AHY, Sebuah Tragedi Politik

Ibarat kuncup bunga, ia layu sebelum berkembang. Sebagai lulusan terbaik akademi militer 21 tahun yang lalu, ia memiliki karir yang cemerlang di dunia militer. Rerata butuh waktu 4 tahun untuk naik pangkat. Saat lulus pada tahun 2000, ia berpangkat Letnan Dua. Asumsinya, saat Pepo presiden, pangkatnya sudah Letnan Satu, pada 2008, naik pangkat Kapten, 2012 ia menjadi berpangkat Mayor. Pada 2016, ia seharusnya sudah Letnan Kolonel. Sayangnya setelah 16 tahun berkarir militer, AHY memutuskan menjadi sipil dengan pangkat terakhir Mayor, pangkat terendah perwira menengah.

Hengkangnya AHY dari kesatuan TNI tidak lepas dari ambisi politik Pepo untuk mengamankan kepentingan ekonomi-politik Cikeas, melanjutkan dominasi keluarga Cikeas terhadap Partai Demokrat dan mengorbitkan AHY dalam kontestasi pilgub DKI Jakarta pada 2017. Sang adik, Ibas tidak mungkin lagi diorbitkan karena namanya tersangkut dalam dugaan penerima aliran dana korupsi proyek Hambalang. Nampaknya Pepo tahu betul memaksakan Ibas menjadi figur politik utama Partai Demokrat merupakan bunuh diri politik.

Beralih dari militer menjadi politisi demokrat boleh jadi merupakan keputusan besar dalam hidup AHY. Tidak ada jalan kembali ke kesatuannya lagi. Status sebagai mantan mayor sangat tidak memadai untuk mendongkrak pamor atau gengsi di tingkat kota apalagi di level ibu kota dan nasional. Tidak ada pencapaian yang bisa dibanggakan dalam rekam jejak perjalan karirnya di militer. Itu adalah tragedi politik yang pertama. Kekalahannya dalam kontestasi pilgub DKI Jakarta 2017 dengan tersingkir dari putaran pertama pilgub merupakan tragedi yang kedua. Dan tragedi yang ketiga kini sedang terjadi. Belum genap 1 tahun menjabat sebagai Ketua Umum yang terpilih hasil aklamasi, AHY dipaksa menghadapi konflik internal partai yaitu perlawanan kader-kader partai yang berseberangan dengan kepentingan keluarga Cikeas yang dimanifestasikan dalam Kongres Luar Biasa Partai Demokrat. Dalam KLB tersebut, Moeldoko dipilih sebagai Ketua Umum.

Nampaknya, konflik internal partai yang berujung pada perpecahan partai demokrat menjadi momentum yang paling menentukan dalam perjalanan karir politik AHY apakah ia akan tenggelam oleh permainan politik para seniornya atau ia akan mengukir reputasinya sendiri sebagai politisi yang ulung. AHY perlu segera mengeksplorasi gagasan orisinalnya, mengadopsi paradigma baru, membuat terobosan baru, pendekatan baru, menjaga jarak yang cukup dengan Pepo supaya tidak lagi terkena imbas dosa-dosa politik Pepo dan menempatkan dirinya, partai Demokrat dan kepentingan keluarga Cikeas dalam spektrum kepentingan ekonomi-politik nasional khususnya terkait perhelatan politik akbar 2024 nanti. Ini hanya untuk memastikan supaya tiket untuk turut meramaikan panggung politik dan kekuasaan tidak terlepas dari genggaman tangannya.

Amatlah disayangkan apabila AHY sebagai politisi yang relatif muda harus tenggelam terlalu cepat dan tragisnya lagi tenggelam karena turut terseret dalam bayang-bayang nama dan dosa besar Pepo.

Musa Akbar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *