Menjelang berakhirnya masa jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2022, program unggulannya berupa rumah DP nol rupiah nampaknya akan berakhir dengan tragis sebagai program yang gagal. Betapa tidak? Pertama, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta tahun 2017-2022, target program tersebut adalah terbangunnya 232.2014 unit rumah. Namun setelah berjalan selama 3 tahun hingga saat ini, baru sekitar 1000 unit yang terbangun. Artinya jumlah unit yang terbangun belum juga mencapai setengah persennya.
Kedua, Laporan dari karyawan Perusda Sarana Jaya perihal permainan berupa penggelembungan (mark-up) harga pembelian 9 obyek tanah untuk program DP nol rupiah pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta telah diserahkan kepada dan ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ketiga, dengan mengantongi dua alat bukti yang sah, KPK membongkar dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar 100 milyar rupiah oleh 4 orang tersangka yaitu Yoory C. Pinontoan selaku Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Anja Runtuwene selaku Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian selaku direktur PT Adonara Propertindo dan PT Adonara Propertindo selaku korporasi. Dugaan tersebut berupa penggelembungan harga beli lahan seluas 41.921 meter persegi di Pondok Ranggon dan Munjul, Cipayung, Jakarta Timur dari 2,5 juta rupiah menjadi 5,2 juta rupiah per meter persegi.
Laporan dari karyawan Perumda Sarana Jaya perihal permainan kepada KPK dalam pembelian lahan oleh perusahaan mengindikasikan bahwa proses dan mekanisme pengadaan tanah berlangsung secara tidak transparan. Alih-alih melakukan evaluasi dan perbaikan internal terkait dengan keterlibatan Direktur Utamanya, dalam siaran pers yang dimuat di laman resminya, Perumda Pembangunan Sarana Jaya tertanggal 10 Maret 2021 menegaskan klaim sepihak bahwa proyek Pondok Kelapa dan Cilangkap tidak ada kaitannya dengan pemberitaan saat ini.
Tentu saja itu bukanlah respon yang diharapkan. Tidak ada permintaan maaf dari pihak direksi dan manajemen atas keterlibatan direktur utamanya dalam tindak pidana korupsi. Dengan indikasi tidak transparannya proses dan mekanisme pengadaan tanah, tidak ada jaminan tidak terjadi permainan-permainan yang ujung-ujungnya merugikan negara pada proyek-proyek yang diampu oleh perusahaan plat merah ini maupun pengadaan tanah lainnya baik untuk program DP nol rupiah maupun untuk persediaan tanah pemprov DKI Jakarta (land bank).
Sebelum dinonaktifkan dari jabatannya oleh Gubernur Pemprov DKI Jakarta pada 8 Maret 2021, Yoory C. Pinontoan telah menjabat sebagai Direktur Utama sejak 2016. Bahkan Yoory sudah meniti karier di Sarana Jaya sejak tahun 1991. Jadi Yoory mengetahui secara persis tentang kondisi internal Sarana Jaya, penyertaan modal pemprov DKI Jakarta, keluar-masuknya dana serta bagaimana caranya bermain. Yoory tentu tahu persis bahwa dalam rentang waktu 2019-2021, penyertaan modal untuk pembelian lahan program DP nol rupiah mencapai 3,3 trilyun rupiah dengan rincian dari APBD 2019 sebesar 1,4 trilyun rupiah, dari APBDP 2020 sebesar 900 milyar rupiah dan dari APBD 2021 sebesar 1 trilyun rupiah. Untuk nominal sebesar itu, Pemprov DKI Jakarta butuh persetujuan dari DPRD. Tentu butuh lobby dan pendekatan kepada DPRD khususnya yang berada di Badan Anggaran (Banggar).
Ada indikasi kuat Yoory menjadi figur sentral yang mempertemukan banyak kepentingan baik pengusaha, politis dan birokrasi. Mengapa demikian ? Pertama, Yoory mengenal seluk-beluk sarana Jaya selama 30 tahun dengan sangat baik. Kedua, Yoory menduduki jabatan yang paling strategis di Sarana Jaya yaitu sebagai Direktur Utama sejak tahun 2016 dan tetap dipertahankan oleh Anies Baswedan. Ketiga, Yoory kenal dan dikenal baik di kalangan mereka. Ketiga, Yoory termasuk orang yang “dapat dipercaya” untuk mengorkestrasi kepentingan-kepentingan tersebut. Keempat, Yoory sebagai pengambil kebijakan dan keputusan dalam hal realisasi pembelian lahan.
Dengan ditetapkannya sebagai tersangka bersama dengan 3 orang lainnya, beredar kabar mengenai aliran dana dari hasil mark-up yang sampai ke Banggar DPRD DKI Jakarta. Sangat mungkin hasil mark-up tersebut mengalir ke banyak pihak baik itu oknum-oknum di internal perusahaan, di korporasi politisi, birokrasi maupun aparat penegak hukum. Dalam hal ini publik perlu menunggu hasil kerjasama KPK dengan PPATK untuk melacak ke mana saja dana mark up itu mengalir.
Sebelumnya Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri juga menyelidiki dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang terkait pembelian aset oleh Sarana Jaya pada 2018-2019. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Argo Yuwono mengonfirmasi hal itu. Mabes Polri melayangkan surat panggilan tentang pemeriksaan kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pembelian aset yang dilakukan Sarana Jaya pada 2018-2019. Sejumlah saksi termasuk beberapa pegawai Sarana Jaya juga sempat dipanggil untuk dimintai keterangan.
Namun faktanya KPK bergerak lebih cepat dengan terlebih dahulu menemukan dua alat bukti yang dibutuhkan supaya berlanjut pada penyidikan. Badan Pemeriksa Keuangan DKI Jakarta juga pernah menyampaikan sebanyak sembilan temuan pada Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja (LHPK) Perumda Sarana Jaya namun sayangnya tidak ada di antara temuan itu yang menyinggung tentang pengadaan atau pembelian lahan yang dilakukan oleh Sarana Jaya.
Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan mengritisi model penyertaan modal daerah yang sifatnya multi-years atau berkelanjutan dari tahun ke tahun yang rawan penyimpangan. Misbah mempertanyakan sampai sejauh mana evaluasi yang dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Banggar DPRD. Dengan terbongkarnya mark-up pembelian lahan pondok Ranggon dan Munjul serta potensi 9 pengadaan tanah lainnya, maka bisa dikatakan bahwa pengawasan dan evaluasi tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Kemudian gagasan kritis juga disampaikan oleh anggota DPRD dari Komisi B, Eneng Malianasari (Fraksi PSI) yang membidangi perekonomian yang salah satu sub bidangnya adalah Perusahaan Daerah. Eneng memaparkan bahwa proses pengadaan lahan tidak transparan. Penetapan lokasi, penunjukan penyedia, penawaran dan negosiasi harga dilakukan secara tertutup. Pandangan kritis dari kedua orang ini kiranya bukanlah mengada-ada. Transparansi merupakan masalah yang serius bagi pemprov DKI Jakarta saat ini. Buktinya, data lengkap terperinci tentang penyerapan anggaran penyertaan modal daerah untuk Sarana Jaya sulit diperoleh. Dari 3,3 trilyun rupiah, belum jelas berapa rupiah yang sudah dibelanjakan.
Sulit dibantah bahwa transparansi anggaran merupakan barang yang mahal dan langka di DKI Jakarta. Meskipun sudah banyak yang mengkritisi namun Anies Baswedan tidak bergeming. Dan sulit dibantah pula bahwa dukungan politik dari Kebon Sirih terhadap Anies Baswedan solid. Tidak percaya ? Saat ini nampaknya anggota DPRD DKI Jakarta yang benar-benar kritis adalah dari fraksi PSI. Indikatornya apa ? Dengan mengoptimalkan haknya sebagai anggota DPRD baik itu hak interpelasi, hak angket ataupun menyatakan pendapat apabila dirasa ada masalah serius yang penyelesainnya perlu didorong secara politik formal.
Bulan Februari lalu PSI mengusulkan penggunaan hak interpelasi yaitu hak meminta keterangan kepada eksekutif terkait dengan kebijakan bidang tertentu khususnya penanggulangan dan mitigasi banjir. Bagaimana dengan fraksi lainnya ? Terkesan kritis kalau ada maunya. Begitu keinginannya dituruti, business as usual. Dan fraksi PSI dianggap batu sandungan. Jadi arus utama politik formal di DKI Jakarta adalah oligharki politik yang mensyaratkan transparansi sebagai tumbal.
Sebagai Direktur Utama Sarana Jaya, Yoory tidak bisa lepas dari kontrol oligharki politik itu. Kemana uang hasil mark-up dibagi-bagi dan dialirkan tidak jauh dari kontrol oligharki politik. Dan ketika cara memainkan harga beli lahan terendus oleh aparat penegak hukum, maka Yoory-lah yang akan dikorbankan berikut pihak-pihak yang berada dalam “rantai makanan” yang lebih rendah. Itulah mengapa Yoory memutuskan melakukan pembayaran sebesar 217,98 milyar rupiah kepada PT Adonara Propertindo atas lahan Pondok Ranggon dan Munjul, Cipayung, Jakarta Timur meskipun lahan tanah tersebut belum dikuasai oleh korporasi selain dengan modal dokumen Perjanjian Perikatan Jual Beli saja. Kita berharap korupsi pengadaan lahan ini serta 9 pengadaan lahan lainnya menjadi pintu masuk untuk membuka transparansi khususnya dalam hal penganggaran. Oligharki tidak akan hilang hanya karena transparansi anggaran namun setidaknya kontrol mereka terhadap anggaran bisa berkurang secara signifikan.
Dan untuk Anies Baswedan, waktu anda sangat terbatas, tinggal 1 tahun untuk meninggalkan warisan yang baik. Bagaimana anda mau rakyat DKI Jakarta mengenang anda, sepenuhnya terserah anda !
MUSA AKBAR / KENDI.id
Rujukan :
- https://kabar24.bisnis.com/read/20210309/16/1365497/korupsi-pengadaan-lahan-kpk-jerat-program-unggulan-anies-rumah-dp-rp0
- https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/12/10223281/kondisi-lahan-di-pondok-ranggon-untuk-proyek-rumah-dp-rp-0-yang-diusut?page=3
- https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/10/03/2021/dugaan-korupsi-dp-rumah-0-persen-kpk-dalami-pembelian-aset-tanah/?page=all
- https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/10/03/2021/bukti-dan-saksi-dugaan-korupsi-dp-rumah-0-persen-terus-dikejar-kpk/?page=all
- https://www.youtube.com/watch?v=epY-KhMGxIY
- https://tirto.id/rumah-dp-0-rupiah-anies-diduga-dikorupsi-anak-buah-sendiri-gaYf
- https://lokadata.id/artikel/kpk-tetapkan-dirut-psj-tersangka-kasus-lahan-rumah-dp-0-persen
- https://www.antaranews.com/berita/2032392/wagub-dki-tak-komentar-dugaan-aliran-dana-korupsi-lahan-ke-banggar
- https://metro.tempo.co/read/1440652/6-fakta-seputar-kasus-dugaan-korupsi-rumah-dp-nol-sarana-jaya/full&view=ok
- https://kumparan.com/kumparannews/profil-yoory-c-pinontoan-dirut-sarana-jaya-sejak-2016-yang-jadi-tersangka-kpk-1vJpAfpH8m1/full
- https://www.sarana-jaya.co.id/about
- https://jakarta.bpk.go.id/bpk-dki-sembilan-temuan-lhpk-perumda-sarana-jaya/