Makan Siang Gratis Bikin Bingung Prabowo

Nampaknya, kebingungan sedang melanda Prabowo cs dalam mewujudkan program makan siang dan susu gratis. Sampai-sampai, kabinet Jokowi pun ikut “cawe-cawe” membahasnya dalam rapat kabinet meskipun Prabowo dan Gibran belum sah menjadi pemenang pilpres. Bingung duitnya darimana, bingung teknis mewujudkannya karena tidak punya pengalaman, dan bingung pula jika sampai gagal merealisasikannya karena ini adalah janji kampanyenya. Semakin bingung karena program unggulan Prabowo ini mengancam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara yang sudah defisit. Program “yang penting populer” ini juga berpotensi menggerus alokasi untuk program lain di APBN yang dinilai lebih penting. Dengan budget 450-an trilyun setiap tahun, program ini jelas akan membebani APBN. Pie, apa enggak semakin bingung tuh nyari pendanaannya?

*Bingung nyari sumber uangnya
Menko Airlangga menjelaskan, kebutuhan setiap anak untuk makan siang gratis kurleb sebesar 15 ribu rupiah, itupun belum termasuk susu gratis. Jumlah anak sekolah dari TK sampai SMP, ini belum termasuk SMA dan Pesantren lho, yang ditargetkan kena program ini sebesar 70.5 juta anak. Artinya, pemerintah wajib menyiapkan alokasi dana anggaran sebesar 1,05 triliun per hari hanya untuk makan siang saja di APBN 2025. Jika jumlah efektif hari masuk sekolah adalah 245 hari dalam setahun, maka total anggaran dalam setahun hanya untuk makan siang saja TK sampai SMP sebesar 257, 2 triliun rupiah. Mumet pora kui karena duitnya enggak ada. Makanya Pak, kalau bikin janji politik itu dipikir dulu, jangan asbun di depan, nyusahin di belakang.

*Dana BOS
Salah satu yang ramai mendapat penolakan dari berbagai pihak adalah penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk mendukung program makan siang gratis. Terang saja ada banyak pihak yang teriak. Dana BOS selama ini digunakan untuk membayar biaya buku hingga gaji guru honorer, dan sedihnya dana BOS saja belum cukup untuk memenuhi segala beban anggaran biaya pendidikan.

*Kurangi Subsidi BBM
Ide lain untuk pembiayaan maksi gratis ini muncul dari anggota timses Prabowo Gibran yang mengusulkan dana diambil dari pengurangan subsidi BBM. Pertanyaan pertama, apakah berani mengambil kebijakan yang bakal diprotes masyarakat? Dampak pengurangan subsidi BBM pasti bakal panjang, menjalar kemana-mana. Inflasi naik, banyak sektor akan mengalami tekanan, apalagi jika terjadi kenaikan harga minyak dunia, harga BBM di Indonesia makin melambung tinggi, harga-harga bahan pokok jelas akan ikut terkerek naik.

Dari perhitungan saja, dana maksi dan susu gratis ini akan menjadi alokasi terbesar di APBN dibandingkan alokasi untuk program lain yang lebih penting. Lebih besar dari anggaran Kesehatan masyarakat, bahkan lebih besar pula dari anggaran infrastruktur. Dengan alokasi dana yang lebih besar ini, menurutmu, apakah program makan siang dan susu gratis ini lebih penting dari program kesehatan dan infratstruktur yang jelas lebih dibutuhkan oleh masyarakat?

Pilihan atau jalan terakhir untuk mencukupi kebutuhan program maksi gratis adalah dengan menambah hutang atau terpaksa memotong anggaran lain karena ruang fiscal memang terbatas, tidak banyak ruang di APBN. Defisit anggaran maksimal 3% dari PDB sudah dilanggar saat penanganan pandemi. Kalau melanggar 3% lagi di situasi normal, maka market akan melihat ketidakdisplinan fiscal dan dinilai sebagai turunnya kredibilitas, sehingga beban bunga hutang akan meningkat.

Program ini jelas terlihat tidak realistis dari sisi anggaran, dan rawan korupsi di lapangan, menjadi ladang basah untuk diperebutkan banyak orang dan banyak kepentingan. Maraknya dukungan dari para Menteri ke program ini jelas ada sinyalemen buruk. Bahkan ada menteri yang sudah melalukan ujicoba makan siang gratis. Cie cie .. cari muka dan mau mengamankan posisi di awal ya, supaya dapat jatah menjadi eksekutor program? Hmm ..

*Bingung Teknis di lapangan
Indonesia jelas tidak punya pengalaman mengurus program makan siang penduduknya. Dengan daerah yang sangat luas, negara kepulauan, tingkat kesejahteraan yang tidak merata dan jumlah penduduk ratusan juta, jelas bukan hal yang mudah dalam memanagenya, apalagi makan siang gratis ini sifatnya harian. Dengan uang 15 ribu rupiah, coba dipikir, apa bisa mendapatkan makanan yang sehat dan bergizi? Nasi, sayur, lauk, buah misalnya, apa dengan uang segitu cukup? Bayangkan juga bagaimana dengan distribusi makanan tersebut agar tetap segar ketika sampai di sekolah-sekolah. Coba pikirkan pula yang ada di pelosok, daerah tertinggal, terdepan dan terluar aka di pinggiran perbatasan wilayah Indonesia. Jangan-jangan nih, karena berusaha “kejar tayang” agar makanan tidak basi, maka yang dikirim nanti malah berupa mie instan, frozen food yang jelas patut dipertanyakan nilai gizinya.

Mari kita tengok sebentar program sejenis di negara lain sebagai contoh. Di Amerika Serikat, mereka mempunyai program The National School Lunch Program (NSLP), yaitu program makan siang gratis untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan pelajar Amerika Serikat. Program ini dimulai sejak tahun 1946 saat dipimpin oleh Presiden Harry Truman. Saat ini program tersebut dikelola di tingkat federal oleh Layanan Pangan dan Gizi dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Sementara di tingkat negara bagian, program ini dijalankan oleh Lembaga-lembaga negara melalui perjanjian dengan otoritas pangan sekolah.

Program NSLP bekerja dengan cara subsidi uang dan makanan. Sekolah negeri, sekolah swasta non profit dan lembaga pengasuhan anak di amerika serikat yang sesuai dengan kriteria penerima bantuan NSLP bisa bekerja sama, berpartisipasi dalam program ini, dengan catatan makanan yang diolah dan disediakan sesuai dengan persyaratan yang telah diterbitkan oleh USDA. Makanan dalam program NSLP harus terdiri dari buah-buahan, sayur2ran, biji-bijian, daging dan alternatifnya serta susu cair.

Lebih detailnya lagi, komponen makanan tersebut diatur berdasarkan asupan minimum per hari. Jenis sayur2ran berdasarkan warna dan jenisnya, dan total kandungan kalori, lemak dan garamnya untuk tingkatan pra sekolah hingga SMA. Meski system dan regulasinya sudah dikembangkan selama berpuluh-puluh tahun, NSLP nyatanya masih belum efektif mengatasi masalah besar di amerika serikat yaitu obesitas. Menurut penelitian para ahli, salah satu factor yang melanggengkan obesitas anak adalah makanan di sekolah yang masih mengandung gula yang tinggi dan rendah nutrisi.

Negara selanjutnya yang menerapkan makan siang gratis untuk siswanya adalah Jepang dengan Kyushoku yang terbukti efektif menurunkan tingkat obesitas siswanya. Pemerintah Jepang bekerjasama dengan pihak sekolah dengan membatasi akses ke junkfood dan makanan ultra proses. Makan siang di Jepang menggunakan bahan dari “komponen local” dan hampir tidak pernah dibekukan.

Berkaca dari dua negara tersebut, baik kurang efektifnya NLSP di Amerika dan suksesnya Kyushoku di Jepang, maka program makan siang gratis ala Prabowo Gibran perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Jangan sampai memaksakan program ini harus berjalan tanpa persiapan yang matang sehingga tidak efektif dan membuang-buang anggaran.

Nah, jangan-jangan, saking bingungnya, saking banyaknya yang harus dipersiapkan, maka kabar yang pernah tersiar adalah tahun 2029 saja realisasi makan gratisnya. Pas deket-deket pilpres, baru guyur tuh masyarakat dengan makan siang gratis plus susu. Ah bakal jadi dejavu seperti di pilpres 2024 ini kan, sebar bansos, BLT di tengah kompetisi pilpres, menang deh ….

Biar gak dibilang nyinyir doang, nih coba saya berikan alternatif pembiayaan yg menurut saya lebih realistis:

  1. Menaikkan tarif cukai rokok
  2. Menerapkan PPN atas gula pasir
  3. Menerapkan cukai minuman berpemanis
  4. Menaikkan pajak mobil mewah
    Tuuuhh banyak kaaaan alternatifnya.

Walau pun tetap aja, menurut saya program ini gak realistis kalo mau diterapkan setiap hari utk semua anak dan semua ibu hamil di seluruh Indonesia.

Itu saja dari saya, kurang lebihnya mohon maaf, salam POV (Poin of View #01).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *