Dunia perhabiban bertambah marak dengan hadirnya Habib Kribo. Habib bernama lengkap Zen Assegaf ini kabarnya berasal dari Solo. Habib Kribo terkenal sudah lama berjuang melawan kekerasan dan radikalisme atas nama agama. Kemunculan Habib Kribo membawa angin segar bagi para pendukung Pancasila. Belakangan namanya menjadi trending karena sikapnya yang bertentangan dengan Habib Bahar Smith.
Bagi kita yang Pancasilais, sudah gerah dengan ‘habib tanda kutip’. Sehingga kemunculan Habib Kribo adalah obat penyejuk hati. Jangankan bagi kaum minoritas untuk bersuara. Bahkan bagi sesama muslim pun, konon meng-counter pernyataan mereka yang bergelar habib bisa kena ‘azab’. Nggak lucu kan bila kita tiba-tiba mengeluarkan pendapat yang berbeda dengan para habib ketiban pohon toge.
Kejadian terbaru adalah penangkapan Habib Bahar. Masih banyak kadrun-kadrun di luar sana yang berteriak kriminalisasi ulama. Come on, tolong definisikan siapa saja yang layak bergelar “ulama”! Apakah seorang habib tidak luput dari kesalahan dan tidak perlu menjaga perilaku? Gelar Habib itu adalah gelar yang seharusnya dia si penyandang gelar harus lebih sabar dibanding manusia biasa. Lebih santun dalam berbicara dan perilakunya.
Dengan adanya Habib Kribo, Habib Bahar kini mendapatkan lawan yang setara. Apple to apple. Perang opini di antara keduanya membuat mata kita terbuka. Siapa di pihak siapa. Siapa yang diuntungkan. Karena setiap fenomena di negeri +62 ini pasti tidak akan luput dari para politikus yang bermain. Mengapa? Karena agama masih menjadi isu seksi untuk dimainkan.
Kemunculan Habib Kribo di ILC yang menjadi trending topic, sangatlah epic. Two thumbs up….! Habib Kribo berani meng-counter semua statement Haikal Hasan. Habib Kribo bahkan berani menyatakan, bahwa tindakan Habib Rizieq bukanlah gerakan islami. Gerakan bukan islami ini sekarang diturunkan ke Habib Bahar. Kedua Habib sering ini melakukan caci maki dan perilaku kasar mengklaim atas nama habib.
Menurut Habib Kribo, FPI jika tidak dipimpin oleh seorang habib, tidak akan ada pengikutnya. Menurutnya, lagi-lagi “habib” hanya dijadikan jargon untuk gerakan pesanan para politikus. Seperti demo-demo yang ada di Indonesia ini, mengkaitkan politik dengan agama. Bahkan terkadang mengada-ada. Seperti pada kasus Ahok. Belum lagi demo di Monas yang berjilid-jilid, yang masih dilanjutkan dengan reuni demo berjilid-jilid pula. Akhir kata, Haikal yang tidak bisa memungkiri semua statement dari Habib Kribo ini hanya bisa berkilah, “Saya tidak sanggup, bahasa Habib Zen yang kasar gini. Hahahaha…”
Haikal memang sungguh aneh. Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak.
Habib Kribo kemudian memberikan contoh ceramah Habib Rizieq di acara Maulud Nabi yang penuh caci maki. Bukankah ini yang disebut menghina Nabi? Demikian menurut Habib Kribo.
Sebenarnya dari sini kita bisa mengambil kesimpulan, politik kita masih didominasi politisisasi agama. Sebaiknya agama dan politik itu jangan dicampur aduk. Untuk pemegang kekuasaan pemerintahan seharusnya orang yang kompeten di bidangnya. Tidak peduli apa agamanya. Karena tujuannya memajukan Indonesia bukan memajukan agama tertentu. Biarlah agama menjadi urusan kita dan Dia yang Di Atas.
Dari kejadian penangkapan Habib Bahar, kita melihat bermunculan beberapa partai yang menolak penangkapan. Sudah pasti PKS salah satunya. PKS yang konsisten oposisi dengan pemerintahan Jokowi, serta membela kasus radikalisme dan intoleransi. Dengan alasan-alasan yang tidak masuk nalar. Pembelaan yang membabi buta. Problem yang kita hadapi di era yang menurut kita sudah maju dan modern ini, dengan internet yang sudah 4G, bahkan untuk orang yang berpendidikan tinggi: masih adanya orang yang terbelakang secara spiritual. Intelektual tinggi namun secara spiritual terbelakang, karena adanya kepentingan terselubung. Hubungan horizontal dengan sesama manusia harus diperhatikan sehingga seimbang dengan hubungan pada Yang Di Atas. Karena sejatinya, setiap agama, di kitab suci manapun, tidak ada yang mengajarkan kebencian.
Kita tentu sepakat dengan Habib Kribo, bahwa menjaga kerukunan adalah suatu bentuk jihad. Kejadian-kejadian sebelumnya, seperti pemboman di mana-mana itu bukan jihad, tetapi TEROR……! Menjaga NKRI adalah bentuk jihad yang sesuai dengan negara kita. Bahkan negara-negara maju lainnya mengacungkan jempol untuk toleransi yang dimiliki Indonesia. Habib Kribo pun telah menjelaskan dengan gamblang agar orang dapat memilah milih habib mana yang dapat dijadikan panutan.
Sebenarnya kelompok-kelompok seperti FPI itu hanyalah sebagian kecil dari umat Islam di Indonesia, tetapi berisik sekali suaranya. Mereka dimanfaatkan oleh partai politik yang memanfaatkan dan mempolitisasi agama untuk mencapai tujuannya. Karena jelas saat ini masih tabu untuk melawan ulama, haji, ustad dan tokoh-tokoh agama. Masih banyak yang takut distigma pembangkang, walaupun sesungguhnya berada di jalan kebenaran.
Ketakutan ini bisa dimaklumi, karena masih banyak kejadian-kejadian diskriminatif atas nama agama, yang membuat orang takut bersuara. Bagi orang tertentu, lebih baik mengikut arus daripada melawan arus. Dan itu tindakan yang dianggap cerdas saat ini. Dari sini kita belajar sebaiknya pemerintahan dan politik dipisahkan dari agama, ras, suku atau apapun itu. Karena tujuan kita satu untuk mencapai Indonesia yang lebih baik dan maju, secara finansial maupun kehidupan.
Kita berharap akan ada lagi Habib-habib nasionalis yang berani menyuarakan kebenaran untuk kebaikan. Kita percaya di Indonesia banyak habib yang nasionalis, hanya belum muncul di permukaan. Karena ‘habib-habib tanda kutip’ harus dilawan dengan habib-habib yang “sama gilanya” dalam tanda kutip. Di dalam salah satu videonya, Habib Kribo berkata, “Haruskah menghadapi orang-orang brutal dengan lembut? Menghadapi kekerasan, radikalisme harus keras. Gebrak kalo perlu. Itulah kelembutan sesunggunnya.”
Kita mengharapkan habib-habib yang lebih teduh dalam berceramah. Habib yang mengajarkan kasih sayang untuk sesama. Habib yang menjaga persatuan dan kedamaian di NKRI.