Menjadi viral dan terkenal pada zaman ini itu mudah. Bahkan, atraksi yang konyol pun selama itu bisa menghibur, tetap akan tersebar dengan luas secepat yang netijen mau. Semudah itu, semudah kita membalikkan tangan. Jika kontennya berguna dan segar, pastilah enak dibaca dan didengar. Bagaimana jika sebaliknya? Konten yang sebenarnya tidak terlalu punya value, hanya sensasi, pastinya akan mendapatkan nyinyiran tiada henti. Apa pun yang masuk di dunia digital, apalagi media sosial, selalu ada konsekuensinya, termasuk ranah politik.
Dunia politik di media sosial menjadi topik yang selalu hangat dan ramai diperbincangkan. Apalagi jika sudah menyangkut capres 2024, tokoh-tokoh politik yang lagi berpolemik, sampai tindakan-tindakan lebay yang seringnya berujung pada pencitraan semata, makin marak diperbicangkan.
Mengulik sedikit tentang capres, jagat maya menjadi jalur yang sangat efektif untuk kampanye dini. Bahkan, beberapa tokoh politik rajin berlalu-lalang di jagat media sosial ini. Ibarat kampanye konvensional yang menggunakan bendera sembari konvoi, kampanye dini ini menggunakan hashtag yang bertebaran di mana-mana. Beragam foto sarat nilai-nilai sosial dan humanis menjadi pemanis dalam kampanye dini yang terjadwal rapi.
Pastinya masyarakat sudah tak asing dengan deretan nama, mulai dari Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono, Ganjar Pranowo, Airlangga, Prabowo, Puan Maharani, dan beberapa nama populer lainnya. Namun, rasa tak asing ini belum tentu nantinya akan mewakili hasrat sebagian besar masyarakat dalam memilih pemimpin negeri ini. Kerap didengar, belum tentu dipilih. Kerap dilihat di media sosial, belum tentu dinomorsatukan. Masyarakat punya pertimbangan, masyarakat punya hak memilih.
Yuk, sedikit out of the box untuk topik ini. Bagaimana jika seandainya Budi Gunadi Sadikin, Tri Rismaharini, atau Retno Marsudi memimpin negeri ini? Atau, Budiman Sujatmiko, Basuki Hadimuljono, sampai Nadiem Anwar Makarim melakukan kampanye dini? Bagaimana jika mereka yang selama ini “bisa dikatakan” low profile menjadi salah satu capres 2024? Bisa jadi kontestasi pemilu 2024 semakin berwarna?
Mulai dari Budi Gunadi Sadikin, banyak menorehkan prestasi dan tidak bikin sensasi. Dalam bidang ekonomi, kala itu beliau sempat mendapat posisi strategis, termasuk di kementerian BUMN. Sederet prestasi lainnya dalam memajukan perekonomian diakui dan diapresiasi. Kini, beliau masih menjabat sebagai menteri kesehatan yang diembannya dengan sangat baik. Beliau juga sempat diusulkan menjadi capres 2024 beberapa waktu lalu. Mungkinkah Budi Gunadi yang low profile ini bisa mendarat di hati rakyat?
Atau, kita bisa juga melirik Tri Rismaharini? Mantan walikota Surabaya yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet Indonesia maju. Kariernya menanjak cukup signifikan. Bahkan, pernah menggantikan Gubernur Provinsi Jeju, Korea Selatan, Won Hee-ryong, untuk menjadi Presiden UCLG-ASPAC pada 2018 – 2020. Menurut Survei Indikator Politik pada April 2022, Tri Rismaharini menduduki peringkat tertinggi dengan kinerja terbaik menurut penilaian publik. Nah, bagaimana? Layakkah? Atau, ada tokoh wanita lainnya yang layak untuk kita lirik sebagai capres?
Bagaimana jika kita juga melirik Retno Marsudi, seorang diplomat cerdas, gesit, dan banyak prestasi. Sebagai Menteri Luar Negeri, Retno begitu giat bekerja bagi Indonesia, bahkan pernah terlibat dalam upaya memperjuangkan hak asasi manusia. Patut diacungi jempol karena jabatan menlu inipun disandangnya selama 2 periode. Harapannya agar “Indonesia untuk dunia” selalu mendorongnya untuk terus berkiprah dengan baik dan secara signifikan membawa Indonesia dalam kancah dunia dengan value yang membanggakan. Selain dari deretan menteri, ada tidak ya tokoh low profile yang layak dilirik sebagai capres?
Jika di Ukraina ada Volodymyr Zelenskyy, mantan komedian yang akhirnya menjadi presiden, bagaimana jika ada seorang aktor Indonesia dilirik sebagai capres 2024? Siapa lagi kalau bukan Budiman Sujatmiko. Beliau pernah dikenal sebagai aktivis, pendiri Inovator 4.0 Indonesia, pendiri Partai Rakyat Demokratik, pembentuk Relawan Perjuangan Demokrasi, dan anggota DPR RI. Sebagai seorang aktivis, beliau pernah dikambinghitamkan pada masa orde baru karena dianggap sebagai pencetus peristiwa 27 Juli 1996, dan akhirnya dipenjara. Namun, itu semua tidak menyurutkan tekadnya untuk terus berkiprah bagi Indonesia. Jika Budiman Sujatmiko dideklarasikan sebagai capres 2024, wah Indonesia berkesempatan menorehkan sejarah baru nih. Seorang aktor akhirnya memimpin negeri. Siapa tahu? Atau, kita mencoba melirik tokoh yang sudah sangat matang, penuh pertimbangan, dan dedikasinya tak diragukan lagi.
Bapak “Daendels” Indonesia, wah siapa lagi kalau bukan Basuki Hadimuljono. Seorang pekerja keras dan berprestasi, yang akhirnya menjadi Direktur Jenderal Penataan Ruang di Kementerian Pekerjaan Umum. Kinerjanya dalam membangun infrastruktur patut diapresiasi. Ada banyak sekali perubahan, di antaranya tersambungnya tol Banten hingga Surabaya, yang biasa disebut Tol Trans Jawa, kemudian Tol Trans Sumatera hingga berbagai bendungan dan irigasi. Basuki Hadimuljono, banyak prestasi, tetapi tidak pernah menonjolkan diri, apalagi pencintraan di sana-sini. Patut diacungi jempol! Pernahkah terpikir mengusulkan capres dari kalangan usia muda?
Membahas usia muda, langsung teringat dengan menteri termuda dalam kabinet Indonesia maju, Nadiem Makarim. Nadiem berjiwa entrepreneurship tinggi dan berani membuat terobosan-terobosan baru dalam dunia pendidikan. Kepeduliannya begitu tinggi agar sumber daya manusia Indonesia semakin berpotensi dalam ranah nasional dan internasional.
Low profile itu bukan label yang disematkan, tetapi sikap yang dengan sengaja menghindari ketenaran atau publisitas. Karakter, sikap, dan pembawaan seseoranglah yang akhirnya membentuk low profile ini. Predikat ini sering muncul dari orang-orang yang terlihat sederhana, tetapi memiliki banyak kelebihan dan prestasi.
Memilih bekerja dan menyelesaikan tanggung jawab dengan baik menjadi fokus utama orang-orang seperti ini. Muncul di jagat maya mungkin tak masuk dalam daftarnya … apalagi membuat konten digital untuk mengangkat nama. Bekerja dan mengabdi tanpa menyombongkan diri, apalagi memperlihatkan ke sana-sini apa yang telah dicapainya. Prestasi pasti bisa dilihat. Namun, pencitraan akan membuka kebohongan. Tokoh-tokoh yang tergolong low profile biasanya akan bisa membaur dengan banyak orang. Tak peduli dari golongan mana pun, mulai dari orang-orang di warung hik atau warung kopi sampai para pejabat pemerintah.
Biasanya, tokoh-tokoh seperti ini tidak menyadari kalau dirinya low profile. Justru sering menganggap diri tidak punya apa-apa padahal banyak kelebihan ada dalam diri mereka. Mulai dari wawasan yang luas, pengetahuan mendalam, keterampilan yang mumpuni, berelasi yang natural, dan prestasi yang tak bisa disembunyikan.
Akankah generasi pemimpin Indonesia ke depan adalah orang-orang yang low profile? Akankah penerus Presiden Joko Widodo adalah orang yang sekaliber seperti beliau? Masyarakat punya pertimbangan, masyarakat punya hak memilih. Namun, adakah kesempatan untuk bisa memilih tokoh-tokoh yang benar-benar tepat untuk dipilih? Bukan sekadar tokoh-tokoh yang dipopulerkan oleh lingkup tertentu, melainkan tokoh-tokoh yang populer karena dedikasinya terbukti demi Indonesia maju.