Presiden Soekarno adalah proklamator, bapak Bangsa pendiri NKRI sekaligus penggali Pancasila. Di luar itu, Bung Karno selalu diingat sebagai pemimpin yang berani, tegas welas asih dan selalu dekat dengan rakyat terutama wong cilik. Tidak heran Bung Karno menjadi patron bagi pemimpin dan politisi Indonesia dalam bertugas dan berkarya.
Maka semua berlomba-lomba bicara tentang Soekarno. Mencoba memahami alam pikir Soekarno, menulis dan bicara tentang Soekarno. Tanpa kita sadari ternyata ada politisi muda yang memang bisa dikatakan little Soekarno’. Bagaimana cara kita mengetahuinya?
Pertama-tama kita perlu mengetahui dulu nilai-nilai perjuangan dan inti ajaran Bung Karno. Yang pertama tentu saja Nasionalisme, nilai kebangsaan. Tak ada yang memungkiri betapa besarnya rasa cinta tanah air dan patriotisme Bung Karno. Setelah mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, setelah merasakan kejamnya penjajahan, Bung Karno masih terus berjuang membangun karakter bangsa agar menjadi bangsa yang bermartabat dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tak cukup di situ, Bung Karno juga menyelenggarakan Konfrensi Asia Afrika dan membentuk Gerakan Non Blok yang akhirnya membawa banyak negara-negara dunia ketiga berani meraih kemerdekaannya.
Di Solo, sebagai walikota, Gibran Rakabuming Raka bisa dikatakan memiliki nasionalisme Bung Karno. Tanpa gembar-gembor, Gibran berani memasang ornament natal di pusat kota. Tak gentar sedikit pun akan reaksi kelompok-kelompok radikal. Ini keberanian yang luar biasa mengingat banyak politisi lain memilih diam dan tak mau membuat kegiatan yang memancing ribut kelompok-kelompok intoleran. Tak cukup di situ, Gibran juga memasang lampion saat Imlek, memasang lentera dan hiasan pada hari raya umat Hindu, dan terakhir memasang patung Buddha tidur dan upacara pindapata.
Upaya Gibran dalam membangun kehidupan harmonis antar umat beragama, etnis dan budaya, memperoleh apresiasi dari lembaga SETARA Institute. Solo mendapat peringkat ke-4 sebagai kota paling toleran di Indonesia. Pemkot Surakarta di bawah kepemimpinan Gibran memberikan ruang dan kesempatan yang sama pada semua agama dan pemeluk kepercayaan saat merayakan hari-hari besar keagamaan. Keberanian luar biasa.
Kehidupan harmonis antar umat beragama itu lahir dari nilai toleransi yang memang menjadi nilai yang ditekankan Bung karno. Saat Bung Karno membangun masjid istiqlal, beliau menyelipkan pesan toleransi yang sangat kental dalam pembangunan Istiqlal. Pesan itu sudah ditanamkan sejak penentuan lokasi pembangunan Istiqlal. Bung Karno memilih kawasan lapangan Banteng. Lokasi ini sengaja dipilih karena berhadapan langsung dengan Gereja Katedral yang sudah berdiri lebih dulu. Dengan ini, Bung Karno menitipkan pesan penuh toleransi dan persatuan. Agar bangsa Indonesia menghargai satu sama lain yang artinya walaupun beda prinsip,suku maupun ras tetapi tetap satu jua. Bila Bung karno membangun Masjid Istiqlal, Gibran di Solo berkat kerja sama dengan Uni Emirat Arab membangun Masjid Besar Zayed. Masjid yang indah dan megah ini kini menjadi tujuan wisata religi baru di Solo. Dan hebatnya, mereka yang bukan muslim pun mengunjungi masjid ini. Satu lagi bukti bahwa Gibran membangun toleransi beragama. Ini membuatnya makin mirip dengan Soekarno.
Nasionalisme Gibran juga terlihat dalam program-program kerjanya selama menjabat Walikota Solo. Gibran pernah membawa UMKM Solo berpameran di Paris, Perancis. Pameran yang bertajuk Java in Paris itu disambut masyarakat Perancis dengan antusias. Bahkan dengan diplomasi dan lobby yang luar biasa, Gibran bisa mengadakan parade kesenian dan kerajinan UMKM di mal terkenal Le Bahave/Marais dan jalanan terkenal di Paris. Lebih mengagumkan lagi, Gibran berpidato dalam Bahasa Inggris tanpa teks. Ini yang membuat banyak orang teringat pada sosok Bung Karno.
Selain nasionalisme, konsep keadilan sosial menjadi salah satu pemikiran filosofis Bung Karno yang fundamental. Keadilan sosial akan tercermin dalam masyarakat adil dan makmur. Gagasan keadilan sosial Bung Karno tidak bisa lepas dari gerakan persatuan dan gotong royong. Hanya bangsa yang paham arti persatuan dan mau berkerjasama yang akan mampu mewujudkan nilai-nilai keadilan sosial.
Pertanyaannya, apakah politisi-politisi dan pemimpin daerah kini telah merintis keadilan sosial dalam semua kebijakannya? Yang jelas, salah satu sendi keadilan sosial adalah kesetaraan semua warga negara di dalam hukum dan perlakuan sosial. Kebijakan-kebijakan yang memihak dan melindungi rakyat kecil. Beberapa tahun lalu, bantaran sungai Bengawan Solo di Kampung Semanggi, Solo merupakan kawasan kumuh. Bukan hanya rawan bencana banjir, tetapi juga rawan masalah-masalah sosial termasuk beberapa teroris yang bermukim di sana. Revitalisasi kampung Semanggi itu menjadi prioritas pembangunan Gibran sejak awal menjabat Walikota Surakarta. Dan kini, hanya dalam waktu setahun setelah dilantik, Kampung di bantaran sungai itu berubah menjadi kawasan yang tak hanya sehat dan asri, tetapi juga estetik. Berbondong-bondong pemerintah daerah di daerah lain melakukan studi tiru ke lokasi tersebut.
Nilai Kerakyatan juga sikap yang diajarkan dengan teguh oleh Bung Karno. Para pemimpin hendaklah berkomitmen terhadap seluruh rakyat,terutama pada mereka yang lemah, yang sering kali di pandang sebelah mata dari dulu hingga sekarang. Berkat Bung Karno, dari situlah kemudian lahir MARHAENISME. Marhaenisme ini adalah bentuk kemandirian ekonomi bagi warga negara Indonesia. Dalam konsep modern UMKM adalah manifestasi dari marhaenisme. Bung Karno kemudia juga menggagas konsep BERDIKARI (Berdiri di atas Kaki Sendiri).
Sekali lagi, dalam hal kerakyatan dan marhaenis, Gibran sebagai pemimpin muda telah menunjukkan bukti. Ia sangat peduli dan memfokuskan kegiatan perekonomian di Pemkot Surakarta agar dapat meningkatkan UMKM. Tagline ‘UMUKM naik kelas’ benar-benar dibuktikannya. Bukan hanya dengan mempromosikan UMKM ke Paris, tetapi juga dengan menggaet kerjasama dengan platform bisnis besar sebagai naungan UMKM Solo. Sebut saja Shopee, Grab dan Gojek, nama-nama itu kini lekat dengan kerja sama produktif UMKM Solo.
Banyak event juga dilaksanakan di Solo. Bukan saja menyebabkan sektor pariwisata Solo meningkat, tetapi juga menjadi stimulus ekonomi bagi pelaku usaha di Solo. Terutama UMKM yang makin mampu mengakar kokoh. Mengapa Gibran sangat concern pada UMKM, tak lain tak bukan karena ia sangat paham bahwa perekonomian wilayah yang dipimpinnya hanya bertopang pada UMKM hingga 70 persen. Tak ada sumber daya alam, dan nyaris tak ada manufaktur besar.
Ebagai pamungkas, Bung Karno terkenal dengan pengajaran nilai cinta pada tanah air. Anak muda generasi milenial saat ini disinyalir kurang cinta pada tanah air nya sendiri. Ini tercermin dari sikap egois dan individualistik serta tidak peduli dengan lingkungannya. Namun hebatnya, meski ia bagian dari generasi yang dianggap tidak peduli dan egois itu, Gibran berhasil mengukir prestasi dalam penanganan pandemi Covid-19 tahun lalu. Program ‘Kebut Vaksinasi’ yang dicanangkan Gibran berhasil membuat masyarakat Solo menjadi yang pertama meraih vaksinasi 100 persen. 17 Rumah Sakit yang berada di Solo menjadi rujukan bukan saja oleh warga Solo, melainkan masyarakat sekitar kota Batik tersebut. Gibran pun merintis Pusat Penyediaan Oksigen yang cepat tanggap. Semua itu dilakukannya karena kepedulian pada masyarakat dan rasa welas asihnya.
Nilai-nilai perjuangan Bung Karno harus diajarkan sejak dini pada generasi muda yang cinta NKRI. Tentu saja dengan cara pengajaran yang tak sekadar jargon atau doktrin. Kaum milennial butuh contoh, patron, atau orang yang bisa mereka tiru dan teladani. Seorang Soekarno milennial. Tak lain tak bukan, dialah Gibran Rakabuming Raka.
Iwan Raharjo