Beda Ganjar Jauh dengan Jokowi

Narasi yang diusung para pendukung Ganjar harus diakui cerdas. Narasinya gaya adalah Ganjar mirip Jokowi. Ganjar anti-radikal sebagaimana Jokowi. Tagline yang digaungkan berulang-ulang yaitu “Ganjar Penerus Jokowi”, telah menggiring para pendukung Presiden Jokowi dulu, untuk ikut memberikan dukungan kepada Ganjar sebagai Capres 2024. Elektabilitas Ganjar pun naik dengan sukses.

Tapi sebentar, Fulgoso. Menarasikan seolah-olah Ganjar adalah satu-satunya orang yang mirip Jokowi itu akan membuat banyak orang yang mengenal Jokowi secara langsung tidak terima. Jokowi asli berasal dari rakyat yang kemudian ingin membuat perubahan untuk kotanya tercinta. Sebelum menjabat pun sudah dekat dengan rakyat. Tanpa jarak.

Jokowi yang orang Solo asli, dan menjunjung tinggi nilai-nilai leluhurnya. Dia sangat andhap asor (rendah hati). Kerendahan hati inilah yang membawanya menang di Pilkada Solo. Bahkan untuk yang periode kedua, kemenangannya mencapai lebih dari 90%…

Sedangkan Ganjar sejak muda adalah politisi. Naik sebagai wakil rakyat karena kerja-kerja partai. Maju sebagai gubernur karena blessing in disguise akibat terjadi intrik partai juga. Di mana saat itu sesungguhnya yang dijagokan adalah Rustriningsih. Namun di detik-detik terakhir entah bagaimana ceritanya, rekomendasi Megawati jatuh kepadanya. Dia pun menang menjadi Gubernur Jateng dengan susah payah. Kemenangan tipis.

Jokowi itu sebelum presiden adalah Gubernur DKI. Bukan gubernur daerah. Yang ngerti politik akan paham begitu jauhnya perbedaan kelas dan pamor antara gubernur DKI sebagai Ibukota Negara dengan gubernur di daerah. Beda banget…

Jokowi, disukai oleh rakyat karena memang karena kebaikan-kebaikannya yang natural, alami, spontan. Sebelum ada sosmed Jokowi sudah menjadi kesayangan rakyat. Sementara Ganjar besar karena polesan media sosial. Karena dia memang , memproduksi konten. Didukung tim yang besar, dia memanfaatkan media sosial sebesar-besarnya untuk pencitraan. Walau pada satu sisi suksesnya pencitraan ini patut dipuji juga. Namun tetap tak bisa menutupi fakta bahwa kondisi wilayah Jawa Tengah tetap biasa-biasa saja dipimpin dia. Tak ada hal fenomenal yang dikerjakan untuk Jateng, kecuali konten-konten lucu di Instagram dan Tik Tok yang menuai like serta komen dari follower.

Ganjar sibuk kesana-kemari unjuk diri di setiap platform medsos, tapi Jateng termasuk tertinggi kasusnya dalam pandemi Covid, berbanding terbalik dengan penyerapan anggaran yang begitu rendah. Jateng disambut meriah (katanya) saat mengunjungi atletnya di Papua, tapi prestasi Jateng dalam PON melorot jauh dari posisi 4 ke posisi 7. Ganjar membuka line laporan bagi warga Jateng bila melihat jalan rusak. Tapi Jalan di berbagai wilayah yang membentang di Jateng tetap rusak. Bahkan orang Jateng pilih lewat Jawa Timur daripada melintas wilayah Blora yang penuh lobang seperti kondisi arena rally Paris Dakkar.
Ganjar dan Jokowi sama-sama anti radikalisme? Ya tentu saja, dibanding Anies yang pernah punya dosa mempolitisasi agama. Tapi bukan hanya Ganjar yang punya sikap seperti itu. Masih banyak sosok lain yang layak juga menjadi presiden. Hanya saja sosok-sosok itu memang tidak pandai main Tik Tok seperti Ganjar.

Satu lagi, Jokowi dalam PDIP mendapat dukungan aklamasi dari orang-orang partai. Elektabilitasnya di kisaran 60%. Beda dengan Ganjar. Elektabilitas baru 20%-an malah menyerang saudara separtai karena tahu arah rekomendasi bukan untuk dirinya. Tim dan pendukungnya pun tidak diarahkan untuk bersaing dengan politisi partai lain, malah gencar membunuh karakter sesama kader demi menyingkirkannya dan berusaha merebut rekomendasi Ketua Umum agar bisa nyapres. Sikap kemaki, kasar dan culas ini tak dimiliki Jokowi.

Ketika ulahnya dan pendukungnya membuat para petinggi partai berang, Ganjar tidak introspeksi malah playing victim. Tidak terima disebut kemaki, padahal itulah adanya. Lalu lebih gencar menyerang kader pesaingnya di dalam partai. Menyakiti hati Ketua Umum. Jokowi tak pernah melakukan seperti ini. Jokowi menghormati semua kader dan apalagi Ketua Umum. Sikap Ganjar dan pendukung yang seperti ini sesungguhnya kontra produktif. Karena partailah yang mengusung Capres. Makin menjauhkannya dari rekomendasi. Megawati sebagai Ketua Umum yang memegang kunci rekomendasi. Mau elektabilitas sundul langit kalau partai tidak mengusung ya tidak bisa jadi Presiden, Kak…

Asudahlah…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *