“Hilang dari sejarah” menjadi fakta yang tidak menyenangkan untuk didengar. Sering ditujukan bagi orang-orang yang memiliki pengaruh dan dianggap penting pada masa itu. Namun, keberadaannya ditiadakan, termasuk di dalamnya menyeruakkan eksistensi seseorang yang dibungkam.
Sedikit mengulas tentang hilangnya beberapa orang di Indonesia, yang notabene mungkin pernah menjadi bagian dalam sebuah perjuangan. Entah perjuangan kemerdekaan, kebebasan berpendapat, perjuangan hak asasi manusia, reformasi, ataupun kebebasan pers. Jika kita runut peristiwa demi peristiwa, dari masa ke masa, Indonesia sempat kehilangan tokoh-tokoh yang dianggap penting. Mulai dari Letkol Suadi Suromihardjo, orang terdekat Jenderal Sudirman; Tan Malaka, hilang selama puluhan tahun dan menjadi polemik; Wiji Thukul, sastrawan dan aktivis hak asasi manusia; Herman Hendrawan, salah satu dari belasan orang yang paling vokal melawan orde baru; dan masih banyak lagi.
Tentu ada banyak alasan mengapa mereka terhilang. Ada yang sementara waktu, puluhan tahun, atau benar-benar tak diketahui lagi keberadaannya. Tidak mungkin mereka hanyalah orang biasa. Pasti mereka termasuk orang yang berpengaruh, atau setidaknya merupakan saksi dari suatu peristiwa atau perkara penting di negeri ini. Negeri ini penuh dengan cerita, cerita biasa sampai sarat makna. Tak sedikit yang akhirnya menjadi cerita sejarah bagi bangsa ini.
Peristiwa ini menjadi tanda bahwa dalam kepemimpinan, selalu ada orang-orang yang masuk dalam lingkaran dalam (inner circle). Seorang pemimpin tidak akan berjalan sendirian. Selalu ada orang-orang di dekatnya yang berkomitmen mendukung visinya dan terlibat aktif mewujudkannya. Namun, dalam prosesnya, tidak jarang ada orang yang lebih memprioritaskan kepentingan dirinya.
Mengulik tentang pemimpin, ini menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan? Meski Pemilu masih 2024 mendatang, toh ributnya sudah dari sekarang. Apalagi orang yang akan dicalonkan, wah sudah pasti harus terlihat meyakinkan sedari dini. Banyak calon pemimpin, kita perlu bijak memilih. Untuk memilih, kita perlu pertimbangan. Banyak pertimbangan, kita butuh pemikiran yang matang. Apa yang layak untuk dipikirkan dan dipertimbangkan?
Inner circle! Ya, inner circle menjadi salah satu bagian krusial yang perlu diperhatikan. Tidak bisa hanya melihat pemimpin, tanpa melihat orang-orang dalam inner circle-nya. Niccolo Machiavelli, seorang diplomat, filsuf, politikus Italia, memiliki argumen yang penting mengenai hal ini. Machiavelli begitu disegani di Eropa pada masa Renaisans. Ia juga merupakan figur utama dalam realitas teori politik. Salah satu buah pemikirannya menekankan bahwa cara untuk memperkirakan intelijensi seorang pemimpin atau penguasa adalah dengan mengevaluasi orang-orang di sekelilingnya.
Ini akan sangat menarik! Mari mulai connect the dots dengan meneliti siapa saja yang termasuk inner circle pemimpin sekarang ini atau calon pemimpin nanti. Sudah pasti mereka adalah orang-orang pilihan. Bisa terpilih karena kualifikasi tertentu, bisa pula terpilih karena kepentingan tertentu. Namun yang jelas, seorang pemimpin harus memilih! Harus memilah siapa saja orang-orang yang bisa masuk dalam inner circle-nya. Proses memilih orang-orang ini tidaklah mudah. Perlu persamaan visi dan nilai, yang ternyata itupun perlu proses, perlu waktu.
Terlepas dari cara ataupun motivasi pemilihannya, orang-orang yang tergolong dalam inner circle sudah semestinya membuat visi dan misi dapat berjalan baik. Harus benar-benar satu passion, satu tujuan, dan memiliki tekad untuk mewujudkannya. Inner circle tidak hanya berbicara mengenai kedekatan atau kualifikasi, tetapi pengaruh. Keputusan dan kebijakan seorang pemimpin bisa diwarnai oleh inner circle–nya. Siapa saja yang termasuk di inner circle, merekalah yang menjadi tolok ukur keberhasilan pemimpinnya, baik pemimpin tingkat daerah, nasional, maupun internasional.
Mereka yang berada dalam inner circle harus diberi kepercayaan! Harus dilibatkan dan diberi ‘ruang’! Jangan sampai pemimpin malah menghabiskan waktu dengan orang-orang yang negatif terhadap visinya.
Orang-orang dalam inner circle pasti memiliki kelebihan atau kekuatan. Ini harus dimanfaatkan dengan maksimal dan tepat. Namun, tidak dimungkiri bahwa dalam prosesnya, kekuasaan dan taktik dalam memengaruhi orang lain bisa terjadi dengan banyak strategi. Kekuasaan bisa muncul karena adanya jabatan, keahlian, imbalan, paksaan, dan contoh, yang diterapkan dengan mekanismenya masing-masing.
Kekuasaan bisa muncul karena jabatan dan keahlian. Kepercayaan menjadi mekanismenya, dan memunculkan tanggapan internalisasi. Hanya orang-orang tertentu atau yang benar-benar ahli yang akan dilibatkan.
Berbeda lagi jika mekanismenya situasional. Kekuasaan akan muncul karena adanya imbalan dan paksaan. Jika ada imbalan atau paksaan, akan muncul kepatuhan. Orang yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan sumber daya, dialah yang akan dapat memengaruhi orang lain. Orang yang memiliki kemampuan untuk memberi hukuman, dapat memecat atau menurunkan jabatan, dialah yang berkuasa.
Bagaimana jika kekuasaannya berupa contoh? Mekanismenya melibatkan daya tarik, hingga pada akhirnya menjadikannya panutan. Kekuasaan ini ada dalam diri seseorang yang berkarisma atau berkepribadian menarik. Kekuasaan ini dapat memunculkan kekaguman dan membuat orang yang mengaguminya ingin menjadi seperti orang tersebut.
Anda seorang pemimpin? Bagaimana Anda memperlakukan orang-orang dalam inner circle Anda? Atau, justru Anda adalah orang-orang dalam inner circle? Sudahkah Anda memperjuangkan visi yang ada? Atau, malah melirik ke sana-sini untuk mengambil keuntungan-keuntungan pribadi dengan posisi Anda? Inner circle tetap akan menentukan kepemimpinan seperti apa yang akan terjadi.
Berkaca dari para pemimpin bangsa ini. Mulai dari kepemimpinan dalam masa perjuangan hingga kini, tidak ada pemimpin yang bekerja sendiri. Sedikit melirik pemimpin masa perjuangan, Jenderal Soedirman. Ia tidak sendirian, tetapi memiliki inner circle yang salah satunya Letkol Suadi Suromihardjo. Letkol Suadi, yang khas dengan baret hitam dan senapan M1 Carbine-nya, merupakan orang terdekat Jendral Soedirman. Meski dia pun dihilangkan dari sejarah karena dianggap sebagai simpatisan Front Demokrasi Rakyat, keberadaannya tetap dikenang sebagai orang yang berpengaruh. Selain Letkol Suadi, ada Raden Suprapto, Kapten Suparjo Rustam, dan Mayor Tjokropranolo yang menjadi inner circle jenderal pada masa itu.
Presiden pertama RI, Soekarno, juga memiliki orang-orang dekat, bahkan dari berbagai negara. Ada Jawaharlal Nehru, yang bersama Soekarno ingin menciptakan Asia bebas dari kolonialisme; Presiden, AS John F. Kennedy, Gamal Abdul Nazer, Letjen Ahmad Yani, sampai Mayjen Ibrahim Adjie yang memiliki loyalitas sangat tinggi, dan masih banyak yang lainnya. Prinsip Soekarno dalam relasi ini sangat sederhana: Jika mau membantu Indonesia dan menghargai revolusi, pasti orang tersebut akan cocok dengan Soekarno.
Presiden RI sekarang ini, Jokowi, sudah pasti memiliki orang-orang tangguh yang dipilihnya. Pratikno, Moeldoko, Budi Gunawan, Luhut Binsar Panjaitan, Donny Gahral Adian, sampai Sukardi Rinakit yang menjadi salah satu ahli strategi politik Jokowi. Tentu, masih ada yang lainnya, yang mendukung visi dan menopang kepemimpinannya. Pemimpin-pemimpin lainnya, mantan pemimpin negeri ini, sampai calon pemimpin 2024 nanti, sudah pasti memiliki inner circle-nya masing-masing.
Anies Baswedan, Puan Maharani, Ganjar Pranowo, bahkan mantan Presiden Soesilo Bambang Yudoyono memiliki inner circle -nya masing-masing. Masyarakat sudah bisa melihat sendiri bagaimana kualitas orang-orang dalam inner circle-nya SBY memengaruhi kualitas kepemimpinannya. Atau, bisa jadi sebaliknya. Mungkinkah peristiwa orang hilang dari sejarah juga tercium dalam kepemimpinannya ini?
Tidak menutup kemungkinan jika terendus ada masalah besar, orang-orang tertentu dalam inner circle bisa ditiadakan. Tentu saja ini menjadi salah satu alasan mengapa negeri ini mengenal orang-orang yang hilang dalam sejarah. Entah menghilang atau dihilangkan dengan sengaja. Tragis memang!
Mengingat kepemimpinan tidak akan pernah berhenti. Indonesia butuh pemimpin-pemimpin yang berdedikasi, berintegritas, berkarakter, berdaya juang tinggi, dan mementingkan kepentingan rakyat. Masyarakat perlu jeli, perlu kritis menilai, terbuka terhadap fakta dan kebenaran. Pemimpin akan selalu terlihat, akan disoroti pertama kali. Namun, kita jangan lupa, orang-orang dalam inner circle-nya juga perlu dicermati.
Ini menarik! Media massa dan media sosial bisa menjadi salah satu cara untuk melihat sejauh mana kualitas inner circle pemimpin sekarang atau calon-calon pemimpin masa depan. Entah mereka sebagai builders, connectors, mentor, ataupun boosters yang dapat meningkatkan semangat kerja. Cermatilah! Tidak ada yang tidak bisa dinilai atau diselisik. Pemimpin penting, orang-orang dalam inner circle juga penting.