Pendidikan menjadi barometer kemajuan suatu bangsa. Tapi faktanya, telah sekian lama, pendidikan di Indonesia tidak mengalami banyak perubahan. Sejak pandemi menerpa Indonesia, mau tak mau pendidikan harus menghadapi serangan disrupsi. Beruntung, ada terobosan baru dalam dunia pendidikan semenjak Presiden Joko Widodo memilih Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Bisa dibayangkan, betapa tidak siapnya pendidikan di Indonesia selama pandemi jika masih saja diberlakukan cara-cara konvensional dalam pembelajarannya. Lantas, apa yang sebenarnya telah dilakukan Nadiem Makarim hingga pendidikan di Indonesia seperti puzzle yang disusun ulang olehnya?
Dunia tidak butuh siswa yang hanya jago menghafal! Itulah salah satu pernyataan tegas Nadiem tentang hal mendasar pendidikan di Indonesia. Siswa membutuhkan skill lebih untuk bisa memahami, menalar, berdiskusi, berkreasi, berinovasi, dan berkomunikasi dengan baik. Sederet hal-hal yang selama ini menghalangi kemajuan pendidikan di Indonesia satu per satu diurai oleh Nadiem. Hingga akhirnya, konsep “Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka” diusungnya untuk menjadi cara baru dalam mengembangkan kapasitas siswa.
Esensi dari konsep ini adalah pembelajaran yang aktif. Siswa dan guru harus sama-sama aktif dan memiliki peran yang sejajar dalam proses belajar. Konsep pedagogi harus berubah, guru lebih berperan sebagai mentor, dan siswa bisa belajar dari banyak temannya melalui diskusi. Konsep ini berpotensi membuat siswa lebih leluasa mengembangkan kapasitasnya, dan penilaian terhadap siswa tidak lagi ditentukan hanya dari hasil tes secara nasional. Tak hanya itu, perubahan kurikulum juga menjadi target Nadiem demi menggapai pendidikan Indonesia yang lebih berkualitas. Namun, benarkah terobosan yang didengungkan oleh Nadiem ini dianggap efektif?
Program Merdeka Belajar diyakini dapat meningkatkan skor PISA (Programme for International Student Assessment). Jika sebelumnya, kondisi pendidikan di Indonesia sempat berada di urutan yang memprihatinkan dari 77 negara OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development) di PISA 2018, kini Kemendikbud lebih optimis semenjak pendidikan di Indonesia mengalami perombakan. Ya, pendidikan di Indonesia harus mengalami perubahan jika kita mengharapkan generasi bangsa bisa relevan dengan segala bentuk kemajuan masa depan. Tak hanya hal-hal mendasar yang disusun ulang oleh Nadiem, perkembangan sisi eksternal pun ditangkapnya dengan baik. Bagaimana dia menerapkan perkembangan-perkembangan aspek lain dalam bidang pendidikan?
Di tengah masa sulit pandemi, bayangkanlah apa yang akan terjadi pada generasi bangsa jika pendidikan di Indonesia masih gagap teknologi? Akankah kita rela 45,21 juta siswa di Indonesia pada tahun ajaran 2020/2021 (berdasar laporan Badan Pusat Statistik) menatap masa depan dengan suram? Lagi-lagi, dengan cekatan, Nadiem mengatasi hal ini dengan sangat baik. Pendidikan justru mengalami akselerasi yang sangat cepat di tengah masa sulit ini. Mau tidak mau, sekolah-sekolah harus siap memanfaatkan teknologi secara maksimal dan menerapkan pembelajaran secara daring. Tak hanya siswa, guru pun bersusah payah mengejar dan memaksa untuk upgrade diri demi bisa melakukan proses pembelajaran yang telah ditetapkan. Terobosan pendidikan yang menjanjikan dan kekinian! Mengapa Nadiem bisa secekatan ini?
Sebagai menteri termuda dalam kabinet Indonesia maju, Nadiem Makarim menguasai skill start up. Sebelum terjun berperan sebagai mendikbud, ia merintis perusahaan start up hingga membawa hasil cemerlang yang bisa dilihat sampai sekarang. Pengalaman pribadinya ketika berbenturan dengan kemacetan membuat jiwa entrepreneurship-nya membuncah. Hingga akhirnya pada 2011, ia mulai merintis perusahaan start up yang dikenal dengan nama Gojek (pesan ojek secara daring).
Selain berjiwa entrepreneurship, Nadiem jeli dalam memanfaatkan kemudahan teknologi pada Android. Ia memanfaatkan teknologi untuk mengakomodasi idenya hingga muncul aplikasi Gojek. Dari Gojek inilah, Nadiem Makarim mendapatkan beberapa penghargaan, mulai dari The Straits Times Asian of the Year, Bloomberg 50 Versi 2018, tokoh termuda Peraih Penghargaan Nikkei Asia Prize ke-24, dan Gojek masuk dalam Fortune’s Top 50 Companies That Changed The World. Tak hanya memiliki partner pengemudi motor dan mobil, Gojek memiliki merchant Go Food, dan penyedia layanan-layanan lainnya. Menarik sekali bukan? Sebuah prestasi yang patut dibanggakan! Bagaimana pengalaman perintisan Gojek ini bisa memengaruhi cara kerja Nadiem dalam mengurus pendidikan di Indonesia?
Mengubah kurikulum pendidikan memang berisiko! Namun, start-up menjadi strategi Nadiem dalam melakukan perubahan dan pengembangan ini. Adanya unsur iterasi dalam prosesnya sangat membantu untuk menghasilkan sebuah kurikulum yang benar-benar teruji, yang dapat diterima oleh banyak pihak. Pendekatan learning by doing akan memudahkan untuk mendeteksi adanya kesulitan atau kekurangan dengan cepat. Dengan prinsip segera dibuat, segera dicoba dalam skala terbatas, segera diperbaiki ketika mendapat masukan, hingga nantinya dapat diimplementasikan secara menyeluruh dan ekosistem pendidikan di Indonesia pun siap untuk menerapkannya. Kesiapan ini pun juga terjadi bagi dinas pendidikan, guru, orang tua, maupun siswa, karena mereka terlibat dalam proses iterasi di dalamnya.
Terobosan baru masa depan sedang disiapkan oleh Kemendikbud. Sebuah aplikasi super yang menyediakan berbagai layanan dalam dunia pendidikan. Aplikasi ini akan diwujudkan dalam 5 tahun ke depan karena ini akan menjadi aplikasi roadmap pendidikan di Indonesia pada 2020 – 2035. Tentu, aplikasi ini bisa digunakan oleh semua stakeholder pendidikan, mulai dari siswa, guru, kepala sekolah, sampai pemerintah, dengan penggunaan yang terintegrasi.
Manfaat lainnya, aplikasi super ini bisa mendukung peningkatan kemampuan pendidik untuk belajar mandiri, mengetahui kompetensi murid via tes daring, mengurangi beban administratif guru, sampai menjaga transparansi penggunaan anggaran sekolah. Aplikasi yang dimaksud, salah satunya akan bernama BOS online, khusus untuk kepala sekolah. BOS online ini akan membantu semua pembelanjaan anggaran dengan sistem pelaporan yang otomatis dan dapat mendukung pembuatan planning yang tepat bagi pendidikan. Sangat menjanjikan bukan?
Nadim Anwar Makarim, putra dari pasangan Nono Anwar Makarim dan Atika Algadri, merupakan lulusan S2 dari Harvard Business School, Harvard University. Ia lulus dengan menyandang gelar MBA (Master Business Of Administration). Ayahnya keturunan Minang-Arab, seorang aktivis, pengacara terkenal, dan bergelar doktor. Ibunya, seorang penulis lepas. Sepak terjang Nadiem dalam meniti kariernya bisa dikatakan bervariasi, beragam peran pernah digelutinya. Diawali sebagai Management Consutant Mckinsey and Company pada tahun 2006 – 2009, sebuah konsultan ternama di Jakarta. Disusul dengan menjadi Co-founder dan Managing Editor di Zalora Indonesia pada tahun 2011 – 2012. Dan, sambil mengembangkan Gojek, Nadiem menjadi Chief Innovation Officer Kartuku.
Kiprahnya tak hanya bersinar dalam bidang pendidikan dan entrepreneurship, Nadiem pun juga berkiprah dalam usaha untuk mengubah budaya bekerja. Ia menjadi salah satu komisaris dalam Pathways for Prosperity for Technology and Inclusive Development, sebuah badan amal yang bergerak di bidang sosial dan berfokus untuk membantu negara-negara berkembang. Ia bersama Melinda Gates dan Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia, membiayai serta mendampingi proses adaptasi dengan beragam inovasi baru dunia digital yang berpotensi mengubah budaya bekerja.
Nadiem, tak hanya cerdas, berjiwa entrepreneurship, dan jeli dalam melihat peluang-peluang untuk memajukan dan membantu masyarakat Indonesia. Ia memiliki kepedulian untuk memajukan sumber daya manusia dalam ranah nasional dan internasional. Sebuah prestasi dan kinerja yang tidak diragukan lagi! Indonesia patut bangga kepadanya! Masa depan yang lebih cerah untuk pendidikan di Indonesia kini perlahan bisa mulai digenggam dan dinikmati.