Jelang Asar sore itu, Masjid Raya Sheikh Zayed Solo penuh manusia. Rupanya sebagian besar para pengantar jamaah haji dari Pantura dan daerah lainnya. Sebagian lainnya rombongan ibu-ibu pengajian yang datang berbalut seragam kebanggan. Ada juga rombongan anak TK, pelajar dan mahasiswa.
“Saya sudah di Masjid MBZ, Gus.”
“Saya masih rapat dengan UEA. Ketemu di perpustakaan, njih.”
Demikian sekelumit percakapan saya dengan Wakil Direktur Masjid Raya Sheikh Zayed, Gus Sigit. Orang ini sibuknya melebihi presiden. Beruntung sekali saya bisa mencuri waktunya. Singkat cerita, selepas Asar kami pun bertemu. Mengobrol sekitar satu jam.
Gus Sigit bercerita, antusiasme masyarakat mengunjungi Masjid Sheikh Zayed memang sungguh luar biasa. Berdasarkan catatan pengurus, di hari-hari biasa pengunjung yang datang 15 ribu-20 ribu orang. Saat liburan dan musim haji, melonjak hingga 40 ribu orang. Mereka ingin melihat dari dekat ikon baru Solo ini. Di luar masjid berfoto. Baru masuk halaman berfoto. Masuk bangunan masjid berfoto lagi.
Masjid Raya Sheikh Zayed Solo adalah masjid yang merupakan ikon lambang persahabatan dua kepala negara. Ia hadiah dari Presiden Persatuan Emirat Arab, Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ), kepada Presiden Jokowi. Berdasarkan inisial sang pemberi hadiah, masjid ini sering disebut juga sebagai Masjid MBZ.
Walau pembangunannya didanai pemerintah Persatuan Emirat Arab namun pengelolaan Masjid MBZ diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Penunjukan pengurus di-SK-kan oleh Menteri Agama. Oleh karena lokasinya di Solo, Menag minta petunjuk Walikota Solo. Mas Wali Gibran pun menunjuk beberapa orang untuk menjadi pengurus.
KH Abdul Rozaq Shofawi dari Ponpes Al Muayyad dipercaya sebagai imam besar. KH Abdul Karim dari Ponpes AzZayadyi menjadi wakilnya. Pimpinan tiga perguruan tinggi besar di Soloraya juga dilibatkan dalam kepengurusan. Ada Prof Sofyan Anif dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang membidangi Ri’ayah alias prasarana. Ada juga unsur dari UNS dan UIN Raden Mas Said di bidang Imaroh (peribadatan) di samping unsur Kemenag.
Nantinya, akan ada banyak kegiatan di Masjid MBZ. Banyak pula program yang sedang dirancang, yang mungkin jarang ditemukan di masjid lain. Seperti program Bustanul Quran, kebun dengan tanaman-tanaman yg disebutkan dalam Al Qur’an. Ada pula peringatan hari besar Islam, dan haul Sheikh Zayed yang jatuh di setiap Bulan Ramadhan.
Masjid MBZ saat ini sedang menyiapkan perpustakaan yang nyaman untuk pengunjung. Keren kan… karena tidak semua masjid punya perpustakaan yang enak buat baca-baca. Dan saat ini Islamic Centre sedang menunggu giliran untuk diwujudkan. “Islamic Center ini akan sejalan dengan visi Masjid MBZ yaitu menyebarkan Islam washatiyyah atau Islam moderat. Islam ramahtan lil alamin,” ujar Gus Sigit.
Dengan visi tersebut, Masjid MBZ akan menjadi masjid pertama yang menjadi pilot project atau unggulan Kemenag, sebagai pelopor moderasi beragama. Akhirnya masjid ini tidak lagi soal NU, Muhammadiyah atau yang lain. MBZ akan menjadi masjid untuk semua.
Yang menarik adalah adanya pesan khusus dari Mas Wali Gibran Rakabuming, agar Masjid MBZ mampu menjadi berkah bagi masyarakat luas. Saat ini kantung parkir Masjid MBZ ada di enam lokasi di Solo. Mas Wali menginginkan, keberadaan kantung-kantung parkir bisa memberikan tetesan efek bagi kelompok usaha kecil. Misalnya kantong parkir Tirtonadi, nantinya diharapkan bisa menggairahkan Pasar Gilingan.
Setelah armada parkir, pengunjung mesti berjalan melewati pedestrian yang sedang disiapkan ke Masjid MBZ, dan melintasi Pasar Gilingan. Di pasar tersebut , pengunjung bisa membeli suvenir atau oleh-oleh. Pasar yang sepi bisa jadi ramai. Semoga segera terwujud saat proyek viaduck selesai. Kantung parkir di Pedaringan, juga bisa untuk menarik pengunjung mampir ke Solo Safari di Jurug.
Dan semua wisatawan yang bolak balik dari kantung parkir ke Masjid MBZ dan sebaliknya, bisa menumpang ojek offline. Sehingga bisa dibayangkan banyaknya peluang pemberdayaan masyarakat.
Sesuai visi misi sebagai masjid yang menjunjung tinggi toleransi, sebagai representasi Islam yang ramah, bahkan pengurus Masjid MBZ mempersilakan jemaat gereja yang berada di dekatnya untuk parkir di area parkir masjid. Untuk diketahui, di segelah timur Masjid MBZ terdapat sebuah rumah ibadah yaitu Gereja GPIA Sola Gratia.
Berkah bagi masyarakat sekitar itu pun saat ini sudah terlihat. Setiap hari di sekitar Masjid MBZ ramai penjual tenongan, aneka oleh-oleh, jasa foto, penjual kresek untuk tempat alas kaki, dan lain sebagainya. Sekarang masih tampak semrawut. Namun akan dirapikan sedikit demi sedikit.
Yang jelas, keberadaan Masjid MBZ memang memberi warna tersendiri bagi Kota Solo. Hanya di Masjid MBZ ada khotbah dengan bahasa Arab full. Ada jadwal imam dari UEA. Namun satu catatan, walau bangunannya dari luar terlihat bercorak UEA karena kongruen dengan Grand Mosque di Abu Dhabi, saat masuk Masjid MBZ orang akan menemukan atmosfer budaya lokal. Lantai marmernya bergambar motif batik kawung. Karpet di dalam ruang sholat utama bermotif batik dua nagari. Mihrob dengan potongan marmer bertuliskan asmaul husna. Latar belakangnya bertabur daun dan bunga khas ukiran Jepara.
Satu tekad pengurus Masjid MBZ, agar keberadaan masjid ini tidak mematikan masjid lain. Pada Ramadhan lalu, di Masjid MBZ ada kegiatan berbagi takjil. Ini akan menjadi program rutin. Maka yang dilakukan pengurus adalah berusaha mengelola pengunjung dan mengirimkan stock takjil ke masjid-masjid lain di Kota Solo. Sehingga ketika Masjid MBZ makmur, masjid-masjid di sekitarnya pun harus ikut makmur.