Kemenangan Greysia Polii dan Apriyani Rahayu di laga Olimpiade Tokyo 2020 menjadi anugrah luar biasa di tengah keprihatinan pandemi ini. Tak ada yang lebih membanggakan selain melihat bendera merah putih kembali berkibar dan mendengar Lagu Kebangsaan Indonesia Raya berkumandang di Olimpiade. Kita semua bangga, kita semua terharu, kita semua bahagia…
Namun sayang, keberhasilan Greysia dan Apriyani ini seolah ternoda oleh ulah politisi pansos. Jagad medsos kemarin menjadi ramai dan heboh oleh ucapan selamat para politisi pada pasangan peraih emas tersebut. Flyer yang mereka edarkan didominasi wajah mereka. Ucapan,dan wajah Greysia dan Apriyani hanya terlihat kecil di pojok. Hanya terjadi di Indonesia…
Tokohnya siapa lagi kalau bukan duo fenomenal AHY dan Ibas. Jago memanfaatkan kesempatan, sayang tidak punya kesadaran nilai-nilai etis.
Ambil contoh Partai Demokrat. Struktur organisasi partai tersebut nyaris seperti mengelola arisan keluarga. Si Bapak jadi dewan pembina, si Kakak ketua, dan si Adik jadi wakil. Makin tak etis karena keluarga Cikeas bukan pendiri partai tersebut. Belakangan, keluarga Cikeas mengambil alih dan menguasai kepemimpinan di partai biru tersebut.
Ketidak etisan lainnya menyangkut kenarsisan mereka. Kasus ucapan selamat dengan wajah AHY dan Ibas segede gambreng, jauh lebih besar dari wajah Greysia dan Apriyani adalah bukti nyata. Silahkan menyimak situs resmi Partai Demokrat: https://www.demokrat.or.id. Kita akan dibuat terbahak-bahak melihat situs resmi itu punya folder berjudul AHY, khusus untuk memuja-muja AHY.
Makin ngakak lagi saat membaca judul pertama di folder tersebut, ‘AHY, Anak yang Tumbuh dengan Nilai-Nilai’. Nilai-nilai apakah yang dimaksud? Nilai matematika? Nilai menggambar? Nilai IPS? Judul itu terasa kurang pas dengan kaidah menulis dan Bahasa Indonesia. Kalimat yang pas seharusnya ‘XXX, anak yang dibesarkan dengan nilai-nilai kemanusiaan’. Heran, AHY kok tidak risih dipuja-puja berlebihan begitu. Jangan-jangan ia menuliskan sendiri pujian-pujian itu.
Kejadian-kejadian itu menunjukkan fakta bahwa AHY, Ibas dan SBY, tidak dikelilingi penasehat yang hebat. Orang-orang di sekitarnya tidak profesional, juga ABS, Asal Boss Senang. Akibatnya, jangan harap melihat AHY maupun Ibas visioner.
Kasus pemilihan warna pesawat kepresidenan bisa menjadi contohnya. Pada tahun 2014, di era SBY, Pesawat Boeing Business Jet-2 (BBJ) kepresidenan dicat berwarna biru, sesuai dengan warna Partai Demokrat. Namun Sudi Silalahi, yang saat itu menjabat Menteri Sekretaris Negara berdalih, faktor keamanan menjadi isu yang mendasari pemilihan warna biru. “Warna biru bisa berkamuflase sehingga bisa sama dengan warna langit,” ujarnya. Mungkin maksudnya mengkamuflase kampanye terselubung bagi pemenangan partai biru. Pesawat kepresidenan bukan dimaksudkan untuk operasi intelijen, sehingga tidak harus terbang mengendap-mengendap. Dan radar di masa kini, sanggup mendeteksi keberadaan suatu pesawat, meskipun dicat berwarna biru.
Isu pesawat kepresidenan Kembali merah putih sedang heboh digoreng. Salah satu tokoh yang heboh memprotes pengecatan pesawat kepresiden ke warna asalnya adalah Andi Arief, politisi Partai Demokrat. Andi Arief mengemukakan alasan-alasan ‘jaka sembung’, nggak nyambung. Ia bahkan mengutip lagu Ariel Noah berjudul ‘menghapus jejakmu’. Jejak apa yang harus ditunjukkan dan dibanggakan dari era SBY? Candi Hambalang? Itu aib pemerintahan SBY. Tanpa Jokowi turun tangan pun, SBY akan giat menghapus jejak aibnya.
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Selasa 3 Agustus 2021 mengungkapkan pengecatan pesawat BBJ 2 ini sudah direncanakan sejak 2019, bertepatan dengan perayaan HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia pada 2020 . Proses pengecatan menjadi pekerjaan satu paket dengan heli Super Puma dan pesawat RJ. Biaya cat ulang pesawat diperkirakan sebesar 100 – 150 ribu dolar AS atau setara Rp 1,4 – Rp 2 miliar.
Biaya ini termasuk murah untuk ukuran pemeliharan pesawat terbang. Pesawat terbang, Saudara-saudara. Benda ajaib bermesin canggih dan dapat terbang di angkasa… bukan gerobak sorong yang hanya butuh tukang las. Sebagai perbandingan, kita sering melihat kasus-kasus korupsi di Pemda yang melibatkan pemeliharaan mobil dinas, dengan angka fantastis karena hanya untuk servis mobil.
Kasus yang terjadi di akhir 2019, Sekretaris DPRD Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, berinisial SE ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka selaku Pengguna Anggaran kegiatan pemeliharaan kendaraan dinas dan Bahan Bakar Minyak (BBM) di lingkungan Sekretariat DPRD Seluma, pada tahun 2017. ES melakukan menimbulkan kerugian negara 700 juta rupiah melalui pembelian BBM tidak sesuai struk. ES juga melakukan servis kendaraan dinas yang diduga fiktif sebesar 900 juta rupiah. Kasus ini memberikan gambaran tentang besarnya anggaran pemeliharaan kendaraan dinas di level Pemda. Jauh melebihi pemeliharaan pesawat terbang di pemerintah pusat.
Politisi lain dari Partai Demokrat yang kondang dijuluki ‘Pengembat Panci’ juga ikut-ikut bersuara ramai di Twitter. Pengecatan Pesawat Kepresidenan menjadi warna merah putih di masa pandemi menunjukkan pemerintah tak memiliki empati terhadap masyarakat, tulis Roy Suryo. Roy Suryo mendadak amnesia, lupa bila tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah menemukan Roy belum mengembalikan 3.226 unit barang rumah tangga termasuk panci yang kemudian sukses melekat menjadi stigma tentang dirinya.
Roy Suryo makin menggenapi kesan orang-orang sekitar AHY yang maaf, selalu kurang kompeten. Ia kedapatan tidak hafal lagu Indonesia Raya pada 28 Agustus 2013, saat menghadiri pertandingan kompetisi Indonesia Super League (ISL). Nasionalismenya layak dipertanyakan.
Nasionalisme yang patut dipertanyakan ini mungkin saja menghinggapi orang-orang di sekitar SBY dan AHY. Tidak heran mereka memilih warna biru untuk pesawat kepresidenan, meski jauh sekali dari warna bendera kita. Dengan aneka alasan. Ketika Presiden Joko Widodo mengembalikan citra Indonesia pada pesawat kepresidenan, mereka ramai-ramai memprotes. Bisa jadi bila AHY menjadi presiden, pesawat kepresidenan akan dihiasi wajah AHY dan Annisa Pohan. Membuat pesawat kepresidenan bagaikan oplet dan bak truk. Dalam nuansa warna biru…….
Mengapa demikian? Bawah sadar mereka tahu, tak ada prestasi mereka yang dapat diingat sehingga mereka harus menggunakan cara-cara narsis dan semi hipnotis untuk mengkampanyekan diri.
Nia Megalomania