Politik! Kata ini gampang sekali membuat semangat seseorang membuncah, bergairah ketika membahasnya, dan akan semakin panas dikupas ketika setiap celahnya bisa ditelusuri dengan jeli. Tak jarang pula, ada orang yang mendengar kata “politik”, langsung deh mundur perlahan, dengan beragam alasan terlontar.
Tak hanya sebagai warga negara Indonesia, mungkin di hampir semua negara, bisakah seseorang benar-benar terbebas dari politik atau pengaruhnya? Bisakah seseorang benar-benar tidak menaruh minat pada politik dan sama sekali tidak bersentuhan dengannya?
Pericles, seorang negarawan terkenal dari Yunani, pernah berujar, “Kendati Anda tidak mengambil minat dalam politik, bukan berarti politik tidak akan menaruh minat pada Anda.” Wah .. bagaimana ini? Masih ingin tetap menjauhi? Ternyata politik bisa berpeluang menaruh minat pada kita.
Tak perlu menerawang jauh-jauh. Tinggal di Indonesia, negara bersistem demokrasi, setiap rakyatnya diberi hak yang sama dan seluruh suara akan memiliki nilai yang sama. Tidak lama lagi, Pemilu 2024 akan digelar. Semaraknya pun semakin kentara dan dekat. Dalam praktiknya, tidak peduli seseorang itu tergolong kaum intelektual atau bukan, suka politik atau tidak, bahkan tidak mengenyam pendidikan sekali pun, suaranya akan dihitung sama saat pemilu. Hanya, yang membedakan apakah setiap orang akan punya pengetahuan yang cukup terkait calon-calon yang akan dipilihnya. Bisa jadi asal pilih, bisa jadi memilih dengan penuh pertimbangan.
Siapa pun dia, apa pun latar belakangnya, tidak peduli suka politik atau tidak, pasti akan diminati oleh politik! Suara rakyat diperlukan. Pilihan rakyat menentukan. Hasil akhirnyalah yang nantinya akan menjadi konklusi pilihan rakyat dan tidak akan terlihat apakah pemilihnya kebanyakan kaum intelektual atau tidak, suka politik atau tidak .. toh, semua orang suaranya dihitung sama dan yang tidak suka politik akhirnya disentuh politik.
Tak sedikit orang yang beranggapan bahwa politik itu ruwet, banyak “senggolan”, chaos, dan sejenisnya. Bisa jadi stigma ini muncul karena selalu saja yang terangkat ke permukaan adalah kasus-kasus yang cenderung merugikan banyak pihak, termasuk rakyat, dan mementingkan kepentingan diri/golongannya. Meski begitu, banyak ranah lain yang berusaha untuk menjadi titik terang. Mungkin tidak akan membereskan ketidakcocokan ini, tetapi minimal memberi sudut pandang yang lain. Teringat dengan kutipan pendek dari John F. Kennedy, “Jika politik itu kotor, puisi akan membersihkannya. Jika politik bengkok, sastra akan meluruskannya.”
Sebuah buku berupa kumpulan puisi karya Taufiq Ismail, “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia”, menjadi salah satu karya yang beberapa puisinya mengkritik Orde Baru. Setidaknya, sastrawan pun ikut bersuara memberikan sudut pandangnya terhadap jalannya politik di Indonesia. Karya Remy Silado, “Puisi Mbeling”, yang benar-benar mbeling dalam kosakatanya … bebas mengutarakan ekspresinya. Bahkan, tipologi puisinya pun memainkan peranan untuk mengungkapkan maksudnya.
Kala itu, seiring menguatnya konsolidasi politik pemerintah Orde Baru yang belum lama mengisi panggung kekuasaan, “Puisi Mbeling” lahir untuk bersuara. Politisi dan aktivis pergerakan masih bereuforia kala itu. Mereka telah berhasil menumbangkan rezim lama. Banyaknya keinginan dan harapan yang ditanggungkan kepada pemerintahan baru sering tidak menyisakan sikap kritisisme. Yang muncul hanyalah rasa ingin menciptakan situasi yang kondusif, tidak terganggu, dan stabil. Pastinya tidak hanya dalam politik, tetapi dalam ranah lain, sastra misalnya.
Siapa pun bisa memilih untuk suka atau tidak suka pada politik, untuk tertarik atau tidak tertarik pada politik. Namun, politik tetap akan menaruh minat pada Anda! Tidak harus dalam pemilu, dalam sastra pun ternyata politik ada di sana. Dalam ranah perdagangan, politik juga ada di sana, setidaknya hasil dari kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap sektor dagang telah memengaruhinya.
Generasi milenial yang mengira dirinya antipolitik, benarkah benar-benar bisa tanpa politik? Apakah akan bisa mengabaikan pengaruh politik dalam setiap kebijakan pendidikan dan sistem yang telah disepakati? Semua yang kita hadapi adalah menyangkut politik. Mana mungkin bisa menutup mata jika ada kebijakan yang memang dirasa tidak tepat? Pemikiran kritis tetap diperlukan. Setiap orang bisa berpartisipasi secara aktif dalam berpolitik karena memang kitalah pengawal kebijakan, bagian dari suara rakyat, dan penentu nasib bangsa.