaraan yang bertabrakan berpotensi masuk ke jalur yang berlawanan, apabila tidak cukup lebar. Apabila ini terjadi, maka akibatnya tak akan kalah fatal. Sedangkan apabila media rumput dibuat lebar, maka akan membutuhkan lahan yang tentunya lebih luas, dan biaya pembebaan lahan yang tidak sedikit. Adapun median beton yang ditinggikan, selain berfungsi untuk menahan agar kendaraan yang selip atau bertabrakan tidak masuk ke jalur yang berlawanan, juga untuk menghadang sorot lampu kendaraan yang berlawanan masuk ke mata dan menimbulkan silau. Karena di jalan tol, silau pun bisa berakibat fatal.
Demikianlah opini saya. Jadi apakah jalan tol Indonesia tidak aman karena pemilihan perkerasan menyebabkan skid resistancenya rendah? Dalam hal ini saya tidak sepakat. Saya mengakui bahwa saya masih harus banyak belajar sehingga pasti memiliki banyak kekurangan. Akan tetapi tujuan saya menulis adalah agar dapat memberikan suatu perspektif yang berbeda, melengkapi perspektif yang selama ini beredar di masyarakat yang menurut saya terlalu disederhanakan sehingga menimbulkan suatu gambaran yang tidak tepat. Opini tersebut dikhawatirkan akan dianggap merupakan suatu kebenaran satu-satunya apabila tidak ada opini lain yang berfungsi sebagai pembanding.
Mayang laksmi